Chapter 8

"Haihh.. Jatuh lagi"

Gumaman itu terus keluar dari mulutnya. Kaki rampingnya berjalan mengikuti arah bola yang terpantul menjauh darinya.

Surai panjangnya ia ikat ponytail secara acak, wajah manisnya kadang merengut sebal kala bola yang ia mainkan menjauh darinya.

Dia adalah Hinata, dia lah yang memainkan bola volly di taman sore itu. Hal itu sudah menjadi aktivitasnya semenjak seminggu setelah dirinya menjadi manager di klub volly sekolahnya.

Awalnya dia memang tak berniat atau mungkin harus memendam minatnya untuk bermain volly. Dia hanya bisa memandang teman serta para senpainya bermain dari sisi pinggir lapangan bersama Kiyoko.

Tapi semakin lama ia melihat mereka semua, entah mengapa gejolak yang dulu pernah ia rasakan kembali muncul.

Rasa saat ia melihat untuk pertama kalinya sang Raksasa Kecil bermain di tingkat Nasional bersama rekan setimnya.

Ah, Hinata ingat itu. Rasanya seperti gwaahh dan boomm.

Bola kembali ia lambungkan, lalu melakukan received atau hanya sekedar memutar bola itu saja.

Dia menghela nafas, berlatih sendiri tanpa patner itu membosankan. Ditambah dia masih awam untuk memainkan bola tersebut. Pergelangan tangannya sudah sakit sejak tadi, namun ia masih saja memaksakan untuk bermain.

Jam taman sudah menunjukkan pukul 5 sore. Hinata bersiap pulang ke rumahnya, dia tak mau menerima konsekuensi akan diperlakukan buruk lagi jika sampai terlambat pulang.

Bola volly tadi ia masukkan ke tas khusus bola volly nya. Setelah memastikan semua barangnya telah ia rapikan, dia kemudian melangkahkan kakinya keluar dari area taman.

Berjalan sejenak ke arah barat menuju salah satu rumah yang lebih besar dari yang lain.

Wajahnya berbinar kala melihat sosok teman SMP-nya kebetulan ada di luar, dengan langkah cepat Hinata menyusul pemuda itu seraya berseru memanggil.

"KOJI!!!!!"

Pemuda itu menoleh, sebuah senyum terulas di wajahnya saat tahu siapa yang memanggilnya. Langkah yang tadi hendak ia lanjutkan untuk masuk ke halaman rumah ia hentikan berniat menunggu temannya tersebut.

"Hinata? Bagaimana latihanmu?" Koji menerima tas bola milik Hinata.

Karena orang tua Hinata melarang keras dirinya untuk bermain volly maka ia menitipkan bola miliknya itu ke Koji, lagipula hanya Koji yang mengerti kondisinya saat ini.

"Yaa.. Seperti biasa. Aku masih berada dalam level paling bawah dalam bola volly" Ungkapnya lalu terkikik kecil, Koji yang ada di hadapannya hanya menggelengkan kepalanya.

Antara kagum dan heran dengan tingkah sahabat SMP-nya tersebut.

"Kalau begitu aku duluan ya Koji, jaa mata" Pamit Hinata sebelum akhirnya berlari menuju arah dia datang tadi. Samar-samar Hinata dapat mendengar balasan Koji sebelum dirinya menjauh.

Langkah kakinya yang cepat dan ringan memudahkan dirinya untuk lebih cepat sampai di rumah. Dia bahkan sampai tak memperdulikan sekitar dan hanya terus berlari menuju arah rumahnya.

Tap

Lengannya di tahan, hal itu sontak membuat Hinata terkejut dan lantas segera menoleh ke belakang.

Iris sewarna madu terbelalak saat melihat sosok pemuda yang lebih tinggi darinya dengan tampang mengerikannya menatap tajam ke arahnya.

Wajah Hinata pucat, irisnya bergerak kesana kemari guna mengalihkan pandangannya dari sosok di hadapannya.

"Darimana? Dan juga kau penuh keringat" Hinata menelan salivanya gugup, mulutnya masih enggan terbuka dan juga suaranya enggan keluar membuatnya hanya mampu terdiam seraya memandang panik sekitar.

Sebuah handuk bersih tersodor di depan wajahnya, Hinata menoleh ke sampingnya dimana orang itu juga menoleh ke arahnya.

Kageyama, orang yang tadi mencekal lengan Hinata dan menyodorkan handuk tersebut mengernyit heran kala matanya menangkap sebuah memar samar di lengan Hinata.

Handuk dia letakkan begitu saja di atas kepala Hinata lalu kembali menarik lengan mungil itu agar lebih dekat ke arahnya. Hal itu sontak membuat tubuh Hinata tertarik ke depan sehingga membuatnya jatuh pelukan Kageyama.

"Apa yang terjadi?"

"E... Eh?"

Wajah Hinata yang menunduk sontak terangkat, dipandanginya mimik wajah Kageyama yang sepertinya menahan amarah.

Lirikan pada Iris madunya beralih pada lengannya yang menunjukkan beberapa ruam merah yang sangat ketara.

"I-itu.. "

Jelas sekali dia kelabakan mencari alasan, dia tak mau Kageyama tahu dari mana ia mendapatkan memar tersebut.

Dalam hal ini, Kageyama tak bisa menahan amarahnya. Dia segera membawa Hinata masuk ke cafe yang ada di sebelahnya.

"Tu-tunggu Kage-yama-kun! Ki-kita mau kemana?!" Hinata berseru bingung, bahkan beberapa pelanggan cafe tersebut kini melihat ke arah mereka.

Berspekulasi jika mereka adalah pasangan yang sedang bertengkar.

Kageyama diam, dia terus membawa Hinata menuju lantai dua tanpa memperdulikan tatapan heran para pelanggan.

Beberapa pintu terlewati lalu sampailah keduanya di sebuah pintu yang berwarna terang. Tanpa babibu Kageyama segera membuka pintu tersebut dan berjalan masuk bersama Hinata yang masih ia seret.

"Duduk!"

Tubuh mungil Hinata bergetar, dia tak pernah melihat Kageyama semengerikan ini sebelumnya. Jadilah dia mau tak mau harus menuruti perintah pemuda Raven tersebut.

Kageyama keluar, meninggalkan Hinata yang terheran-heran di ruangan tersebut seraya memperhatikan sekeliling.

Dia cukup terpesona dengan interior ruangan tersebut, sangat nyaman dan juga unik.

Wallpaper dinding tersebut terbagi menjadi dua, satu bercorak buah jeruk dengan dasar warna kuning sementara yang lain bercorak buah blueberry dengan dasar warna hitam.

"Kau harus ceritakan semuanya setelah ini" Kageyama tiba-tiba masuk kedalam ruangan seraya membawa kotak P3K dan sebuah baskom.

Dia segera duduk di sebelah Hinata dan menaruh baskom tersebut di nakas. Tangannya menarik dengan perlahan lengan mungil Hinata dan mulai mengompresnya dengan handuk yang sudah ia celupkan ke baskom tadi.

"Sshh... Ittai" Ringis Hinata saat memarnya terkena handuk tersebut.

Kageyama mendengus, handuk tadi ia sisihkan di pinggiran baskom dan mulai meneteskan obat merah ke kapas. Dengan sangat perlahan di tempelkan kapas tersebut ke memar yang ada di lengan Hinata.

Total ada tiga perban yang kini melilit satu lengan si surai orange tersebut. Untungnya tangannya yang lain hanya mendapat satu lilitan perban.

Kageyama membereskan barang kesehatan yang tadi ia pakai, menaruhnya terlebih dahulu di nakas bersamaan dengan baskom tadi.

Tatapannya kini tertuju pada si surai orange yang masih memperhatikan perban di lengannya.

"Jadi?"

"Huh? Apa?"

Kageyama menghela nafas, dia harus benar-benar menahan amarahnya di hadapan si surai orange ini. Jika saja ia marah mungkin saja salah satu pegawai di sana akan melapor pada sang kakak.

Ya, ini adalah cafe sang kakak dan kebetulan saja sang kakak sedang pergi keluar.

"Asal lukamu boke! Kau tak mungkin mendapatkan luka jika kau tak melakukan tindakan ceroboh" Jelas Kageyama dengan nada yang menahan amarah.

Hinata tertawa hambar, tengkuknya ia garuk tanda gugup. Pandangan manik madu itu menatap ke bawah karena tak berani bertatapan muka dengan Kageyama.

"Itu.. Aku terjatuh"

Tentu saja ia berbohong.

Ia tak mau Kageyama tahu tentang aktivitasnya itu ingat?

Tapi sepertinya Kageyama tak bisa di bohongi untuk sekarang, pemuda dengan iris biru navy itu justru mendengus remeh. Seolah tak percaya dengan jawaban itu.

"Yang benar saja, jika kau terjatuh mungkin ada luka gores atau luka dan bukannya memar" Ejek Kageyama dengan pandangan sinis.

Hinata memutar bola matanya bosan, dia kemudian berdiri dan menoleh pada Kageyama.

"Sudah sore, aku pulang dulu Kageyama-kun" Baru saja kakinya hendak bergerak, lengannya sudah lebih dulu di cekal kembali oleh Kageyama.

Dia menoleh, "Kageyama-kun"

"Ck, kuantar. Ayo"

Bahkan Hinata belum menjawab iya atau tidak tapi pemuda itu sudah terlebih dahulu menyeretnya kembali. Sama seperti tadi.

"Pelan-pelan Kageyama-kun!"

"Kau saja yang lambat boke"

Keduanya sudah keluar dari cafe dan kini berjalan berdampingan di trotoar menuju rumah Hinata.

"Aku bukan boke Bakageyama!" Balas Hinata dengan nada geram.

"Apa kau bilang Hinata boke?!" Kerah baju si surai orange di cengkraman oleh Kageyama, dia kemudian menggoyang anarkis tubuh mungil itu.

"Bakageyama!! Lepaskan! Aku tercekik!"

"Boke Hinata boke!!"

"Bakageyama!!!"

Ya ampun, mereka benar-benar suka sekali bertengkar.



23 Agustus 2020.

Jawa Timur.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top