Cerita tak berjudul

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Pelan-pelan Lun, kita udah jauh kok.." Ungkap Kaisar lembut yang masih setia duduk di samping Luna. Ini kalimat pertama yang terucap setelah beberapa saat lalu mereka meninggalkan Zidan di sana.

Seolah sama sekali tak mendengar ucapan Kaisar, Luna malah menambah kecepatan dengan air mata yang kian menyeruak semakin menghalangi pandangan.

"Lun.. Luna.. LUNAA!!!"

BRAKKKKKKKKK!!!

Entah darimana datangnya truk besar yang tiba-tiba berpapasan dengan mobil mereka. Tabrakan itu tak terelakkan meski Kaisar sempat memutar setir berusaha untuk menghindar. Namun benturan keras masih tak bisa dihindari pada salah satu badan mobil.

Dan yang mengherankan, pada detik-detik terakhir, Kaisar malah melepas seatbelt-nya untuk memeluk Luna supaya terhindar dari benturan yang lebih parah.

Ya.

Sampai sini, kalian pasti bisa menyimpulkan semuanya. Atau tidak? Kalau gitu lanjut aja baca!

💕💕💕

Tuk
Tuk
Tuk

Sreet..

Zidan membuka pintu geser ruang rawat inap wanita. Ia berjalan masuk dengan sedikit ragu. Apalagi ketika melihat Luna yang tengah duduk memeluk lututnya di atas tempat tidur dengan luka-luka yang sudah diobati dengan baik.

"Angelin," Panggil Zidan. Tak seperti biasanya memang. Panggilan itu seharusnya ia gunakan ketika kesal atau marah. Zidan selalu menggunakan nama belakang Luna itu dengan penuh penekanan. Namun kali ini Zidan menggunakannya dengan nada lembut.

Luna menatap tajam siapapun yang datang menemuinya saat itu. Gemuruh itu masih memuncak tanpa bisa ditahan dengan cara apapun.

"APA?? LU NYALAHIN GUE JUGA? HAH?!" Sentak Luna yang masih tidak bisa mengendalikan diri. Apalagi ketika mengingat saat-saat terakhir mereka bertemu semalam. Luna benar-benar tidak pernah berharap untuk bertemu dengan Zidan lagi sebenarnya.

Namun Zidan malah terlihat sedih bahkan matanya berkaca-kaca. Dia kemudian melangkah perlahan mendekati blangkar Luna lalu berusaha mengamit tangan sang istri meski langsung di tepis begitu saja dengan sorot penuh kebencian. Keadaan ini memang membuat Luna menggila. Dia begitu kebingungan bahkan sekelebat berpikir untuk mati saja saking frustasinya.

Tak menyerah, Zidan kembali meraih tangan Luna dan memeluknya meski harus dengan sedikit paksaan.

"Maaf.. Gue gak ngejar lu kemarin.." Ungkap Zidan selagi memeluk istrinya erat-erat. Sontak kalimat itu membuat Luna berteriak histeris dengan tangis yang tak lagi bisa terbendung. Sejauh ini, kata-kata itu paling romantis yang pernah Luna dengar dari mulut suaminya sendiri.

Zidan bahkan membiarkan Luna meluapkan semuanya. Ia mengusap punggung Luna berkali-kali berharap bisa meredakan penyesalan itu. Zidan bahkan ikut menangis bersama Luna saat itu.

Ya. Tentu Luna harus menyesali perbuatannya kemarin. Kenapa?

Karena kecelakaan yang diakibatkannya itu berimbas pada hilangnya nyawa seseorang.

Kaisar bahkan tidak bisa melewati malam itu dengan selamat. Tepat sebelum tengah malam setelah dilarikan ke rumah sakit dan mendapat pertolongan pertama, Kaisar dinyatakan meninggal dunia karena lukanya memang terlalu parah. Luna mengingat dengan jelas ketika tubuh Kaisar sengaja memeluk Luna untuk menghindari benturan keras.

Jadi..

Salah siapa?

💕💕💕

Luna menyusuri lorong rumah sakit dengan kaki pincang. Entah mengapa setelah mendengar cerita Zidan kemarin, dalam otaknya kini selalu ada Kaisar. Orang yang baginya begitu asing namun ternyata sebaliknya.

Zidan bilang...

"Kaisar salah satu alasan, gue gak bisa terus-terusan sama Lo.. Dia sahabat baik gue, saking baiknya, gue gak pernah bisa berkhianat meski hati gue sebenarnya berkali-kali meminta untuk lupain semua tentang dia. Itu sebabnya gue ngelakuin kesalahan sama Lo beberapa kali"  Luna berpikir kesalahan yang Zidan maksud adalah merenggut kesuciannya padahal hubungan seks suami istri itu bukankah normal?

"BANGSATD banget gue bisa bener-bener kalah sama alkohol."

"Sorry banget Lun.."

"Sebenarnya gue gak ada janji apapun sama Kaisar selain jagain lu sampai dia balik. Tapi nyatanya keadaan malah bikin hubungan kita rumit kayak gini. Ini juga gue akui sebagai kesalahan terbesar gue sama dia."

"Maaf juga kalau semua ini baru bisa gue sampaikan sekarang. Karena selama ini pun, dia gak pernah ada kabar sama sekali. Gue sampai mikir kalau hubungan kita sah-sah aja. Tapi nyatanya seminggu belakangan, dia hubungin gue dan katanya mau balik ke indo. Kaisar juga nanyain Lo. Dan itulah kenapa malam itu kayaknya gue ngerasa ketahuan maling ceweknya. Karena itu gue gak ngejar Lo karena gue pikir, kalau sama Kaisar bakal aman. Tapi ternyata.."

"Dan yang terparah, kayaknya keluarga gue terus-menerus nyakitin Lo Lun. Gue pengen Lo bebas. Gue bahkan gak bisa bela Lo sama sekali depan mereka. Maaf untuk itu.."

Ucapan Zidan masih terngiang tanpa kurang satu kata pun. Luna benar-benar tak menyangka ternyata perasaan Zidan selama ini seperti itu. Tapi kenapa musti begitu? Bukankah lebih egois sedikit tak masalah? Untuk bahagia seharusnya Zidan lebih serakah. Apa mungkin semua perkataan itu hanya alasan saja? Alasan supaya dia bisa terlepas dari Luna. Intinya Zidan memang terlalu cinta pada Kiran dan sama sekali tidak punya perasaan khusus pada Luna. Ya kan? Pikir Luna.

Cklek.. kreeek..

Deg!

Seorang petugas wanita dengan seragam putih-putih menyembul dari dalam pintu secara mengejutkan. Dia memakai masker medis tebal dengan sarung tangan karet berwarna senada.

"Mau kemana Mbak?" Tanyanya. Luna terlihat kebingungan. Apalagi ketika kepalanya mendongak sedikit ternyata ruangan itu bertuliskan ruang mayat. "Mbak di rawat dimana?" Tanyanya lagi semakin ramah bahkan mencoba membantu Luna melangkah.

"Mayat yang namanya Kaisar masih ada?" Tanya Luna.

"Ah.. Mbak temannya yang kecelakaan itu ya?" Tanyanya lagi memastikan. Tak kuasa menjawab, Luna hanya bisa mengangguk mengiyakan.

"Masih ada di dalam Mbak, sesuai permintaan keluarga pasien yang masih dalam perjalanan ke sini, katanya harus di mandikan dulu di sini. Padahal tubuhnya hancur dan darah dimana-mana. Seharusnya tidak di bersihkan dan langsung di makamkan. Tapi, keluarga pasien kekeuh pengen di bersihkan akhirnya kami sebisa mungkin membersihkannya. Apalagi keluarga mereka sepertinya masih kerabat pemilik rumah sakit ini. Sepertinya permintaan apapun harus dituruti meski tak masuk akal." Ungkapnya yang terlihat sangat terbuka saat membicarakan semua itu. Padahal kemungkinan ini adalah informasi rahasia atau semacam privasi yang seharusnya tak mudah untuk di dengar orang luar.

"Mbak pengen ketemu?" Tunjuknya kemudian pada pintu kamar itu lagi. Luna terlihat ragu dan sedikit menggeleng. "Gak papa mbak, darah-darahnya sudah saya bersihkan kok. Mas Kaisar ini bener ganteng loh mbak, sebentar lagi keluarganya dari Australia datang kayaknya. Mbak gak akan bisa ketemu lagi kalau keluarganya udah ke sini." Ungkap petugas itu masih dengan nada yang begitu ramah.

"Boleh memangnya?" Tanya Luna ragu-ragu.

"Boleh Mbak.." Petugas itu langsung menarik tangan Luna dengan sedikit paksaan untuk masuk ke dalam. "Hari ini hanya ada Mas Kaisar di sini. Gak ada mayat lain." Ungkapnya yang sepertinya sudah terbiasa dengan ruangan menyeramkan itu. Memang terlihat bersih dan rapi bahkan terkesan modern. Tapi tetap saja. Itu kamar mayat.

Luna dengan kaki pincangnya celingak-celinguk bahkan hawa panas tiba-tiba menyeruak di seluruh tubuh. Padahal jika melihat temperatur ruangan itu, sepertinya ada di suhu yang rendah bahkan minus.

Deg!

Petugas itu kini sudah berdiri tak jauh dari mayat Kaisar yang ternyata ditelanjangi setengah badan.

"Dia keren yah?" Ujarnya lagi dengan mata yang menyipit. Sepertinya tersenyum. Entahlah..

Benar.

Kaisar masih terlihat begitu tampan. Ingatan Luna kini meracau ke masa belasan tahun lalu ketika pertama kali bertemu Kaisar di sekolah. Cowok populer tertampan dan bahkan terbanyak pengagum. Ya. Dulu Luna tak begitu memperhatikan karena bisa jadi sengaja menghindar. Bukan apa-apa, Luna selalu agak sensitif dengan orang yang level ekonominya jauh di atas. Bisa dibilang insecure.

Semakin mendekat, dan semakin diperhatikan, Luna  semakin mengingat saat-saat Kaisar dengan dinginnya memecahkan kaca kelas dengan bola basket untuk mencegah Luna menginjak lantai yang basah.

Sialnya, dulu Luna pikir semua itu hanya kebetulan dan tanpa niat apapun.

Lalu yang terakhir Luna ingat, tangan kirinya yang terluka dan pasti remuk itu, akibat menahan benturan keras yang mungkin akan Luna dapatkan di dalam mobil saat kecelakaan kemarin.

Mengingat semua kenyataan itu, hati Luna sesak dengan tangis yang tak bisa ia tahan-tahan lagi.

Petugas itu terlihat puas melihat Luna menangis dan hanya diam memperhatikan.
Meski tertatih, Luna mendekat ke arah Kaisar kemudian mencoba menggenggam tangannya yang terasa dingin. Benar-benar dingin seolah memastikan memang sudah tak ada lagi aliran darah panas yang mengalir dalam jaringan-jaringan tubuhnya.

Lalu apa?

Tidak ada.

Menyesal pun untuk apa? Toh Luna selama ini sama sekali tidak mengetahui apapun tentang perasaan Kaisar padanya. Memangnya harus apa?

Meski semua tanya itu bergaung dalam pikirannya, entah mengapa tangisan Luna tak bisa berhenti begitu saja. Semakin lama semakin sakit. Semakin lama semakin menyayat. Bagaimana jika sudah seperti ini?

💕💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top