Sharingan
Sebelumnya, happy SN day di Jepang ya/ yash..
Selamat menikmati,
Sharingan Agensi.
Sebuah agensi modeling terkenal yang ada di Konoha.
Gedungnya besar, menjulang tinggi hingga hampir menggapai langit. Sasuke menengadah menatap gedung itu hingga badannya hampir kayang.
"Jangan kampungan. Ayo, masuk." Naruto di sampingnya, menarik tangan Sasuke masuk ke gedung itu.
Ramai orang-orang berbagai rupa di dalamnya. Kebanyakan masih muda, cantik-cantik dan ganteng bawaan seperti Sasuke. Yang manis juga ada.
Beberapa merupakan pegawai di gedung ini. Mereka mengenakan name tag yang menggantung di saku baju atau lehernya. Mereka juga cantik, tampan, dan rapi.
Naruto menelusuri seluruh isinya itu dengan biji safir yang berkilat. Mencari tempat duduk. Dia enggan memikirkan kenapa beberapa remaja ini ada membawa alat musik, alat lukis, berlatih menyanyi, atau tari balet.
Sasuke tergusur tarikan tangan si pirang yang sudah menemukan spot bagus untuk duduk mereka.
"Ah. Ayo, duduk disana, Sasuke."
Lagi-lagi pemuda raven itu hanya mendengus mengikuti kemana langkah Naruto membawanya.
Tiba di depan sebuah sofa empuk berwarna hijau pastel mereka berhenti. Naruto hendak mendaratkan bokong saat suara perempuan menginterupsinya.
"Permisi," sapa si perempuan dengan lembut membuat Naruto dan Sasuke menolehkan kepalanya bersamaan.
"Maaf tuan-tuan. Sebelumnya jika urusan kalian datang kemari untuk audisi, kalian harus isi formulir daftar ulang serta mengambil nomor antrean." perempuan pirang pucat itu mengulurkan tangan menunjuk sebuah meja bertuliskan Pendaftaran tidak jauh dari sana.
Naruto menengok kesana. Seorang lelaki tampan menunggui mejanya. Naruto menghela nafas.
"Baiklah, Nona. Terima kasih, aku akan kesana."
Naruto menyuruh Sasuke duduk terlebih dahulu di sofa itu sebelum dirinya bergegas mendaftarkan nama Sasuke di meja tadi.
Sasuke melongo. Tidak mengerti dengan apa yang di lakukan dobe satu itu. Diapun hanya duduk dengan santai tanpa merasa risih di pandangi oleh perempuan pirang di depannya.
Naruto datang beberapa menit sebelumnya. Pemuda itu membawa selembar kertas, dan nomer dada di tangannya untuk Sasuke.
"Sasuke, ini." Naruto menyerahkan kertas rule audisi ini dan menempelkan stiker nomor di dada Sasuke.
"Aku harus pergi." kata Naruto tiba-tiba. Ia menoleh pada perempuan yang masih betah berdiri disana, seolah menunggu Naruto pergi dari sana.
"Kata panitia acaranya akan segera mulai dan aku hanya bisa mengantarmu sampai sini saja." kemudian Naruto menepuk pundak si raven, "semangat, teme. Kau harus berhasil!" katanya riang.
Sasuke belum menyahut apapun saat Naruto sudah atret mundur menjauh dari sana. Tinggallah perempuan tadi yang sekarang tersenyum manis pada Sasuke.
"Halo, aku Ino Yamanaka. Salam kenal." katanya senang sembari mengulurkan tangan cantiknya.
Sasuke menghela nafas pelan, membalas uluran tangan dan ikut memerkenalkan dirinya.
"Sasuke."
.
Matanya menyipit memandangi gedung Sharingan itu dari luar. Niatnya bolos kerja untuk mengantar Sasuke ikut audisi kandas sudah. Naruto ingin pergi bekerja saja hari ini dari pada menunggu lama disini sendirian.
Lagipula Naruto sudah mengirim pesan pada Sasuke bahwa dia akan ke Rashengan, dan minta di kabari jika audisi sudah selesai nanti agar Naruto bisa menjemputnya nanti.
Padahal dirinya sudah berada dalam bis tujuan ke tempat kerjanya. Tapi pikirannya masih disana bersama si bocah stoic yang ia tinggal sendirian.
Naruto menghela nafas panjang.
Saat ada Sasuke jelas terasa kagok karena Sasuke seperti kamera yang selalu mengawasi dan mengkritisinya, tapi waktu bocah itu tak ada malah terasa sepi dan ada sesuatu yang kurang dalam diri Naruto. Aneh. Sasuke itu apa?
Lama melamun membuat Naruto melewatkan shelter tujuannya, hingga ia memaksa di turunkan di pinggir jalan agak jauh dari tempat pemberhentian. Sopir menggerutu. Naruto memasukan uang lebih pada kotak yang tersedia di sana.
Dengan gontai langkahnya ia bawa pada Rashengan tempatnya bekerja. Menghela nafas ia saat menyadari tempat itu belum di bereskan sama sekali.
Bergegas Naruto membereskan mini market milik pamannya itu. Mengurusi pajangan. Menyapu, dan mengepel lantai, membersihkan jendela, toilet, hingga menyalakan komputer dengan cepat. Bagian Sasuke juga ia kerjakan dengan telaten.
Sudah hampir siang dan tokonya malah baru buka.
Tidak bisa menyalahkan Sasuke karena ini keinginan Naruto. Maka, ia tak menggerutu atau mendumel tentang pekerjaanya.
Waktu makan siang.
Naruto mengecek ponsel. Tak ada notifikasi apapun yang berkaitan dengan Sasuke.
Ia kembali bekerja saat ada pembeli yang datang. Makan siang terabaikan. Tangannya mulai sibuk berkutat dengan barang belanjaan dan mesin hitung di depannya.
Ponselnya bergetar.
Bukan dari Sasuke. Naruto sibuk lagi.
Mendadak, pembeli berdatangan di waktu menjelang sore. Naruto hampir kewalahan. Tapi ia sigap menanggapi dan melayani.
Ponselnya berdering. Buru-buru ia melongok. Lagi-lagi bukan dari si bocah raven berwajah teplon. Itu malah panggilan dari Jiraiya. Naruto menjawab panggilan itu.
Seseorang mengetukan sekotak besar susu UHT dan meminta sebungkus dango yang ada di dekat Naruto.
Naruto melirik dan menyimpan dango itu di dekat kotak susu. Panggilan di sudahi, Naruto membalikan badan. Tersenyum.
"Selamaat---sore, ini belanjaannya?" Naruto meraih kotak susu dan bungkus kue tusuk itu lalu memeriksa harganya dengan mesin khusus.
"Semuanya jadi---" Naruto mendongak. Matanya bertemu sebiji onyks yang familier milik orang lain.
"Ini." lelaki itu bersuara rendah yang sangat enak di dengar. Menyimpan sejumlah uang di meja kasir setelah melihat pada layar komputer berapa uang yang harus di bayar.
Naruto termangu. Sebentar. Lalu terkesiap.
"Ah---oh, iya uangnya. Umh, terimakasih." Naruto mengambil uang itu, menghitungnya cepat, lalu memberikan belanjaan lelaki itu setelah selesai di kantongi.
"Ini belanjaannya. Terima kasih sudah berkunjung." Naruto tersenyum hingga matanya menyipit. Dan lelaki itu bergeming.
Tangan besarnya meraih kantong pelastik dari tangan Naruto. Lalu diam memandangi kasir di depannya.
Manik mereka bertautan untuk sesaat yang seakan lama bagi Naruto, sebelum si pembeli berdeham lalu mundur selangkah demi bertanya sesuatu pada Naruto.
"Apa toko ini buka 24 jam?" lagi, suara berat khas lelaki macho terdengar di telinga Naruto.
Radar gay-nya bekerja dengan baik. Naruto menyukai suara itu.
"Tidak,"
Kepala pirang bergerak tidak sinkron dengan ucapan yang keluar dari mulutnya.
Lelaki dewasa itu mengernyitkan dahi. Heran.
"M-maksudku, amh, tidak. Ya, tidak dua puluh empat jam. Tokonya buka hanya sampai jam sepuluh atau sebelas malam." Naruto menampilkan cengiran lebarnya.
Si pembeli diam memandangi.
Lalu ber-oh santai. Meremas pelastik belanjaan hingga kusut. Melihat sekeliling. Dan menghela nafas.
"Baiklah." si lelaki mundur lagi, menghadap pintu dengan gerakan cepat nan anggun.
"Terima kasih." katanya sebelum melangkah pergi keluar Rasengan melalui pintu kacanya.
Naruto tercenung lagi. Merasa familiar dengan wajah lelaki itu. Terutama mata.
"Masih muda sudah ketiput. Sayang sekali." gumamnya pelan. Lalu menggelengkan kepala.
Hari sudah sore. Kabar dari Sasuke tak juga ia dapatkan. Jiraiya memberitahukan bahwa dirinya pergi keluar kota tadi siang. Pria tua itu menitipkan toko pada dua karyawannya.
Naruto mengiyakan dan menyanggupinya. Toh akan ada Sasuke yang membantu, pekerjaannya tidak akan terlalu berat kali ini.
Naruto melirik jam. Lalu pada langit di luar sana. Sudah gelap. Perutnya keroncongan. Lapar bukan pada waktunya.
Naruto turun dari kursi. Membawa dirinya mendekati konter makanan ringan. Lalu pada tumpukan roti yang baru di kirim beberapa jam yang lalu.
Naruto mengambil satu yang berasa keju. Membuka bungkusnya, dan melahapnya sambil tangannya menata kembali pajangan yang sedikit berantakan.
Suara bel di atas pintu berdenting nyaring tanda yang datang membuka pintu memakai tenaga yang cukup besar.
Naruto memanjangkan leher, melongok ke arah pintu dan tak mendapati siapapun disana.
Kakinya spontan melangkah kembali pada kursi tempatnya bekerja.
Roti di sebelah kanan tangannya. Mulut masih sibuk mengunyah. Hampir tersedak saat seseorang berdiri di belakangnya dengan cepat seperti ninja.
"Sasuke!" remah roti menyembur pelan, "apa-apaan kamu ini!?" pekiknya hampir mendorong tubuh orang di depannya. Atau memeluknya.
Sasuke teplon saja. Membuka penutup kaleng jus kesukaannya. Naruto mengawasi bocah raven itu minum dengan gayanya sendiri.
Satu kaleng tandas dalam sekali teguk. Dugaannya benar mengenai jadwal audisi yang padat. Pasti Sasuke tidak sempat makan atau minum yang di sediakan panitia penyelenggara. Dasar anak ini.
"Ahh," suara desahan puas lolos dari bibir tipis jarang melengkung itu, Sasuke melap bibirnya dengan punggung tangan, "kenapa?" biji mata arang menatap pada safir yang meneduh di hadapannya.
Naruto tersadar. Menyadarkan diri lebih tepatnya. Menggelengkan kepala.
"Uhm, b-bagaimana audisinya?" Naruto berhasil menutupi nada khawatir pada pertanyaannya.
Sasuke melangkah memutari meja kasir. Masuk dalam kubikal dan duduk di kursi tempat biasa Naruto duduk.
"Bagaimana Rashengan hari ini? Paman Jiraiya datang kemari?" Sasuke balik bertanya.
Naruto mengernyitkan dahi. Kebetulan sekali. Sepertinya Sasuke sedang ingin berbicara padanya, dan waktu mereka cukup luang kali ini. Kecuali tetiba muncul badai pembeli sebentar lagi. Naruto tak peduli.
Pemuda pirang itu menggusur satu kursi tambahan di depan meja kasir. Bersebrangan dengan Sasuke. Ia duduk di atasnya.
"Uh, Rashengan baik saja. Sempat kerepotan di awal sore tadi tapi bisa kuatasi." Naruto tersenyum hangat.
Sekian detik kelereng onyks Sasuke memandang takjub pada cengiran Naruto lalu kembali menatap biasa.
"Gudang?" Sasuke melanjutkan. Merasa harus tahu bagian pekerjaannya yang tadi ia tinggalkan.
"Aku sudah mengurusnya." Naruto menegakan punggung, melihat pada kaleng kosong jus tomat bekas Sasuke.
"Kau pasti sibuk. Sori merepotkan." Sasuke setengah bergumam, ekor matanya menyempit melihat sembunyi- sembunyi pada raut wajah tan serupa madu hangat di depannya.
Tiba-tiba Naruto terkekeh.
"Jangan sombong." katanya, "hanya karena kau tinggal sebentar saja, bukan berarti aku kerepotan mengurusi toko ini. Aku biasa sendiri."
Sasuke mengerjapkan mata. Pikiran khas remaja labilnya menguasai. Ia mendelik tajam pada Naruto.
"Kau tidak membutuhkanku." ucap Sasuke dengan intonasi dalam sulit untuk di terka apa maksudnya.
Tapi Naruto orang dewasanya. Ia cepat mengendalikan suasana. Biasanya.
"M-maksudku, sebelum kau datang kemari juga aku sendiri. Jadi aku----"
"Tidak membutuhkanku." Sasuke turun dengan cepat dari kursinya, tergesa ia mendorong pintu kaca. Ingin cepat keluar dari sana.
"Oi, tunggu. Sasuke---"
"Jadwalku padat mulai besok. Aku harus segera istirahat kalau boleh." tanpa menoleh, bocah stoic itu mengucapkannya. Ia jadi tak bisa melihat cengiran lebar Naruto kali ini.
"Oh, kau lolos audisinya, Sasuke?" suara Naruto kelewat riang kalau tidak bisa di bilang terlalu bahagia mendengarnya. Sama saja.
Sasuke berdecak. Memutar bola matanya. Jengah.
"Hn. Bye." lalu si raven itu sudah berlari menjauh dari Rashengan meninggalkan Naruto yang senang bercampur kebingungan.
Tidak masalah. Sasuke berhasil lolos tahap pertama. Itu sudah bagus. Sama sekali tidak buruk.
Di seberang sana sepasang mata hitam menyalang padanya dengan pandangan kecewa tingkat dewa. Merasa di abaikan. Di lupakan. Tidak di butuhkan. Jadi selama ini apa yang ia rasakan hanya ia rasakan sendiri saja. Homoseksual. Benar-benar bisa menular menurutnya.
Sasuke berdecih kesal. Memutar badan. Berjalan cepat mencapai shelter tempat pemberangkatan bis menuju flat kecil Naruto.
Bokongnya sudah mendarat di kursi bis. Paling pojok. Tempat favoritnya. Wajah datarnya menoleh cepat mendapat sepasang biji mata serupa miliknya tengah menatap tajam ke arahnya.
"Kau!?"
Sasuke turun dari bis diikuti seorang lelaki dewasa di belakangnya.
Niat palsu ingin segera beristirahat kandas sudah. Sasuke bisa menolak apa saja di dunia ini, hingga harus menentang Ayahnya sendiri. Namun tidak yang ini.
Dia akan menurut tanpa protes pada lelaki di depannya ini. Apapun katanya.
.
.
.
Bersambung,
Siapa laki-laki yang di temui si Saske? Gampang sajalah, saya mah gampang saja pikirannya, alias mudah di tebak. Hhe.
Maaf klo bnyk typo, sy tulis ulang di hp gak edit langsung up. Hape saya di gondol maling, semua file ada disana. Mau ga mau sy tulis ulang semua ke dokumen baru, dan pasti akan beda dengan tulisan awal.
Huh, andai saja malingnya ketemu. Saya cuma mau di balikin memory card-nya saja. Silahkan ambil hapenya kalo mau. /hp jelek ini.
Yasudah, maaf ya mendumel. Makasih uda mampir dan baca. Saran dan kritik di terima dengan sangat. Trims.
Puyamoya©2k15
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top