25 : EYE CONTACT
Happily - One Direction
1:27 ━━━○─────── 2:57
⇄ ◁◁ II ▷▷ ↻
|
Hanya karena sebuah tatapan. Hal sesimpel itu bahkan sanggup memporakporandakan hati seseorang.
|
REGALO BAGIAN 25 : EYE CONTACT
Selepas pesta dadakan di halaman belakang hotel, Ken tak langsung kembali ke kamar. Adam mengiriminya sebuah pesan. Cowok itu hendak mengajaknya jalan-jalan sebentar ke sekitar hotel. Untuk urusan izin dengan guru pendamping sendiri juga bukan masalah. Mereka membebaskan para peserta di waktu bebas untuk jalan-jalan asalkan jarak yang ditempuh paling jauh 1 Km dan tidak melakukan pelanggaran di luar batas.
"Lo pasti capek banget, ya?" tanya Adam setelah beberapa kali memperhatikan wajah Ken.
Ken mengangguk seraya tersenyum tipis. Ia tidak ingin munafik.
Keduanya kini ada di depan deretan kafe dan klub yang berjejer-jejer begitu banyaknya. Nyatanya juga kota wisata. Walaupun sudah larut tetap saja banyak pengunjung berdatangan.
"Eh?" Ken terkejut karena Adam tiba-tiba saja berjongkok di hadapannya.
"Naik, Ken!"
Ken melotot. "M-maksud lo, lo mau gendong gue gitu?"
Adam mengangguk tanpa beban.
"Nggak, ah, Dam. Banyak orang. Malu."
Adam terkekeh. "Ngapain malu, sih? Skinship gitu, tuh, bukan hal tabu di tempat ini. Asal lo tau aja, kita sekarang ada di pemukiman bule. Daerah ini emang paling sering jadi inceran para bule buat liburan. Lo liat, tuh. Lo bahkan sekarang dikelilingin sama deretan kafe sama klub, yang dasarnya di negara barat sana pemandangan kayak gini udah biasa."
Ken juga menyadari akan hal itu. Sejak keluar dari hotel pemandangan yang ia temui di sepanjang jalan hanyalah kafe dan klub. Ramai semua pula. Tak ada satu pun tempat yang luput dari padatnya pengunjung.
Ken pun akhirnya menurut. Gadis itu naik ke atas punggung Adam dan segera melingkari leher cowok itu dengan tangannya. Adam pun berdiri. Ia membenarkan posisi Ken di punggung untuk sejenak sebelum melanjutkan langkahnya. Mereka pun kembali pada tujuan utama, mencari udara segar.
Ken menyandarkan kepalanya di bahu Adam. "Nggak ada bedanya, ya, ternyata sama Jakarta. Sama-sama rame."
"Di korsel sendiri serame ini nggak?" tanya Adam.
"Iya rame juga. Di sana jalannya lebar-lebar, kayak kota metropolitan lainnya. Jadi kesannya kayak lebih lancar-lancar aja gitu dibanding Jakarta."
"Oh, iya. Gue penasaran. Dari dulu pengen nanya lupa-lupa terus. Lo itu lahirnya di korsel?"
Ken terdiam sejenak. "Mau tau aja atau mau tau banget?"
"Wah ... mulai ngeselin lo, ya?"
Ken tertawa lepas.
"Oh, iya, satu lagi. Gue masih nggak percaya kalo Careez sama Jihan itu abang lo. Lo selalu cerita soal abang-abang lo tapi kenapa nggak pernah cerita soal Careez sama Jihan, hm?"
"Ya gue kira lo udah tau. Sorry aja sebelumnya lo tau sendiri, kan, gue dulu jaman SD sampe SMP anak ansos parah. Berdasarkan info yang gue dapet, lo masuk yayasan Saga barengan sama gue. Jadi, ya, gue ngira lo udah tau soal abang-abang gue. Jaman itu fakta soal gue adeknya Bang Kel, Bang Raja, Bang Harris, Careez, sama Jihan jadi bahan gosip sebulan penuh. Gue masih inget aja."
"Eh, tung──hah? Yang lo maksud itu Bang Kel mantan ketua ekskul teater, Bang Raja mantan ketua ekskul lukis, sama Bang Harris mantan waketos periode tahun lalu?"
Ken mengangguk.
"Gila, Ken, lo gila banget. Fakta sebesar ini baru lo kasih tau ke gue setelah kita pacaran hampir empat bulan?"
"Ini perasaan gue aja apa emang lo yang makin hari makin cerewet, sih, Dam?"
"Ish, Ken, skip dulu. Seriusan, lo beneran adeknya ketiga most wanted angkatan 16 itu?"
Ken berdecak lantas mengangguk.
Adam heboh sendiri. "Wah gila, sih. Eh, tapi, bisa pas banget gitu. Bang Kel, Bang Raja, sama Bang Harris, kan, agak jauh jarak lahirnya. Tapi mereka seangkatan. Betewe, gue tau dikit karena anak kelas gue dulu banyak yang ngefans berat sama mereka. Terus lo, Careez, sama Jihan juga agak jauh jarak lahirnya. Tapi kalian seangkatan juga. Coba lo jelasin runtutan lahirannya Nyokap lo, deh, Ken. Penasaran gue."
Ken terdiam. Kali ini bukan karena bingung atau tidak paham, melainkan karena pertanyaan Adam yang sudah menjurus ke ranah privasinya.
"Eh, s-sorry, Ken, gue nggak bermaksud. Aduh, kan, gue kalo udah penasaran emang suka banyak tanya sana-sini. Maaf banget."
Ken meneguk salivanya. "It's okay. Not a big problem."
***
Hari kedua study tour.
Waktu menunjukkan pukul setengah enam sore. Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit, rombongan SMA Satria Garuda tiba di pelataran parkir dari cabang pusat perbelanjaan yang begitu terkenal di pulau ini, Krisna. Bus menempatkan diri berdekatan dengan pintu masuk.
"Waahhh ... " Nana berdecak kagum melihat pemandangan yang ada di sekitarnya. Perempuan itu baru saja turun dari bus. Disusul Ken di belakangnya, kedua gadis itu berjalan beriringan memasuki pintu masuk.
Ken sama saja dengan Nana. Ia tidak bisa memungkiri bahwa pemandangan di sekitarnya saat ini benar-benar memanjakan mata.
Pusat perbelanjaan ini dikelilingi oleh hamparan sawah. Hamparan padi yang masih hijau tampak sejauh mata memandang. Angin yang berembus terasa menyegarkan──tentu saja karena cabang pusat perbelanjaan ini dibangun di sebuah komplek yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Daun-daun sulur melilit pilar-pilar yang ada di sepanjang jalur pintu masuk. Siluet cahaya jingga di ufuk barat bagaikan pemanis di sore hari itu.
"Seumur-umur gue baru pernah ke tempat perbelanjaan yang tempatnya ada di tengah sawah kaya gini. View-nya kece parahh!" ujar Nana dengan mata berbinar. Badannya terus-menerus berputar seolah ingin memuji setiap sudut dari tempat ini.
"Norak lo!" cibir Ken.
"Udaranya juga masih seger banget kayak di pedesaan-pedesaan gitu," kata Nana. Ia menghirup udara segar tersebut sebanyak mungkin.
"Ini, kan, emang di daerah pedesaan, Na," sahut Ken. Nana mengibaskan tangannya, seolah tak peduli dengan apa kata Ken barusan.
"Tempatnya juga sepi, nggak rame-rame amat. Bakal betah gue kalo disuruh belanja di sini seharian."
"Namanya juga cabang pusat perbelanjaan yang baru dibuka. Pastinya masih sepi pengunjung."
Nana menatap Ken tajam. "Plis, deh, Ken. Lo dari tadi komen mulu kaya netizen. Izinkan gue untuk memuji ciptaan Tuhan yang begitu indah ini meski hanya sesaat," protesnya.
"Sok puitis lo, Na! Tugas membuat puisi aja belum lo kumpulin sampai sekarang," balas Ken.
"KENYAAA!!!"
Ken tertawa pelan melihat Nana yang kesal karena ulahnya. Apalagi saat melihat pipi sahabatnya itu yang menggembung dan bibirnya yang maju beberapa senti. Ken puas sekali melihatnya.
***
Para peserta study tour SMA Satria Garuda tahun ini sedang melangsungkan makan malam di sebuah aula yang terletak di lantai dua dari cabang pusat perbelanjaan tersebut. Ada sekitar sembilan puluh orang yang mengular membentuk dua barisan di bagian prasmanan. Sisanya sudah menempatkan diri di meja bundar yang sudah disiapkan.
Personel GEMAZ telah berkumpul. Mereka memilih meja yang berada di sudut aula. Tempatnya cukup strategis. Desain aula ini yang sengaja dibangun dengan konsep outdoor, membuat rombongan SMA Satria Garuda dapat menikmati santap malam mereka dengan suguhan pemandangan di sekitarnya.
"Habis ini acaranya tinggal belanja oleh-oleh, kan?" tanya Kayla memastikan. Semuanya mengangguk serempak.
"Beli yang sekiranya cukup buat oleh-oleh orang di rumah. Jangan boros! Kalo belanjanya cepet selesai, kita semua juga bisa cepet istirahat. Besok kita masih ada perjalanan satu hari lagi di sini," pesan Ken kepada sahabat-sahabatnya.
"Gue udah punya list barang-barang apa aja yang mau gue beli nanti," ujar Nia.
"Bagus," kata Ken.
"Gue juga ada. Tapi gue selalu lemah kalo ngeliat barang yang lucu imut gitu," sahut Ghea.
"Harus bisa kontrol diri," balas Ken.
"Kalo gue nggak ada acara buat list kayak gituan. Kalo gue suka, ya, pasti gue beli," timpal Kayla.
"Lo udah habis setengah juta sendiri dari kemarin cuma buat jajan. Yakin jatah uang saku lo cukup?" tanya Ken.
Kayla meringis mendengar ucapan Ken. Ia sudah menghabiskan lima ratus ribu dalam tiga hari hanya untuk jajan.
"Dengerin, tuh, Kay! Jajan teroos kerjaannya tapi bodi segitu mulu," cibir Naida yang berhasil membuat Kayla melotot.
***
Pie susu yang lezat. Dessert yang menjadi oleh-oleh khas dan wajib dibeli jika berkunjung ke Pulau Dewata ini. Ken, Nana, Nia, dan Fidel kini sedang menyerbu pie tersebut.
"Lo beli berapa, Ken?" Nia bertanya seraya memilih-milih jenis pie yang akan ia beli.
Ken menatap tumpukan pie susu yang disusun rapi di hadapannya. "Cuma buat orang rumah aja. Lima kotak udah cukup. Lagian Careez sama Jihan juga beli."
Nia pun mengangguk. Ia mengikuti Ken dengan hanya membeli lima kotak pie susu saja.
"Lo juga beli lima doang?" tanya Ken.
"Iya," jawab Nia.
"Terus tetangga lo itu, yang sering lo ceritain kalo dia temen satu gengnya nyokap lo di warung sayur. Nggak dibeliin?"
"Dia nggak nitip. Ya udah."
Ken terkekeh. Nia menjawab pertanyaannya dengan alasan yang sangat logis.
"Ih, lo bertiga, kok, pada udahan, sih, milih pienya?" Fidel cemberut.
"Ya lagian elo milih pie doang udah kayak milih jodoh. Yang penting enak, bisa dimakan, bawa ke kasir, terus bayar. Selesai," sahut Nana.
"Ish, lo mah kayak baru kenal gue sehari dua hari. Lo tau sendiri gue anaknya paling nggak bisa milih-milih kalo belanja."
Nana berdecak. Gadis itu pun akhirnya memutuskan untuk membantu Fidel menentukan pilihannya.
"Ni, ke sana, yuk?" Ken mengajak Nia untuk melihat-lihat celana pendek rumahan.
Nia mengangguk setuju. Selagi menunggu Fidel, mereka berdua melihat-lihat celana.
"Ih, kok, lucu, sih, celananya?" Nia mengangkat satu celana pendek berwarna hijau pastel dengan motif yang sangat elok.
"Ini juga bagus, Ni." Ken mengangkat celana pendek dengan model yang sama. Hanya saja warnanya biru pastel.
"Beli, kuy?"
Ken dan Nia terdiam sesaat. Mereka lantas tertawa karena mereka tadi berucap di waktu yang bersamaan.
"Anti mainstream, ya, sendiri? Kapelan tapi kapelannya kolor," kata Nia seraya terkekeh.
Ken ikut terkekeh karenanya.
Ken dan Nia lanjut melihat-lihat lagi. Ken sendiri sebenarnya sudah merasa cukup. Tak ada lagi yang harus ia beli. Abang-abangnya di rumah tidak banyak menitip oleh-oleh. Hanya pie susu saja. Gadis itu menunggu Nia yang sedang memilihkan daster untuk mamanya. Ken pun melihat-lihat kerajinan tas yang dipajang di rak.
Saat sedang asyik melihat, melalui sela-sela rak yang bisa memperlihatkan sisi lain di seberang rak ini, Ken menghentikan segala pergerakannya. Gadis itu mematung. Iris cokelatnya bertabrakan dengan sepasang iris hitam pekat yang tampak menawan sekaligus misterius dalam satu waktu.
Cukup lama dua pasang bola mata itu saling beradu pandang. Ken lebih dulu memutuskan kontak mata. Gadis itu bergerak canggung. Setelahnya ia pun berlalu, menghampiri Nia yang posisinya sudah berpindah menjadi lebih jauh, dan mencoba melupakan kejadian barusan.
Arsenico Bryant, sang pemilik sepasang iris hitam pekat, apa maksud dari tatapannya tadi?
REGALO
Hellaw swag people! I'm back finally.
Gimana sama chapter ini? Semoga suka ya ;)
Tinggalkan jejak sebagai bukti bahwa kalian telah membaca bagian ini dengan pemberian vote dan komen, biar nggak jadi sider aja.
NGASIH FEEDBACK ITU GK DOSA KOK :D
Maaf bila ada kesalahan dalam penulisan.
Read REGALO until the end.
Thanks and see you 💙
Best regards,
Styakna
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top