22 : GIRLS AT THE AIRPORT
Act My Age - One Direction
1:27 ━━━○─────── 3:18
⇄ ◁◁ II ▷▷ ↻
|
"Yang paling seru dari persahabatan kami itu saat kami sedang berkumpul dan bertingkah konyol bersama tanpa mempedulikan berapa usia kami."
G E M A Z
|
REGALO BAGIAN 22 : GIRLS AT THE AIRPORT
Pukul tiga dini hari. Ken sudah bangun dari tidurnya. Ia sengaja bangun pagi supaya tidak terlambat menuju bandara. Jadwal keberangkatannya adalah 07.45. Tetapi, sekolah mewajibkan supaya tiba di bandara lebih awal.
Kaus berwarna navy dibalut dengan jaket parasut hitam dipadukan dengan celana jeans biru pudar. Kakinya dilindungi oleh sneakers berwarna senada dengan jaketnya. Rambut yang sepanjang bahu diikat ekor kuda supaya lebih ringkas. Tak lupa menyemprotkan splash cologne beraroma musky floral yang segar.
Ken menatap pantulan dirinya di cermin. Gadis itu sudah siap.
***
Mobil yang dikendarai oleh Kel akhirnya tiba di pelataran bandara. Careez, Jihan, dan Ken turun dari mobil. Raja dan Harris membantu ketiga adik mereka menurunkan koper dari bagasi. Tak lama setelah itu, Lamboghini milik Duo J menyusul dan parkir tepat di samping mobil keenam bersaudara itu.
"Have a nice flight, Dear," ujar Jae seraya melepaskan pelukannya dari Ken.
"Reez, lo yang paling tua. Gue serahin tanggungjawab ke lo," kata Kel.
"Sans, Bang."
"Kalo sampe balik-balik ada yang kurang gue betot lo," gurau Raja.
"Ututu ... bayi-bayi mau liburan," goda Harris seraya mencubit pipi Careez, Jihan, dan Ken satu persatu. Cowok itu dihadiahi tatapan sengit dari ketiganya.
"Kalian bertiga hati-hati di sana!" pesan Jen.
Ken mengangguk. "Kita berangkat. See ya again!"
Kel, Raja, Jen, Harris, dan Jae melambaikan tangan mereka melepas kepergian trio bungsu mereka.
***
Pagi hari pukul 07.00.
Ken, Nana, Nia, Fidel, Naida, Kayla, Ghea, Syafa, Caca, dan Ara terduduk dengan bosan seraya menatap kesibukan bandara. Sudah sejak satu jam yang lalu mereka tiba dan menunggu panggilan keberangkatan pesawat. Tidak hanya mereka, peserta study tour lainnya bahkan ada yang tertidur di lantai bandara saking bosannya.
Ken mendengarkan musik dengan headphone miliknya, berharap rasa bosan dan suntuk yang hinggap sirna. Nana dan Nia mengobrol. Fidel menghabiskan roti tawar dan susu kotaknya karena ia lupa untuk sarapan tadi pagi. Ghea asyik membaca AU di Twitter. Syafa, gadis itu membaca cerita online di salah satu aplikasi platform menulis yang banyak digandrungi oleh remaja saat ini. Sedangkan Caca dan Ara sibuk berpose ria di hadapan kamera.
"Beb, fotbar gaya girls in the airport skuy! Mumpung kita di bandara, nih!" heboh Caca dan Ara. Mereka semangat sekali jika disuruh untuk acara foto-foto seperti ini.
"Girls in the airport apa girls at the airport, nih?" tanya Nia.
"Bodo amat, ya, Ni, yang penting gece kita fotbar sekarang!" balas Caca.
Ken hanya melirik sesaat, kemudian kembali fokus mendengarkan melodi yang sedang mengalun di telinganya. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. Matanya terpejam. Kepalanya mengangguk-angguk kecil mengikuti irama musik yang ia dengarkan.
"Ayo foto, Ken!" ajak Nana dengan antusias. Tadi ia memang bosan, tapi setelah mendapatkan ajakan untuk foto bersama, mood-nya membaik seketika.
Ken tak bergeming. Ada dua kemungkinan. Pertama, Ken tidak mendengar suara Nana karena headphone yang ada di telinganya, dan yang kedua, gadis itu memang tak ada niatan untuk ikut foto bersama.
Bugh
Ken mengaduh kesakitan. Lengan kirinya menjadi sasaran empuk dari pukulan Nana. Perempuan itu melepas headphone-nya dengan kasar.
"Apaan, sih?"
"Ayo foto bareng!" ucap Nana.
"Mal──"
"Inget! Lo udah janji bakalan mau foto bareng kalo diajak," potong Nana cepat. Ken mendengus sebal. Dalam hati, ia merutuki mulutnya yang dengan gamblang mengucapkan janji tersebut tempo hari.
Dengan berat hati, Ken beranjak dari duduknya dan menghampiri teman-temannya yang sudah siap dengan posisi mereka. Padahal dulu mereka pernah berfoto dengan gaya seperti ini saat kepulangannya dari Amerika. Ken lalu memasukkan tangannya ke dalam saku jaket parasutnya. Rambutnya yang diikat ekor kuda mengayun mengikuti irama tubuh gadis itu ketika berjalan.
"Oke. Karena Ken udah mau, sekarang kita tinggal cari orang yang mau motoin," ujar Ara.
"EH, LARAS!" teriak Caca dengan suara toanya. Ia berusaha memanggil perempuan yang baru saja lewat di depan mereka. Perempuan itu menoleh. Laras namanya. Ia adalah salah satu teman satu angkatan mereka.
"Ampun, dah, Ya Allah! Temen saha sih?" gemas Naida. Gadis itu malu karena kini mereka menjadi pusat perhatian akibat teriakan Caca.
"Halah, sok-sokan lo, Da! Biasa juga lo lebih malu-maluin daripada Si Caca," sahut Kayla.
"Ngatain gue, bayar satu juta!" ucap Naida penuh penekanan.
"Ap──"
"Udah, nggak usah ngerebutin gue!"
Naida dan Kayla menoleh. Tidak hanya mereka, yang lainnya pun ikut menoleh. Mereka mendapati Ken yang justru sedang memandang mereka dengan tatapan tak berdosa.
"Sejak kapan lo jadi narsis, Ken?" tanya Nia yang diikuti dengan anggukan dari Ghea dan Syafa.
"Sejak tadi," jawab Ken singkat.
"Astagfirullah ... " Fidel menyebut seraya mengelus dadanya.
"Tumben lo nyebut, Del?" timpal Nana.
"Enak aja! Afidel Salih anaknya Papa Galih dan Mama Ani yang cantik menawan istimewa Yogyakarta ini, tuh, selalu nyebut tiga kali sehari setelah makan," kata Fidel bangga.
Ara yang gemas tak segan-segan menoyor kepala Fidel dari belakang. Berharap otak temannya itu kembali ke posisi semula.
"Ngaku nggak waktu dulu pembagian otak lo mampir buat ngantin?!" todong Ara.
Tawa Ken, Nana, Nia, Kayla, Naida, Ghea, Syafa, dan Caca pecah. Bagaimana bisa mereka kuat berteman dengan teman semacam Ara dan Fidel? Bisa-bisa selera humor para gadis itu terjun bebas setiap harinya.
"Ekhem ... Jadi, ini ada apa, ya, kalian manggil gue?" ujar Laras menghentikan tawa para gadis di hadapannya.
"Oh, iya. Lo bisa motoin kita nggak?" tanya Caca mewakili karena gadis itu yang tadi memanggilnya.
Perempuan itu mengangguk. Ia menerima ponsel yang disodorkan oleh Ara karena lainnya menyetujui ponsel Ara yang akan digunakan untuk foto.
"Ayo semuanya ambil posisi!" ujar Laras memberi instruksi.
Kesepuluh gadis itu mengambil posisi masing-masing. Ken mengambil posisi duduk. Punggungnya ia sandarkan pada kopernya, sedangkan kaki kanannya menekuk dan kaki kirinya diluruskan. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku jaket parasutnya. Gadis itu menjadi senter.
"Siaaap! 1 ... 2 ... 3 ... ," kata Laras memberi aba-aba.
Cekrek
"Boomerang, dong!" seru Nia. Semuanya menyahut tanda setuju.
Laras segera membuka aplikasi Instagram pada ponsel Ara. Ia mengetuk ikon kamera yang ada di sudut kiri atas. Segera ia mengaturnya menjadi boomerang.
"Siaap, ya! 1 ... 2 ... 3 ... !"
Lima menit berlalu. Para gadis itu telah membuat lebih dari sepuluh video boomerang dengan gaya berbeda-beda. Ada yang dengan gaya cantik, gaya bebas, gaya aneh, dan lain sebagainya.
Semuanya berhamburan mendekati Laras, hendak melihat hasilnya.
"Wah gila gue manis banget!" ujar Ghea heboh.
"Nggak mau tau detik ini juga lo harus kirim, tuh, foto sama videonya di GC!" paksa Caca.
Suara lantang panggilan menaiki pesawat terdengar di langit-langit bandara. Ken segera memasukkan headphone dan ponselnya ke dalam tas ransel, memastikan tidak ada yang tertinggal, menyiapkan boarding pass pesawat, lalu beranjak berdiri.
"Udah ada panggilan, tuh. Entaran, ya gue kirimnya?" kata Ara.
"Oke. Jangan sampai lupa, Ra!" sahut Nia.
"Makasih, ya, Laras udah mau motoin kita," ucap Syafa tak lupa berterima kasih kepada Laras.
Caca yang sebelumnya sudah nyelonong begitu saja, kembali ke tempat karena lupa berterima kasih kepada Laras.
"Eh, iya, maaf kelupaan. Makasih, ya, Laras," ucap Caca cengar-cengir.
"Dasar! Nggak tau terima kasih banget lo, Ca," cibir Ara.
"Apaan sih, Ra?! Lo kayaknya sirik banget sama gue," sungut Caca.
"Udah-udah nggak usah berantem!" ujar Nia melerai Caca dan Ara.
Nana memastikan tidak ada yang tertinggal. Perempuan itu menyusul di belakang Ken. Juga dengan yang lainnya.
Rombongan SMA Satria Garuda berbaris rapi menuju garbarata. Ada sekitar dua ratus lebih peserta yang mengular di pintu pemeriksaan terakhir. Para guru pendamping memimpin rombongan. Beberapa kali mereka memeriksa agar tidak ada yang tertinggal dan tidak segan untuk memberi peringatan jika ada peserta yang bermain-main.
"Berapa jam penerbangannya?" Nana basa-basi bertanya kepada petugas yang memeriksa boarding pass.
"Sekitar dua jam perjalanan," jawab petugas bagian boarding pass itu dengan ramah.
Ken mengeluh dalam hati. Walaupun hanya dua jam perjalanan, rasa bosan pasti akan datang. Semoga saja nanti di pesawat rasa kantuk segera menghinggapi dirinya.
***
Ken dan yang lainnya sudah masuk ke dalam pesawat. Mereka berjalan mencari tempat duduk yang sesuai dengan nomor mereka. Kebetulan sekali. Tempat duduk mereka saling bersebelahan. Sepertinya pesawat yang mereka naiki tidak akan tenang hingga tiba di tempat tujuan.
Ken mendapat tempat duduk di dekat jendela. Kemudian di sebelahnya ada Nana, Ghea, dan Syafa. Perempuan itu bersyukur karena sebelahnya adalah Nana, Ghea, dan Syafa. Mereka bukanlah tipe orang yang banyak bicara. Sehingga Ken memiliki harapan tidurnya tidak akan terusik.
Lima menit berlalu. Sembari menunggu boarding pass selesai, Ken menatap pemandangan yang ada di luar melalui jendela. Ia akan meninggalkan kota ini selama seminggu. Ia berharap, selama lima hari ke depan mood-nya selalu berada dalam keadaan baik. Perempuan itu sangat ingin menikmati liburannya kali ini. Ia ingin kembali me-refresh otaknya.
"Ken ... "
Ken menoleh dan mendapati Nana yang asyik dengan layar di hadapannya.
"Hm?" sahut Ken.
"Layar ini fungsinya sama kaya tablet nggak?" tanya Nana.
"Mungkin. Gue nggak tau juga," jawab Ken seadanya.
"Kira-kira nomornya doi kesimpan nggak, ya, di sini?" tanya Nana dengan polosnya.
Ken berdecak. Mengiakan saja apa kata Nana. Jika diladeni, bisa-bisa mulutnya kelepasan menyebut umpatan.
Iseng, Ken mengedarkan pandangannya. Sibuk mengamati interior pesawat. Hingga matanya tak sengaja menangkap sosok Arsen tengah duduk pada tempat yang berjarak dua kursi di belakangnya. Laki-laki itu tengah menatapnya.
Ken balik kanan. Perempuan itu mematung sesaat. Sedetik kemudian, tubuhnya terhempas pada kursi empuk yang menjadi tempat duduknya.
Apakah sejak tadi Arsen memperhatikannya?
***
Rombongan SMA Satria Garuda tiba di Bali sejak setengah jam yang lalu. Setibanya mereka di bandara, bus yang akan mengantar mereka berkeliling Bali selama beberapa hari ke depan telah berbaris rapi di parkiran.
Tujuan pertama yaitu hotel tempat mereka menginap. Hari ini rombongan diberi kesempatan untuk beristirahat seharian dengan harapan besok tidak kelelahan untuk mengikuti kegiatan study tour hari pertama.
Jarak antara bandara dengan hotel tidak terlalu jauh. Hanya memakan waktu perjalanan selama tiga puluh menit. Setibanya di sana, para peserta dikumpulkan terlebih dahulu untuk pembagian kamar dan kuncinya.
"Atas nama siapa?" tanya petugas resepsionis.
"Kenya Agatha dan Nadhila Ikhsani," jawab Ken.
Petugas resepsionis tersebut menatap layar monitor di hadapannya. Kemudian ia mengambil sesuatu dari dalam loker. Itu adalah kunci yang berupa kartu.
"Kamarnya nomor 227 dan ada di lantai dua," ujar petugas resepsionis itu seraya menyodorkan key card kamar Ken dan Nana.
"Terima kasih," ucap Ken dan Nana bersamaan. Petugas resepsionis tersebut tersenyum.
Ken dan Nana menyeret koper mereka menuju lift. Untung saja lift sedang sepi sehingga mereka tidak harus berdesak-desakkan. Begitu Ken menekan tombol angka dua, pintu lift tertutup.
"Waahh ... ," ucap Nana dengan mata berbinar. Ia berdecak kagum begitu pintu lift terbuka. Pemandangan lorong hotel di hadapannya benar-benar menakjubkan. Karpet berwarna ungu digelar sepanjang lorong. Lukisan-lukisan abstrak terpanjang di dinding. Lampu gantung berbentuk bulat menggantung di langit-langit. Pintu kamar berwarna senada dengan karpet. Semuanya ditata secara simetris kanan-kiri.
Ken meninggalkan Nana yang masih sibuk menikmati keindahan interior hotel tempat mereka menginap ini. Perempuan itu berjalan sebanyak lima langkah, lalu belok ke kanan dan berjalan sebanyak tujuh langkah. Ia hadap kiri dan langsung mendapati pintu kamar dengan nomor 227. Ken memasukkan key card kamar hotelnya. Begitu pintu terbuka, ruangan gelap menyambut mereka. Nana yang baru saja tiba, terkejut melihat kamarnya.
"Ken ... ," panggil Nana pelan.
"Hm?"
"Kita nggak salah masuk kamar, kan?" tanya Nana.
"Maksudnya?"
"Ya ... siapa tau yang kita masukin sekarang ini rumah hantu. Gimana kalo gue jump scare sampai pingsan karena ngeliat penghuni rumah hantunya? Kalo gue pingsan, gue dibawa ke rumah sakit. Gimana kalo gue masuk UGD terus dipindahin ke ruang ICU?" ujar Nana, hiperbola.
"Mikir lo kejauhan, Na!" kata Ken seraya berdecak. Sepertinya sahabatnya ini telah menjadi korban film horor.
Ken dan Nana menyeret koper mereka memasuki kamar tersebut. Nana meraba-raba dinding, mencoba mencari sakelar untuk menyalakan lampu.
"Astagfirullah!" Nana terkejut bukan main saat lampu kamar tersebut tiba-tiba menyala. Wajahnya langsung pucat pasi. Kakinya gemetar. Tenggorokannya terasa susah untuk menelan salivanya.
Nana menoleh ke belakang. Ia bingung mengapa sahabatnya itu dengan santai meletakkan key card pada sebuah tempat khusus di dekat pintu dan menutup pintu kamar.
"Ken, tadi lampunya nyala sendiri," adu Nana kepada Ken.
"Orang gue yang nyalain," jawab Ken seadanya.
"Hah?" Nana tak mengerti.
Ken mendesah berat.
"Nana, key card yang tadi dikasih sama resepsionis itu nggak cuma sekedar berfungsi sebagai kunci doang, itu juga berfungsi sebagai alat kontrol semua listrik yang ada di kamar ini. Kalo gue taroh key card itu di tempat khusus yang ada di deket pintu, otomatis listrik di kamar ini bakalan nyala, dan kalo gue cabut key card-nya otomatis listrik di kamar ini bakalan mati. Sampai sini paham?" ujar Ken menjelaskan.
Mulut Nana terbuka lebar. Ia melongo. Se-gaptek itukah dirinya?
"Makanya kalo Bokap lo ngajak ke luar kota atau luar negeri walaupun acara dinas kantornya ikutan aja!" ucap Ken.
Ken lalu meninggalkan Nana yang masih melongo di tempat. Ia memilih menata barang-barangnya dan membersihkan diri. Tubuhnya terasa lengket. Setelah mengambil peralatan mandi, gadis itu segera menuju kamar mandi.
"KENYAAA! KOK KAMARNYA DINGIN BANGET? JANGAN JANGAN ADA PENUNGGUNYA? EH, EH! KOK ADA KULKAS DI SINI? YA AMPUN! DINDING KAMARNYA KOK BISA SHINING, SHIMERING, SPLENDID GITU?? EH ASTAGA! ADA GULA, TEH, KOPI, SAMA KRIMER JUGA, KEN! NGETEH KUYY!"
Ken membanting pintu kamar mandi. Dosa apa yang telah Ken perbuat hingga ditakdirkan memiliki sahabat seperti Nana?
***
Ken mengempaskan tubuhnya ke atas kasur berukuran king size. Ia suka dengan sistem pembagian kamarnya. Setiap pasangan mendapatkan satu kamar. Jadi, tidak ada yang mengeluh karena kamarnya terlalu kecil akibat dihuni oleh dua sampai tiga pasangan.
Ken beranjak dari posisi tiduran menjadi duduk. Ia mendapati Nana sedang duduk di sofa sambil menonton televisi. Ken menggelengkan kepalanya. Tadi Nana sempat les privat dengan Ken tentang bagaimana cara menggunakan peralatan yang ada di kamar ini. Ken mengakui semua fasilitas yang ada di kamar ini berlabel kelas atas. Ken tidak kehabisan akal. Jauh hari sebelum keberangkatan, Ken sudah mempelajari bagaimana cara menggunakan peralatan di hotel bintang lima melalui internet, dan itu sangat berguna sekali.
ೋ•◦𝐆𝐄𝐌𝐀𝐙◦ೋ
Kenya Agatha
Lo pada kamar nomor berapa?
Zikayla Hafidha
221
Firania Hidaningrum
222
Kumara Laura Salma
223
Gheanda Rizkita
224, gue sekamar sm Caca.
Naida Ramawar
225
Afidel Salih
226, gue sekamar sm Syafa.
Kedua mata Ken membulat sempurna. Bukankah keenam angka tersebut adalah angka sebelum angka 227?
Ken loncat dari atas kasur. Ia bergegas membuka pintu kamar dan keluar. Nana yang terkejut sekaligus penasaran mengekor di belakang Ken.
Ken menghadap ke arah kanan. Enam pintu kamar di samping kamarnya itu juga terbuka bersamaan dengan dirinya. Dari setiap kamar, muncul penghuninya masing-masing. Mereka semua saling tunjuk dengan raut wajah antara tidak percaya sekaligus senang.
"KAMAR KITA SEMUA SEBELAHAN!"
REGALO
Hellaw swag people!
Gimana sama chapter ini? Semoga suka ya ;)
Jujur ya chapter 22 ini tuh udah aku buat dari tahun 2019. Percaya nggak? Wkwk, iya tau chapter ini ngaret lama banget di draft. Nggak cuma chapter 22 aja, alur cerita keseluruhan juga udah aku siapin dari tahun 2019. Udah berulanggggggg kali aku bongkar pasang dan ngerombak alurnya. Percayalah gengs, alur pertama yang aku bikin buat Regalo itu jauhh banget dari yang udah aku ceritain sampe chapter 22 ini. Tokoh utamanya tetep Ken, tapi ada beberapa tokoh yang udah kalian kenal sekarang dulunya nggak ada di alur pertama.
So, aku harap hasil akhirnya nanti bisa memuaskan. Asli gengs, waktu aku publis chapter pertama buat cerita ini tuh aku deg-degan banget. Nggak tau jelas kenapanya juga wkwk.
POKOKNYA SEMOGA KALIAN SUKA SAMA HASIL AKHIR ROMBAKAN ALUR INI.
Tinggalkan jejak sebagai bukti bahwa kalian telah membaca bagian ini dengan pemberian vote dan komen, biar nggak jadi sider aja.
NGASIH FEEDBACK ITU GK DOSA KOK :D
Maaf bila ada kesalahan dalam penulisan.
Read REGALO until the end.
Thanks and see you 💙
Best regards,
Styakna
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top