The Last

"Nona Jungkook menderita arteri koroner, dilihat dari hasil rontgennya maka disarankan untuk menjalani operasi bypass."

Taehyung terkejut, Jungkook belum juga sadar setelah kejadian itu. Saat ini dirinya berbicara empat mata dengan sang dokter setelah ia mengusir Joohyun pergi.

"Operasi bypass?"

"Coronary Artery Bypass Grafting (CABG), operasi ini dilakukan untuk mengembalikan aliran darah ke otot-otot jantung melalui pembuluh darah arteri lain yang tidak tersumbat."

"Lalu, bagaimana dengan efek sampingnya?"

"Kemungkinan akan terjadi pembekuan darah, infeksi, aritmia, pneumonia, atau hilang ingatan. Operasi ini hanya bertujuan untuk mencari alternatif lain bagi aliran pembuluh darah yang tersumbat dan biasanya yang digunakan adalah pembuluh darah vena yang berasal dari kaki. Jadi operasi ini juga tak sepenuhnya menyembuhkan penyakit ini."

Taehyung memijat pelipisnya saat mendengar segala perkataan dari sang dokter, operasi ini tidak bisa sepenuhnya memulihkan Jungkook. Selain itu, komplikasinya begitu banyak dan beresiko.

"Bagaimana prosedurnya?"

"Sebelumnya pasien akan melakukan pemeriksaan laboratorium darah, rontgen dada, EKG atau rekam jantung, dan coronary angiogram. Biasanya membutuhkan waktu 3-6 jam dan pasien dibius secara total."

"Lalu tingkat keberhasilannya?"

"Tinggi, 95% hingga 98%. Tapi ini membutuhkan persetujuan dari pasien, karena biaya untuk operasi ini sekitar 150 juta minimal sampai 200 juta lebih di luar negeri. Setelahnya pasien juga harus menjalani beberapa perawatan dan menjalani program hidup sehat seperti mengonsumsi makanan rendah lemak dan lainnya."

Terlalu banyak kemungkinan, itu membuat Taehyung sakit kepala. Masalah biaya ia yang sanggup menanggungnya, tabungan Taehyung bahkan sudah lebih dari cukup untuk membeli 5 unit Lamborghini Veneno Roadster. Tapi dirinya akhirnya memutuskan untuk menanyakan ini terlebih dahulu pada Jungkook.

'Aku mengharapkanmu untuk tidak akan mengingat berapa banyak yang kulakukan,
Aku berharap kau lebih baik dariku.'

--- *** ---

Jungkook tersadar dan Taehyung berada di sampingnya sembari memainkan ponselnya. Jungkook terlihat kebingungan saat melihat Taehyung sendirian di sana, tapi begitu mata Taehyung balas menatap dirinya Jungkook segera memalingkan wajahnya yang merona malu.

"Akhirnya kau sadar juga, bagaimana keadaanmu?"

Sederhana, tapi Jungkook menyukainya.

"Baik, terima kasih."

"Mau keluar sebentar?"

Jungkook mengernyitkan kening, tapi kemudian ia mengangguk. Taehyung membantunya berdiri, karena hanya pemeriksaan biasa maka dokter masih mengizinkannya untuk mengajak Jungkook keluar dan mencoba memberitahu penyakit yang dideritanya dengan cara baik-baik. Sulit, tapi ia harus bisa melakukannya demi Jungkook.

"Kita akan kemana?"

"Kau mau kemana?"

"Kau yang mengajak tapi kau juga yang bertanya kepadaku, dasar aneh."

Jungkook tertawa, Taehyung mengulum senyumnya melihat tawa Jungkook yang begitu manis.

'Ku berdoa kepadamu, berdoa agar dirimu dilindungi-Nya. Sehingga harapan ku bisa akan berhubungan denganmu.'

--- *** ---

Sudah nyaris 3 jam mereka berjalan tak tentu arah, dan Jungkook menyadari bahwa Taehyung sedari tadi tampak begitu gelisah. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, tapi ia tak kunjung mengungkapkannya.

"Aku tahu ada yang ingin kau katakan sedari tadi, jadi segera saja katakan."

Taehyung sedikit terlonjak mendengarnya, dirinya sedikit tidak menyangka bahwa Jungkook sedari tadi menyadari kegelisahan yang sedari tadi melandanya.

"Ah, sebenarnya..."

"Aku yakin kau sudah tahu apa yang terjadi padaku, jadi jangan sembunyikan apa pun dariku. Aku berhak untuk mengetahuinya seburuk apa pun penyakitku."

Senyum sendu Jungkook menyayat Taehyung, belum lama ia melihat senyuman seindah malaikat kali ini ia disuguhkan senyuman penuh luka dari orang yang sama.

"Kau menderita..."

Jungkook dapat merasakan jantungnya berpacu kuat, ucapan Taehyung terasa begitu lama dan menyiksa dirinya.

"Coronary artery Disease, kau tahu apa itu kan?"

Saat itu juga Jungkook merasa dirinya tengah dirajam oleh batu-batu tajam, terutama hatinya yang terasa dicambuk. Ia sudah mempersiapkan untuk yang terburuk, tapi tetap saja ia merasakan sakit yang luar biasa dalam lubuk hatinya.

"Ya, terima kasih."

Jujur Jungkook juga bingung ingin merepon apa, member senyuman pun sudah terlalu mengiris hatinya. Ia hanya menggumamkan kalimat tersebut dan menundukkan kepalanya. Matanya meloloskan setitik air mata yang segera ia hapus, Taehyung menyadari apa yang ia perbuat.

"Kau tidak perlu khawatir, aku yang akan mengurus masalah biayanya."

Jungkook merespon dengan decihan, respon yang tak Taehyung duga sebelumnya. Ia bisa melihat tatapan sinis Jungkook yang membuatnya merinding.

"Kau pikir semua bisa diselesaikan dengan uang?"

"Setidaknya itu bisa memperpanjang umurmu!"

"Percuma aku memperpanjang umurku jika pada akhirnya aku tidak bahagia!"

Taehyung segera mengunci rapat mulutnya, Jungkook sungguh-sungguh mengatakan semua itu.

"Aku, lebih tahu betapa pahitnya hidup. Ditinggal orang tua, dijauhi teman, dibenci banyak orang, dihina banyak orang, dililit hutang, dan masih banyak lagi. Aku berbeda denganmu yang mengatasnamakan semua dengan uang dan kecerdasan intelek. Jika dulu kau merusak dirimu dengan rokok, maka aku berjuang untuk memperbaiki diriku yang sudah rusak. Kita berbeda, Tae. Jangan samakan aku denganmu, dan aku tak butuh uangmu. Lebih baik kau sumbangkan saja pada anak panti asuhan atau panti jompo, mereka lebih membutuhkan uang itu."

Jungkook berucap sinis seraya menghentakkan kakinya hendak meninggalkan pemuda itu hingga lengan mungilnya ditahan. Taehyung tak akan begitu saja melepaskan dirinya.

"Kalau begitu, biarkan aku mengurusmu mulai saat ini. Jika kau menolak uangku, setidaknya terimalah ketulusanku yang ingin merawatmu."

'Ketika kau terjatuh, aku akan datang menyinarimu

Ketika hati mu berdetak di hembuskan oleh angin, aku kan datang memegangi tangan mu

Ku berdoa kepadamu, berdoa agar dirimu dilindungi-Nya.'

--- *** ---

Sudah tiga bulan berlalu, dan Taehyung tak henti-hentinya mengunjungi rumah Jungkook hanya untuk memberi segala makanan yang mengandung asam folat, beta karoten, vitamin B6 dan E, flavonoid, maupun asam lemak omega 3. Taehyung membawakan itu setiap hari untuk Jungkook karena ia tahu itu bisa mencegah semakin kronisnya penyakit Jungkook. Salah satunya adalah coklat hitam dan apel.

"Taehyung, kau membawakanku hampir setiap hari. Bagaimana caraku menghabiskan semuanya?"

Jungkook masih tetap keras kepala untuk bekerja, tapi setidaknya Taehyung sudah mencarikan pekerjaan yang layak untuknya dan memantau kondisi Jungkook hingga ia berangsur membaik kian harinya. Ia juga sudah berhenti sekolah, karena itulah Taehyung selalu membantu Jungkook belajar sendiri. Berperan seperti seorang tutor sukarelawan.

"Kau bisa memanggilku untuk membantumu menghabiskan semuanya."

Jungkook berdecih tapi senyuman tak lepas dari wajahnya. Hari itu Jungkook memang marah, tapi ia tak ingin memperpanjang dan mereka kembali seperti orang biasa. Jungkook justru sibuk berterima kasih atas bantuan Taehyung, setidaknya pemuda itu tidak perlu menghabiskan banyak uang karena Jungkook sendiri akan tetap menggantinya dari gaji yang ia terima di kafe tempatnya bekerja sekarang. Awalnya Taehyung menolak, tapi kekeraskepalaan Jungkook meluluhkannya hingga akhirnya ia menyetujui usul tersebut.

"Tae, cuaca hari ini cerah, ya."

Taehyung menatap langit, merasakan cerahnya sinar matahari siang dan angin yang bertiup menyapa kulitnya. Ya, cuaca memang cerah dan enak untuk berjalan-jalan sejenak.

"Hei, aku tahu tempat yang cocok untuk cuaca seperti ini. Bersiaplah, aku akan memboncengmu sebentar lagi."

Jungkook melongo melihat Taehyung yang mendadak saja begitu bersemangat, tapi ia hanya tersenyum tipis dan memasuki kamarnya. Merapikan barang-barangnya, menatanya, dan menyusunnya ditiap kotak. Jungkook mengenakan baju favoritnya dan memakai riasan sedikit. Taehyung sudah siap di atas motornya menunggu Jungkook.

"Bagaimana, siap tuan putri?"

"Berhenti berbicara omong kosong, ayo berangkat!"

Taehyung misuh-misuh, tapi setelahnya ia tetap membonceng Jungkook menuju ke sebuah tempat. Awalnya Jungkook mengira Taehyung akan membawanya ke tempat aneh-aneh, karena itulah ia terkejut saat Taehyung justru membawanya menuju taman sederhana di pinggir jalan dan menyewa sebuah sepeda tandem.

"Naiklah, kita akan memutar sejenak lalu aku akan membawamu ke destinasi selanjutnya."

"Destinasi? Kau tour guide baru ya?"

Keduanya tertawa, Jungkook menaiki sepeda itu bersama Taehyung dan mengayuh sepeda berbarengan. Mereka beristirahat sejenak di bangku taman yang dikelilingi pepohonan di sekelilingnya. Taehyung membelikan es krim untuk Jungkook dan dirinya, juga air putih sebagai penetralisir rasa lelah. Jungkook menerima pemberiannya.

"Kau suka?"

Jungkook mengangguk antusias, membuat senyuman terukir di paras wajah Taehyung. Ia begitu menikmati momen mereka bebelakangan ini.

"Ngomong-ngomong, selanjutnya kita akan kemana?"

Pertanyaan Jungkook seolah menyadarkan Taehyung akan satu hal, waktu menunjukkan pukul 6 sore dan langit mulai meremang. Taehyung menyarankan keduanya untuk memakan lebih dulu bekal yang Jungkook bawa. Jungkook merasa mubazir nantinya jika tak kunjung dihabiskan. Tak terasa, waktu menunjukkan pukul 7.30 malam.

"Kook, ayo kita ke sana."

Taehyung menunjuk sebuah bangunan yang cukup tua namun terawat. Bangunan itu menjulang tinggi ke atas dan lampunya begitu remang sehingga interior bangunan terlihat menyeramkan. Taehyung membimbing Jungkook yang mencengkeram erat lengan kaos Taehyung seolah takut jikalau melepasnya ia akan tersesat. Mereka tiba di atap bangunan dan Taehyung menunjuk ke depan, Jungkook terpesona melihat hamparan kembang api di udara disertai dancing fountain di bawahnya.

"Kau suka?"

"Ini indah sekali, terima kasih, Tae!"

Jungkook terpesona, binaran matanya tampak jelas. Taehyung memandang ciptaan Tuhan paling sempurna di depannya saat ini dan kembali teringat masa lalunya. Betapa bodohnya dirinya lebih mempercayai ucapan orang lain mengenai Jungkook, mengabaikan gadis ini, bahkan pernah memakinya. Taehyung mengingat jelas saat dimana Jungkook menegurnya yang mencoba merokok untuk menghilangkan rasa depresi yang merelung hatinya, tekanan untuk selalu menjadi sempurna di hadapan banyak orang.

Jungkook berbeda, ia memandangnya sebagai dirinya sendiri. Tidak seperti kebanyakan penggemarnya yang menyukainya hanya karena kelebihan yang ia miliki. Memori berkelabat dipikirannya, sebuah kalimat telah siap ia loloskan sampai ia menyadari bulir keringat yang keluar dari wajah Jungkook. Nafasnya juga tak teratur.

"Jungkook, jangan bilang kau-"

BRUUK!

--- *** ---

Rumah sakit kembali harus ia datangi, kali ini dengan Jungkook yang kembali tak sadarkan diri dalam dekapannya. Pertama kalinya ia masih sanggup melihat kedua mata itu terbuka, bagaimana dengan yang kedua kalinya?

"Kondisinya memburuk, ambilkan defibrillator!"

Para ahli medis mengolesi permukaan defibrillator dengan gel elektrolit dan menempelkannya pada dada Jungkook, berusaha memacu jantungnya.

"Naikkan voltase menjadi 100 joule!"

Sementara mereka berseru panik, Taehyung sibuk berdoa kepada Tuhan seraya air mata lolos dari kedua matanya. Ia belum sempat mengungkapkan apa yang ingin ia utarakan, dan ia mengharapkan kesempatan itu masih ada.

'Dengan segenap hatiku, ku berharap mendapat terhibur.
Aku berdoa dan berdoa untuk hari ini

Aku berdoa untukmu, berdoa bahwa engkau kan selalu di lindungi.'

--- *** ---

Kali ini Jungkook di tempatkan di ICCU, ucapan sang dokter kembali terngiang di pendengarannya.

'Kali ini tak ada lagi harapan baginya untuk bertahan, pembuluh darahnya sudah sepenuhnya tersumbat dan hanya tinggal menunggu waktunya saja. Kami meminta maaf, tapi kami masih mengharapkan datangnya mujizat baginya.'

Sepertinya Tuhan mengabulkan permohonannya, Jungkook sudah tiga hari koma. Ia kritis, tapi melihatnya seperti itu bagai melihat dirinya yang sedang tertidur. Walau dihiasi dengan oksigen cannula dan elektrokardiogram, ia tak sedikit pun terganggu.

Kaki Taehyung melangkah masuk dengan memakai baju operasi, mendekati sosok Jungkook yang tak kunjung membuka matanya. Hatinya teriris, tetapi tak banyak yang bisa ia lakukan. Jungkook juga pastinya tidak ingin lebih lama lagi menderita seperti ini, ia menghela nafas.

"Hai Kook,"

Tak ada sahutan, semua begitu hening. Ia melanjutkan apa yang hendak ia katakan.

"Aku... yah, sebenarnya banyak sekali yang ingin kukatakan. Tiga hari ini kuhabiskan dengan menangis, menangisi diriku yang begitu bodoh. Aku marah saat kau terbaring, bahkan nyaris membentaki para ahli medis yang kuanggap tidak becus mengurusmu. Aku berani membayar mahal, tapi mereka tetap tidak melakukan apapun dan kau masuk juga terbaring di sini."

"'Aku mencoba memasuki hatimu yang tertutup, tapi ruangan itu telah kosong'. Kau tahu lirik lagu itu bukan? Kurasa itu menggambarkan diriku saat ini. Aku hanya terlalu melankolis akhir-akhir ini, entahlah pikiranku dipenuhi olehmu beberapa hari ini."

"Ah, aku belum mengatakan ini bukan? Aku ingin meminta maaf, aku sadar aku bukan apa-apa tanpamu. Aku sangat bersalah, maafkan aku. Aku terlalu munafik, menganggap bahwa keberadaanmu selalu tak pernah mengatakan yang sejujurnya bahwa terkadang aku merasa aneh saat tidak melihat dirimu. Aku merasa kesepian, seolah ada yang kosong. Aku terlambat menyadari bahwa aku mencintaimu, aku takut kau hanya memanfaatkanku seperti yang kebanyakan orang lakukan padaku."

"Kau tahu? Kau harusnya bahagia bila kau seperti ini. Aku menghabiskan malam yang panjang sendiri, menghapus pikiranku ribuan kali tapi tak kunjung mengurangi rasa sakit ini. Aku menjadi lemah hari demi hari, karena kau adalah segalanya untukku."

Taehyung merasakan air mata mengalir deras dari kedua matanya, tapi mulutnya seolah tidak bisa berhenti.

"Jangan melihat kebelakang dan pergi, jangan mencariku lagi dan teruslah hidup dalam duniamu. Karena aku tak menyesal mencintaimu, ambillah kenangan manis kita yang sesaat. Aku bisa menanggungnya, aku bisa menahannya. Lupakan tentang aku dan pergilah, kau tak perlu terus-menerus menderita di dunia yang kejam ini. Kaulah hatiku, ucapkan selamat tinggal."

Dengan begitulah, elektrokardiogram menunjukkan flat line. Taehyung menyesali semua perbuatan buruknya pada Jungkook, tapi ia berusaha berhenti menangis. Ia telah mengetahui semuanya, melalui buku harian Jungkook dan tepat di lembar terakhirnya ia berkata.

'Aku tahu, waktuku sebentar lagi. Aku tak ingin di hariku akan ada yang menangisiku, terutama dari orang yang ku kasihi. Karena bagiku, air mata mereka lebih berharga dari permata termahal sekali pun.'

--- *** ---

Aku membawa sebuket bunga chrysanthemum, bunga yang melambangkan kematian atau tanda duka cita. Aku menuju ke sebuah pemakaman dengan nisan yang bertuliskan namanya. Tertera tahun kematian yaitu, 2010. Berarti sudah 7 tahun semenjak kejadian memilukan tersebut.

Kutempatkan bunga itu di depan nisannya, lalu sebuah lagu berputar dalam pikiranku. Lagu yang mencerminkan dirinya dan penyesalanku padanya.

Senyumku mengembang, aku memandangi fotonya yang sempat kuambil selama bersamanya di saat-saat terakhirnya. Kotak itu berisi surat, buku harian, kenang-kenangan foto, dan bungkus permen mint. Aneh memang, tapi aku menyukainya.

Aku terduduk cukup lama memandangi nisannya dan terkejut saat seseorang tiba-tiba memukul pundakku, seorang itu adalah dari teman sekolahku saat SMA.

"Taehyung, sudah saatnya."

Ia adalah dokter psikiaterku. Ya, kalian tidak salah membaca. Aku mengidap sindrom cotard, dan ialah yang menanganiku hingga aku sembuh total dan mulai bisa kembali merasakan kehidupan.

Ini tahun ketiga aku mengunjungi Jungkook, berterima kasih pada teman baikku Park Jimin yang membuatku percaya diri untuk mengunjungi Jungkook kembali. Aku mengecewakan Jungkook, tapi sekarang aku tak akan melakukannya lagi dan berusah memperbaiki hidupku. Karena sepertinya, aku mulai bisa membuka hatiku untuknya.

'Aku pikir aku tidak akan bisa hidup 1 hari pun tanpamu
Tetapi entah bagaimana aku berhasil hidup lebih lama daripada yang aku pikir.

Aku mengharap untuk sebuah pengharapan tapi sekarang tidak ada gunanya.'

~ Tak ada orang yg mau kehilangan orang yang dia cinta, tapi lebih baik sakit karena kehilangan daripada tetap memiliki tapi tak bahagia. Karena ketika kau mampu mencintai tanpa syarat, itu artinya kau telah memahami kasih sayang dan ketulusan yang sesungguhnya. ~

--- *** ---
Arteri koroner atau Coronary artery Disease (CAD), merupakan penyakit paling mematikan di dunia. Disebut juga penyakit jantung iskemik karena terjadi penyempitan pembuluh darah yang memasok darah ke jantung. Pembuluh darah arteri koroner adalah pembuluh darah yang memasok aliran darah ke otot-otot jantung, membawa oksigen dan juga zat-zat lain yang dibutuhkan untuk metabolisme sel-sel otot jantung sehingga dapat berfungsi normal. Salah satunya penyebabnya adalah bekerja berlebihan.

(A/N)

Done^^

Once again guys, I rly need ur suggestions and critics for this T^T.

Ikr it's suck, XD. That's why I'm so nervous to write this. But ty to u guys who have already read this, especially for u who do vomments^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top