31 : KETIKA ANGIN BEREMBUS
Punch - NCT 127
1:27 ━━━○─────── 3:34
⇄ ◁◁ II ▷▷ ↻
|
Dia adalah perumpamaan dari udara; ada tapi tidak terlihat.
Selama ini hidupnya hanya diisi dengan tiga kata. Gelap, kelam, dan sunyi. Tujuh belas tahun ia hidup tanpa adanya lentera yang menerangi.
|
REGALO BAGIAN 31 : KETIKA ANGIN BEREMBUS
Pukul 21.30.
Malam hari yang mendung. Sejak tadi siang angkasa terus murung. Matahari bahkan seakan enggan untuk muncul. Arsen mendongak, menatap langit gelap sejauh mata memandang, langit yang kosong tanpa satu pun taburan bintang.
Arsen bosan di rumah. Cowok itu memutuskan untuk jalan-jalan sebentar. Sendirian, tanpa bodyguard, tanpa pula pengawasan Leo. Ia hendak mencari udara segar.
Arsen keluar dari komplek perumahannya yang elite. Kakinya terus melangkah ke barat, menyusuri trotoar yang sepi, seorang diri di tengah keramaian jalanan, melintasi satu persatu toko-toko yang berjajar.
"Nak Arsen?"
Langkah Arsen terhenti. Kepalanya tertoleh. Seorang wanita dengan tubuh agak bungkuk menyapanya. Usianya paruh baya. Ekspresinya tampak terkejut, tak percaya, sekaligus senang saat melihat Arsen.
"Mpok Salimah?"
Wanita paruh baya itu terkekeh. "Syukur, deh, Nak Arsen masih ingat nama saya. Nak Arsen nggak lupa, kan, sama saya?"
Arsen tersenyum tipis, ia menggeleng. Ia ingat betul siapa wanita itu.
"Nak Arsen mau mampir ke rumah saya? Sudah lama Nak Arsen nggak ke sana," tawar Mpok Salimah.
Arsen tampak berpikir sejenak. Tak lama setelah itu pun ia mengangguk.
Tak butuh 10 menit Arsen telah tiba di kediaman Mpok Salimah. Ruko sederhana yang letaknya tidak jauh-jauh sekali dari komplek perumahannya. Tapi jangan salah. Meskipun sederhana, ruko Mpok Salimah ini bisa dibilang sangat luas. Halamannya maksudnya. Rumahnya kecil, setidaknya cukup untuk menampung sebuah keluarga dengan empat anggota. Sedangkan bagian tokonya lebih besar dari rumahnya. Tokonya itu dimanfaatkan untuk menjadi warteg. Mpok Salimah sudah bertahun-tahun mendirikan warteg tersebut. Makanannya enak-enak, harganya ramah di kantong, dan tempatnya nyaman.
"Nak Arsen?" Babeh Ompong, suami Mpok Salimah, terkejut sekaligus antusias melihat kedatangan Arsen.
"Beh." Arsen mengangguk, tak lupa menyalami pria paruh baya itu.
Babeh Ompong usianya 2 tahun lebih tua dari Mpok Salimah. Namanya yang asli sebenarnya Pak Dayat, namun beliau lebih suka dipanggil Babeh Ompong. Merujuk pada fakta mengenai gigi depannya yang memang ompong betulan.
"Kamu, kok, makin cakep aja? Pangling saya. Tinggi kamu juga tinggi banget. Tiang Si Abdul sama Siti bisa-bisa kalah saing tingginya sama kamu," ujar Babeh Ompong dengan jenaka.
Arsen tersenyum tipis sebagai tanggapan. Abdul dan Siti adalah sepasang burung love bird peliharaan Babeh Ompong. Tiap pagi mereka selalu 'berjemur' di atas tiang yang menjulang tinggi di halaman ruko ini.
"Udah SMA jelas tambah cakep lah, Beh. Ya masa kicik terus," sahut Mpok Salimah dari belakang. Beliau membawa nampan dengan isi berupa teko dan dua cangkir besar.
"Eh, Mpok, nggak usah repot-repot." Arsen merasa tak enak diri.
"Udah santai aja. Kalo kata anak jaman sekarang apaan, tuh? Santuy? Nah iya santuy." Mpok Salimah mengangkat kedua jempolnya. Usia boleh saja sudah paruh baya, namun dalam jiwanya selalu berkobar semangat anak muda.
"Anak-anak gimana kabarnya, Nak Arsen? Kalian bener-bener udah lama banget nggak main kemari," kata Mpok Salimah.
"Anak-anak?"
"Ya teman-teman kamu, KOMPLEK. Kalian masih temen akrab, kan?"
Kali ini Arsen terdiam lama. Tenggorokannya susah payah menelan saliva. Matanya tanpa sadar berlarian ke sana-sini tak tentu arah.
"Mereka baik, Mpok, sehat-sehat semua," jawab Arsen pada akhirnya.
Babeh mengangguk-angguk. "Kapan-kapan ajakin mereka main kemari lagi, Sen. Dulu aja kalian tiap hari mampir. Sekarang, nih, ruko sepi bener. Nggak ada lagi komplotan kamu itu yang brisik. Babeh kangen anak-anak."
Arsen tak menjawab. Ia kehabisan kata-kata.
***
Arsen telah meninggalkan kediaman Mpok Salimah beberapa menit yang lalu. Cowok itu kini kembali berada di trotoar jalanan malam yang sepi. Ia masih seorang diri. Tanpa bersama siapa pun.
"Arsen?"
Langkah Arsen terhenti. Cowok itu menoleh ke belakang. Sebuah motor ninja merapat ke bahu jalan yang ada di sebelahnya. Sang Pengemudi membuka kaca helmnya. Dengan segera Arsen dapat mengenali siapa orang tersebut.
"Elo?"
Cakra terkekeh. "Lo ngapain keluyuran di trotoar malem-malem, hah?"
Arsen berdeham sejenak. "Bukan urusan lo."
"Oke, oke. Niat gue baek, ya, mau nanyain lo. Nggak perlu pake masang mode maung segala."
Arsen tak menggubris. Cowok itu membuang mukanya.
"Mau nebeng gue kagak?" Cakra menawarkan diri.
Arsen menggeleng. Ia masih mau jalan-jalan.
Cakra mengangguk. "Gue duluan kalo gitu."
"Hm."
1 menit berlalu dan Cakra masih ada di posisinya. Arsen pun menoleh. "Ngapain lo masih di sini?"
Bukannya merasa tersinggung karena diusir, Cakra justru tersenyum. Senyum yang penuh akan makna. Orang awam pun dapat melihat adanya ketulusan di sana.
"Jangan ngerasa sendirian, Sen. Sekarang semuanya emang udah berubah. Nggak ada lagi yang sama kayak dulu. Tapi kalo lo butuh tempat buat istirahat, gue harap lo tau harus ke mana lo pergi. Entah yang dulu ataupun yang sekarang, KOMPLEK bakal selalu bersedia jadi tempat buat lo pulang."
Arsen terdiam cukup lama. Ia menatap kedua bola mata Cakra dengan lekat.
"Anak-anak masih butuh kapten buat mimpin mereka. Asal lo tau itu, Sen."
Barulah setelah berucap demikian, kuda besi Cakra kembali melaju di jalanan. Deru knalpotnya menggema keras memekakkan telinga siapa pun yang mendengar. Arsen hanya bisa menatap kosong kepergian cowok itu.
Anak-anak masih butuh kapten buat mimpin mereka. Asal lo tau itu, Sen.
Arsen berdecih. Salah satu sudut bibirnya terangkat. Sebuah senyum miring yang dipaksakan terbit di wajahnya.
***
Arsen kecil saat berusia 6 tahun. Di Venesia, Italia.
Kediaman keluarga Bryant tampak lengang sore itu. Hanya ada suara pantulan bola dari arah halaman belakang. Andreas Bryant, atau yang lebih sering disapa Tuan Bryant, sedang menemani putra semata wayangnga bermain basket. Pria itu duduk di sebuah gazebo yang terletak di dekat kolam renang, membaca artikel melalui tablet berukuran sedang, sesekali mengawasi Arsen dari jauh.
Tuk Tuk Tuk
Sebuah suara dengan ketukan yang teratur terdengar dari kejauhan. Atensi Tuan Bryant dan Arsen berhasil teralihkan pada saat yang bersamaan. Mereka saling tatap dari kejauhan. Saat suara itu semakin mendekat, keduanya dapat menebak dari mana asalnya. Suara dari hasil pertemuan antara heels dan lantai marmer rumah.
Muncullah seorang wanita cantik dari balik pintu yang mengakses rumah ke halaman belakang. Wanita itu memakai kemeja putih, celana panjang putih, dan blazzer merah terang. Rambut panjangnya dicepol rapi. Ada kalung mutiara yang bertengger di lehernya. Penampilan yang sangat modis.
"Mama," sapa Arsen seraya menggenggam bola basketnya.
Senika. Wanita cantik itu bernama Senika. Seorang figur ibu di kehidupan Arsen sekaligus tokoh publik terkenal berkat rancangan busana yang ia buat. Senika adalah seorang desainer pakaian.
Senika tersenyum menatap putranya. "Bagaimana bola basketnya? Suka?"
Arsen mengangguk. Bola yang sedang ia genggam ini memang masih tergolong baru. Senika baru membelikannya untuknya beberapa jam yang lalu.
Senika menoleh. Ia menatap suaminya yang sedang memperhatikannya dari kejauhan. Wanita itu lalu beralih ke Arsen lagi.
"Arsen, sekarang sudah waktunya istirahat. Kamu ke kamar, ya? Mama dan Papa punya urusan yang harus diselesaikan segera," ucap Senika dengan lembut.
Arsen kecil pun hanya mengangguk patuh. Ia segera masuk ke dalam rumah dan menaiki tangga menuju lantai 2. Cowok itu kini sudah ada di kamarnya.
Air muka Senika berubah. Tak ada lagi kelembutan di sana. Rahangnya menjadi tegas, matanya tajam, postur tubuhnya tegak sempurna. Wanita itu balik kanan. Ia menghampiri Tuan Bryant, suaminya.
"Kau sudah mengajukannya?" Tuan Bryant membuka suara untuk pertama kalinya.
Senika mengambil posisi duduk di hadapan Tuan Bryant. Wanita itu lantas mengangguk. "Aku sudah mengajukannya. Tadi siang tepat pada pukul satu."
Tuan Bryant ikut mengangguk. "Apakah kau sudah yakin seratus persen akan hal ini?"
"Bukankah memang ini yang kita harapkan dari awal?"
"Dan kau langsung menurutinya begitu saja tanpa berpikir lagi?"
"Dan untuk apa pula aku ragu? Orangtuamu sudah sangat jelas menulisnya di surat perjanjian. Setelah aku memberikan keluarga kalian keturunan laki-laki, aku tak lagi memiliki hak atas apa pun di keluarga Bryant."
Tuan Bryant berdecih. Ia membuang pandangannya ke sembarang arah. "Dan sekarang apa yang akan kau lakukan?"
"Ke bandara, penerbangan pukul tujuh malam. Aku akan segera meninggalkan Eropa malam ini juga."
"Dan membiarkan Arsen kehilangan ibunya begitu saja tanpa pamit?" Tuan Bryant menatap kolam renang sekilas, lalu kembali menatap Senika.
"Aku tahu tabiatmu. Kau pandai mencari alasan. Aku yakin kau tahu apa yang perlu kau lakukan."
Tuan Bryant menghela napasnya. "Senika, usia Arsen baru enam tahun. Dia akan memasuki masa sekolah dasarnya sebentar lagi. Dan kau akan tetap pergi dan meninggalkannya tanpa pengawasan seorang ibu?"
"Aku tahu itu." Senika terdiam sejenak. Ia tampak susah payah menelan salivanya. "Tapi aku sudah tidak punya hak lagi atas dirinya, Andreas."
Tuan Bryant dan Senika saling tatap.
"Kita menikah atas dasar perjodohan, Andreas, aku harap kau tidak lupa. Tidak ada perasaan apapun yang mendasari pernikahan ini. Dan kumohon, izinkan aku untuk melanjutkan mimpi-mimpiku yang tertunda. Demi kebaikan Arsen, demi kita, dan demi keluargamu. Aku tidak ingin kau melawan orangtuamu hanya karena surat perjanjian sialan itu."
Tuan Bryant diam tak berkutik.
"Tolong jaga Arsen. Titipkan salamku untuk semuanya. Beri alasan terbaik pada Arsen tentang kepergianku. Menetap di luar negeri, membangun agensi modelling di luar negeri, atau apa pun itu." Senika bangkit dari duduknya.
"Dan, Andreas."
Tuan Bryant mendongak, menyamakan posisi Senika yang lebih tinggi darinya.
"Terima kasih banyak. Aku yakin bahwa mempercayaimu adalah keputusan terbaik yang pernah kubuat. Sekali lagi, tolong jaga Arsen. Aku tak tahu kapan waktu akan berbaik hati mempertemukanku dengannya lagi. Sampai jumpa."
Dan setelah itu, Senika benar-benar berlalu dari hadapan Tuan Bryant.
***
Arsen tumbuh tanpa pengawasan seorang ibu. Hanya papanya yang kini ia miliki. Cowok itu pindah ke Indonesia tepat setahun setelah kejadian itu, saat usianya 7 tahun. Menetap di kota yang bernama Jakarta, masuk ke yayasan Satria Garuda, dan beradaptasi dengan lingkungan baru.
Arsen tahu soal 'alasan' kepergian Senika yang tiba-tiba. Senika sedang mengembangkan agensi modelling di luar negeri. Papanya tak pernah memberitahu di negara mana tepatnya. Ia yang saat itu masih kecil juga percaya saja. Terkadang terbesit rasa penasaran di hatinya. Namun ia memilih untuk tetap diam. Arsen memutuskan untuk tetap melanjutkan hidupnya, mencoba terbiasa, dan membiarkan semua rahasia terkuak dengan sendirinya.
Arsenico Bryant. Seorang pemuda yang selama ini hidup dalam ilusi semu tentang kepergian ibunya.
***
8 anak laki-laki melangkah beriringan di koridor. 2 di antaranya memimpin di depan. Mereka sukses mendapatkan atensi seluruh penghuni koridor.
KOMPLEK. Mereka terdiri dari Adam, Arsen, Angga, Anggi, Dave, Cakra, Daniel, Galen, dan Bagus. 8 siswa pentolan kelas VIII dari SMP Satria Garuda.
Bruk
Langkah Arsen terhenti, begitu pula dengan 7 siswa lainnya. Seorang siswa baru saja menabrak Arsen tanpa sengaja. Siswa itu membawa semangkuk salad, yang tentunya berakhir tumpah ke jas almamater milik Arsen.
"Cari ribut, ya, Bil?" Arsen tersenyum miring.
Billy. Siswa yang baru saja menabrak Arsen itu berdiri dengan badan gemetar. Kepalanya tertunduk ketakutan. Ia tak berani barang melihat sepatu Arsen saja.
Arsen menoleh, menatap Adam yang ada di sebelahnya.
Salah satu sudut bibir Adam terangkat. "Lo bersihin jas lo aja. Biar ini kita-kita yang urus."
"Oke." Arsen mengangkat kedua tangannya ke udara. "Gue nggak mau ngotorin tangan gue cuma buat urusan kayak gini," lanjutnya.
Arsen lantas menatap Dave yang berdiri di belakangnya. "Pastiin lo nggak ngebuat, nih, anak masuk rumah sakit. Lo semua nggak mau berurusan sama polisi, kan?"
Dan setelah itu Arsen meninggalkan kawanannya.
***
KOMPLEK yang dulu adalah sisi gelapnya KOMPLEK yang saat ini.
Komplotan itu menjadi saksi bahwa dulunya Arsen dan Adam adalah seorang teman. Termasuk dengan anggota KOMPLEK lainnya. Gerombolan itu awalnya hanya ada mereka, sebelum akhirnya kini beranggotakan hampir seluruh murid laki-laki di Angkatan 17.
Jangan tanya kenapa mereka dulu ada di sisi gelap. Lihat saja catatan mereka di ruang BK. Perundungan, berkelahi, biang onar, dan pelanggaran-pelanggaran lainnya. Bahkan pernah sekali ketahuan ikut serta dalam tawuran dengan anak-anak SMA.
Seperti yang sering dikisahkan di banyak cerita. Selalu ada sisi gelap dalam hidup ini. Dan untuk Saga Angkatan 17, KOMPLEK adalah sisi gelapnya itu sendiri.
Mereka adalah tukang bully. Melakukan perundungan sudah seperti makanan sehari-hari mereka. Billy adalah objek empuk yang menjadi sasaran perundungan mereka. Berbulan-bulan, bertahun-tahun. Mereka sudah saling mengenal sejak kelas 2 SD, persis setelah kepindahan Arsen dari Venesia ke Jakarta. Dan selama itu juga mereka telah merundung Billy.
Awalnya hanya sekedar mengolok-olok karena Billy memiliki tubuh yang lebih berisi. Hanya sekedar itu. Namun seiring bertambahnya usia, tindakan mereka semakin tidak terkendali. Mereka bahkan tak segan bermain fisik, membuat bercandaan yang berbahaya, dan lain-lain.
Itu semua terus terjadi bertahun-tahun. Hingga pada akhirnya, hari itu tiba.
"Sen, kita semua dipanggil. Disuruh ngadep pihak kepolisian di kantor kepala sekolah."
KOMPLEK──minus Adam saat itu──yang mulanya sedang asyik mengobrol di pojokan kantin dibuat terkejut. Wajah-wajah penuh humor itu langsung berubah 180° begitu mendengar kalimat yang diucapkan Galen barusan. Cowok itu menghampiri kawanannya dengan napas tersengal.
"Pihak kepolisian?" Angga bertanya untuk memastikan pendengarannya.
"Ada apa?" Cakra menyahut.
"Apa Si Billy ngadu ke bonyoknya soal kita?" timpal Daniel.
"Nggak mungkin. Sekedar ngadu ke guru aja dia nggak berani, Dan," ucap Dave.
Anggi yang biasanya santai bahkan menunjukkan ekspresi tegang. "Gal, lo bisa jelasin?"
***
Billy, objek perundungan KOMPLEK, ditemukan tewas di kamarnya setelah seharian lebih tidak keluar dari kamar. Ada sebotol racun tikus yang tergeletak di samping jasadnya. Keluarganya jelas terkejut bukan main. Mereka pun melaporkan soal ini kepada pihak kepolisian untuk ditelusuri.
Setelah melakukan penelusuran, nama KOMPLEK ada di daftar teratas sebagai penyebab utama kematian Billy. Karena berdasarkan penelusuran, KOMPLEK──minus Adam──adalah orang yang terakhir Billy temui sebelum mengurung diri di dalam kamar. Berita itu sangat menggemparkan jagat dunia maya pada saat itu. Nama besar Andreas Bryant dan Aland Ganesha ikut terseret. Kasus itu menjadi topik obrolan terhangat selama setengah tahun berturut-turut di yayasan Saga.
Arsen keluar dari ruang kepala sekolah dengan wajah datar tanpa ekspresi. Diikuti kawan-kawannya yang lain di belakangnya. Bisik-bisik terdengar sepanjang lorong yang mereka lewati. Dan ketika tiba di persimpangan utama, mereka berpapasan dengan Adam yang berlari dari arah berlawanan. Anak itu memasang wajah paling khawatir sedunia melihat teman-teman.
"Kalian──"
"Minggir," ucap Arsen dingin.
"Sen, lo nggak pa-pa?"
"Gue bilang minggir, ya, minggir!"
"Lo kenapa, sih?" Adam tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada temannya itu.
Iris hitam pekat itu menatap tajam sepasang iris kelabu yang ada di hadapannya. Tak ada percakapan, tak ada pergerakan. Seperti ada kabut mencekam yang menyelimuti keduanya.
"Damn you bitch!" bisik Arsen pelan, pelan sekali.
Arsen menabrak bahu Adam dengan kasar. Adam sampai terhuyung karena belum siap. Ia balik kanan, menatap kepergian Arsen dengan perasaan bingung setengah mati.
"Dam," panggil Galen.
Adam menoleh.
"Jangan ngomong sama Arsen mulai sekarang. Kita nggak ada yang tau apa yang bakal kejadian sama dia setelah semua ini."
Sejak saat itu hubungan pertemanan KOMPLEK menjadi renggang. Arsen menjauhi kontak dengan ketujuh temannya itu. Adam yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi hanya bisa pasrah mengikuti permainan yang ada. Sisanya juga demikian.
KOMPLEK dibubarkan secara paksa oleh sekolah. Masa kelam mereka berakhir tepat pada hari itu juga.
***
Menjelang kelulusannya ketika SMP, Arsen mengetahui rahasia yang selama ini orangtuanya tutupi darinya.
Mamanya tidak pergi ke luar negeri untuk mengembangkan agensi modellingnya. Orangtuanya cerai. Dan selama ini Arsen hidup dalam kebohongan.
Rahasia itu terkuak saat Arsen baru pulang dari acara gladi bersih untuk wisudanya esok hari. Ia tak sengaja mendengar percakapan Tuan Bryant dan Leo di ruang kerja papanya yang kebetulan pintunya terbuka.
"Keberadaan Nyonya Senika sudah ditemukan, Tuan. Indonesia, Pulau Jawa, di Kota Jakarta. Nyonya Senika ada di kota yang sama dengan kita sekarang." Leo melapor.
Tuan Bryant tampak diam sejenak. "Terima kasih informasinya, Leo. Tolong jaga informasi ini dengan baik. Jangan sampai Arsen tahu. Belum saatnya ia tahu semua ini."
Terlambat, Pa.
Arsen pergi menjauhi ruang kerja papanya. Ia kabur dari rumah selama 7 jam. Taman kota adalah pilihan terbaiknya saat itu.
Dari sekian banyak orang, Adam adalah orang pertama di luar keluarga Bryant yang mengetahui fakta tersebut. Anak itu tidak sengaja mendengar saat Arsen kena sidang di ruang BK karena membuat ulah di hari pertama MOS waktu kelas 10. Guru-guru SMA Saga rupanya sudah tahu. Mereka diminta oleh Tuan Bryant agar tutup mulut dan selalu berhati-hati untuk membahas latar belakang Arsen jika anak itu membuat masalah atau terkena kasus di sekolah.
Namun hari itu, skenario saat Adam tidak sengaja mendengar rahasia keluarga Arsen memang sudah ditakdirkan terjadi. Mau seberhati-hati apa pun guru-guru SMA Saga, jika memang sudah dikehendaki Tuhan, apa boleh buat?
***
"Nyokap lo kabur, heh?"
Saat itu gerimis kecil membungkus kota. Pukul 06.15 pagi. Masih terlalu awal untuk memulai pembelajaran. Tapi pagi itu Arsen sudah tiba di sekolah, berada di rooftop untuk sekedar melamun, hingga sebuah suara menginterupsinya.
Arsen menoleh. Didapatinya sosok Adam yang tengah berjalan mendekat.
"Pantes kerjaan lo nggak jelas. Sok berubah jadi orang misterius. Nyokap lo aja nggak jelas," ucap Adam.
Jangan salahkan Adam jika omongannya terkesan jelek. Pada hari di mana Adam mengetahui rahasia keluarga Arsen, ia hanya mendengar sampai pada penjelasan Mama Arsen yang pergi ketika usia Arsen 6 tahun. Ia tidak mendengar kelanjutannya. Skenario yang ditetapkan memang sudah seperti itu.
Arsen tak terkejut. Dari gelagatnya Arsen sudah tahu bahwa Adam mengetahui rahasia keluarganya dari lama. Tetapi ia marah, tentu saja. Adam tidak berhak mengatakan hal jelek itu pada mamanya.
"Gue tau lo udah denger semuanya. Lo boleh ngatain gue, tapi jangan Nyokap gue. Lo nggak punya hak buat itu!" tajam Arsen.
Adam mengembuskan napas panjang.
"Sen, KOMPLEK masih butuh lo."
"Lo lupa kalo KOMPLEK udah dibubarin ama yayasan?"
"Sen."
Arsen terkekeh. "Nggak usah sok bijak dengan nyuruh gue balik kayak dulu. Lo mau KOMPLEK balik lagi? Lawak lo, Dam."
"Gue lawak di mananya, hah?" Adam jadi semakin tak mengerti.
Arsen bangkit. Cowok itu berhadapan dengan Adam.
"Gue emang nggak sepinter lo, Dam, tapi gue nggak bego. Jangan kira gue nggak tau kalo ada uler di dalem KOMPLEK."
***
Kembali ke masa sekarang
Arsen duduk di bangku taman. Letaknya tidak jauh dari komplek perumahannya. Malam terus beranjak naik. Mungkin sekarang pukul 10 malam. Cowok itu menatap jalanan yang masih tetap ramai meskipun hari sudah gelap.
Beginilah kisah hidupnya. Arsenico Si Mysterio. Sesuai julukannya, hidupnya terlalu misterius dan penuh rahasia. Semenjak hubungannya dengan anak-anak KOMPLEK merenggang, cowok itu menutup diri dari siapa pun. Termasuk Diandra yang 24/7 selalu ada di sekitarnya.
Soal Diandra ... kalian sudah tahu alasan mengapa gadis itu bersedia berdampingan dengan Arsen setiap saat meskipun kehadiran hanya sekedar dianggap angin lalu oleh Arsen, bukan? Gadis itu menyukai Arsen. Sungguh sebuah perasaan yang polos. Di saat semua orang tidak pernah mau memiliki urusan dengan Arsen, berbeda dengan Diandra, ia justru ingin setiap saat berurusan dengan cowok itu.
Arsen tak peduli dengan adanya Diandra. Awalnya ia memang tidak suka. Siapa pula yang tidak kesal saat selalu diikuti ke mana pun? Tapi saat gadis itu menyatakan kebersediaannya untuk melakukan apa pun agar bisa berdekatan dengan dirinya, Arsen tak mungkin melewatkan kesempatan emas, kan?
Arsen tahu diri bahwa ia keterlaluan. Memanfaatkan perasaan tulus seorang gadis hanya demi keuntungannya sendiri. Seperti yang telah diketahui, Diandra adalah sosok pahlawan di balik terkumpulnya tugas-tugas Arsen selama ini.
Arsen sebenarnya peduli dengan sekolahnya, tapi itu dulu sebelum mengetahui bahwa ada banyak sekali rahasia yang keluarganya sembunyikan darinya. Untuk apa ia sekolah jika orang-orang terdekatnya, keluarganya, bahkan selama ini tega membiarkannya hidup dalam ilusi kebohongan? Arsen tak pernah mempercayai siapa pun sejak saat itu. Termasuk papanya. Entah sudah berapa kali Arsen mendengar berita miring tentang Tuan Bryant yang berkencan dengan banyak wanita. Padahal, selama hidupnya, Tuan Bryant yang Arsen kenal adalah pria yang sangat royal, termasuk kepada mantan istrinya──Senika.
Cowok itu bahkan sudah tidak bisa membedakan mana orang yang betulan tulus dengannya dan mana yang tidak. Bahkan Diandra sekali pun, Arsen tak bisa percaya padanya seutuhnya.
Kehadiran Arsen di dunia ini itu seperti angin yang berembus. Ada namun tak terlihat. Hanya dapat dirasakan. Selama ini ia membentengi diri, tak memberikan seorang pun akses untuk memasuki kehidupannya, membunuh semua perasaan manusiawinya. Satu-satunya yang bisa ia rasakan hanyalah marah. Kehadirannya di keramaian bagaikan cameo di sebuah cerita. Hanya sepintas, tidak pernah jadi yang utama, dan juga tidak dianggap penting.
Namun 1 hal yang perlu diketahui. Sosoknya yang sekarang adalah hasil dari bentukan masa lalunya yang kurang menyenangkan. Arsen dasarnya temperamental. Mudah terpancing, mudah tersinggung. Jangan pernah salahkan dirinya atas apa yang sudah terjadi. Jika memang ia bersalah, itu bukan karena dirinya, tapi karena lingkungan yang menciptakannya.
Seperti halnya batu yang keras dapat terkikis oleh tetesan air yang tenang. Masih ada 1 kunci yang dapat melunakkan sosok Arsen masa kini, membuatnya kembali menjadi sosoknya yang dulu, Arsenico anak baik dan selalu patuh pada orangtua.
Sentuh hatinya.
Hati Arsen yang selama ini telah dimatikan fungsinya perlu dioperasikan kembali. Hati itu membatu, terjebak oleh kukungan es yang dingin. Bongkahan itu memerlukan kehangatan yang murni untuk mencairkannya.
Dan sampai sini, lengkap sudah kita mengumpulkan 3 potongan puzzle utama. Potongan yang paling penting untuk menyempurnakan jalan kisah ini. Potongan masa lalu dari ketiga tokoh utamanya.
Jangan khawatir, belum, cerita ini masih jauh dari kata akhir.
Masih ada banyak potongan lain yang perlu kita cari. Perjalanan berikutnya telah menunggu kita di depan sana. Regalo masih membutuhkan beberapa bagian puzzle lagi yang masih hilang. Kisah hidup Ken, Adam, dan Arsen harus berakhir dengan sempurna.
Semoga harimu menyenangkan. Sampai jumpa.
REGALO
Hellaw swag people! I'm back finally.
Gimana sama chapter ini? Semoga suka ya ;)
Khusus chapter ini, sengaja aku buat lebih panjang dari 2 sebelumnya. Kemunculan Arsen di cerita sampai chapter ini dipublis mungkin bisa diitung pake jari alias nggak seberapa banyak. As his nickname, Mysterio. Hidupnya terlalu privat, misterius, jarang dipublis ke masyarakat umum. Maka dari itu aku ngebuat chapter ini, nulis semua yang terjadi di masa lalu Arsen, dan membaginya dengan kalian.
Tinggalkan jejak sebagai bukti bahwa kalian telah membaca bagian ini dengan pemberian vote dan komen, biar nggak jadi sider aja.
NGASIH FEEDBACK ITU GK DOSA KOK :D
Maaf bila ada kesalahan dalam penulisan.
Read REGALO until the end.
Thanks and see you 💙
Best regards,
Styakna
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top