Chapter 19

"Begitu ternyata"

Manik matanya bergerak menuju ke obyek yang tadi di bicarakan, wajahnya nampak serius mengamati si surai orange yang masih berbincang dengan senpai mereka.

"Tapi kenapa Shouki berpenampilan seperti itu?" Pertanyaan dari Tanaka adalah pertanyaan yang sama yang hendak ia tanyakan. Dia tak ingin memiliki stigma negatif pada adik kelasnya satu itu.

"Aku juga belum tahu, lebih baik kita hampiri mereka" jawab Kiyoko yang lantas meninggalkan Asahi, Tanaka serta Nishinoya yang masih terdiam di tepat pintu.

Hinata sendiri, ia masih nampak berbincang-bincang ringan dengan Sugawara serta Daichi. Ia juga berkata bahwa ia juga akan memberitahu anggota team yang lain tak terkecuali Kageyama sendiri.

Dan jika pun Kageyama hendak memutuskan pertunangan mereka ia juga tak apa.

"Ah kalian ternyata" Sugawara melambai ringan saat melihat rekannya yang lain. Mereka segera duduk melingkar agar semua dapat mendengarkan secara jelas alasan si surai orange itu bercerita.

Angin siang hari yang lumayan sejuk membuat mereka tak begitu kepanasan, ditambah ada beberapa tempat berteduh jika seandainya suhu matahari semakin meningkat.

Rapat guru mungkin akan bertahan sampai jam istirahat dan itu masih lah lama sehingga mereka bisa sedikit santai.

Hinata menelan salivanya gugup, jujur ini pertama kalinya ia mengatakan rahasianya ini, ia juga bukan tipe yang akan mengatakan rahasianya secara gamblang hanya untuk simpati orang.

Cerita demi cerita ia katakan, sesekali juga berhenti untuk menahan emosi yang timbul kala mengingat kejadian kelam yang ia terima.

Enam pasang mata yang melihatnya terbungkam dengan ceritanya, tak ada satupun yang menyela ataupun memotong cerita itu. Mereka sama-sama menyimak cerita yang keluar dari bibir mungil tersebut.

Sesekali iris mereka pun juga akan melebar karena terkejut dan tak percaya, otak mereka secara langsung menggambarkan apa yang terjadi. Bagaimana pundak mungil itu tahan dengan semua hak yang terjadi padanya. Bagaimana hati itu tetap berlapang dada walau harus diperlakukan sedemikian rupa oleh orang tua kandungnya sendiri.

Bak di sebuah pementasan drama, mereka seolah ikut bisa melihat secara langsung apa yang terjadi pada Hinata saat itu.

Saat dia mengatakan jika Ayahnya tak segan untuk mencambuknya jika ia tetap menentang dirinya ataupun bagaimana saat Ibunya menyiramnya dengan air panas jika masih mengungkit tentang kakak kembarnya.

Hal itu terbayang secara nyata di benak mereka semua. Suara cambukan serta pecahnya vas bunga karena menentang mereka berdua. Semua itu tergambar dengan jelas.

Bunyi cambuk yang bersentuhan langsung dengan kulit berkali-kali serta bau amis darah yang keluar seolah mencekik mereka kuat-kuat.

Tetes demi tetes air mata kembali turun, aura runyam mengelilingi mereka. Emosi sedih mengambil alih mereka dan mengubahnya menjadi tangisan serta isakan kecil yang perlahan terdengar.

Hinata bahkan berkali-kali mengusap matanya yang kembali terbasahi oleh liquid bening tersebut. Isakannya kadang juga ikut terdengar menyertai ucapannya tersebut.

****

Bel istirahat berbunyi, para murid mulai banyak yang berhamburan keluar menuju kantin untuk membeli makanan. Ada pula yang pergi ke gedung olahraga untuk bermain bola dan ada pula yang tetap berada di kelas seraya berbincang mengenai pelajaran.

Mereka masih terdiam, raut wajah mereka masih sedih nan kuyu karena cerita tadi.

Sejak 10 menit yang lalu pun tak ada yang mau membuka percakapan setelah Hinata selesai bercerita. Masing-masing masih diam dengan kesedihan yang menyelimuti mereka.

"Maaf membuat kalian turut sedih"

Hinata membuka suara terlebih dahulu, wajah yang masih memiliki bekas air mata itu ia usap kasar beberapa kali. Perasaan bersalah karena membuat para senpainya bersedih sedikit demi sedikit menggerogoti dirinya.

Dia benar-benar tak bermaksud membuat para senpainya itu seperti ini.

Sugawara menggeleng, pucuk kepala sang surai orange di elusnya perlahan.

"Tak apa Hinata"

Nishinoya berdiri, Tanaka yang berada di sebelahnya mendongak, penasaran kenapa tiba-tiba Libero mereka itu berdiri.

"Sho.. Shoyo!"

Hinata menoleh, irisnya membulat karena tiba-tiba saja Nishinoya menerjang ke arahnya.

"Aku akan melindungimu" ucapnya tepat di sebelah telinga Hinata.

Hinata yang mendengar itu tersentak, dia melirik ke arah senpainya itu dengan pandangan tak percaya. Baru kemudian ia tersenyum lebar seraya membalas pelukan Nishinoya.

"Arigatou... Noya-senpai"

Mendengar kata senpai yang keluar dari mulut Hinata membuat matanya berbinar-binar. Ia melepaskan pelukannya dan mengibaskan pony depannya tersebut dengan gaya sombong.

"Be-betsuni! Itu tugas seorang Senpai ahahaha!" Ucapnya yang lalu di akhir dengan tawa puas.

Sugawara menggeleng melihat kelakuan juniornya tersebut, ia tak sengaja menoleh ke arah Daichi yang nampaknya tengah memikirkan sesuatu.

"Daichi, kenapa?"

Daichi menoleh, dia nampak membuang napasnya sejenaknya. "Ini-"

****

Punggung tegapnya berjalaj melewati beberapa siswa dan siswi yang juga ikut keluar dari kelasnya. Wajahnya yang dikabarkan menakutkan itu membuat beberapa siswa lain segera menyingkir dari jalannya.

Padahal jika di perhatikan dengan teliti rupanya tak begitu menyeramkan bahkan terkesan tampan.

Seperti janjinya tadi, saat istirahat Kageyama memang menjemput Hinata untuk istirahat bersama. Ia melongok ke dalam, mencari keberadaan si surai orange yang telah mencuri hatinya sejak mereka ke Tokyo.

"Kemana si boke itu?"

Iris blueberrynya mengamati sekitar, mencari kembali dengan teliti keberadaan Hinata.

"Kageyama-san? Apa kau mencari Hinata?" Salah satu anak di kelas itu mengetahui keberadaannya, Kageyama segera menoleh.

"Ya, dimana dia?"

"Sugawara-senpai membawanya, kudengar mereka berada di atap sekolah" katanya seraya menunjuk ke arah lorong yang menuju ke arah atap.

Kageyama mengangguk, ia hendak melangkahkan kakinya jika saja siswa tadi tak menahan lengannya. Kageyama menoleh, wajah datarnya membuat siswa tadi berjengkit kaget serta takut.

"Ada apa?"

"Ta-tak jadi"

Kageyama berdecih, dia segera menarik kembali lengannya yang masih di cekal siswa tadi dan kemudian berjalan kembali menuju atap hendak menemui Hinata serta menanyakan kenapa ia bersama kakak kelas mereka.

Sepanjang perjalanan, Kageyama bisa melihat beberapa dari siswa dan siswi yang sedang di luar kelas nampak membicarakan tentang Hinata.

"Hei.. kau dengar kan? Hinata dari kelas sebelah"

"Wahh tak kusangka ya"

"Aku jadi penasaran dengan aslinya"

Kageyama mengernyitkan dahinya heran, ada apa dengan Hinata? Kenapa mereka tiba-tiba membicarakan tunangannya tersebut?

Rasa penasarannya semakin kuat, dia segera berlari menuju atap di mana Hinata serta Sugawara berada.

Anak tangga demi anak tangga ia lewati dengan tergesa, saat maniknya menemukan pintu atap ia segera membukanya dengan tergesa.

BRRAKKK

"HINATA!"

Beberapa pasang mata melihatnya dengan terkejut, bertanya-tanya kenapa dirinya datang dengan tiba-tiba seperti itu. Bahkan sampai mendobrak pintu seakan sedang dikejar sesuatu.

Kageyama tak kalah terkejut, dia menemukan bukan hanya Sugawara saja yang ada disana namun juga ada kakak kelasnya lain seperti Daichi, Asahi, Kiyoko, Tanaka serta Nishinoya pun ada disana.

"Ka-Kageyama-kun?!"

















Ada typo? Beritahu saya ^^

Hyaaah~
Akhirnya cuaca cerah lagi, sudah beberapa hari di daerah saya hujan dan saya tak memiliki mood yang cukup bagus untuk mengupdate buku ini -v-||

Beberapa chapter lagi ini tamat muehehe
Aaaa tunggu, sepertinya beberapa chapter belakangan AN saya selalu tentang akan tamatnya buku ini ya? Hehehe maafkan saya ( ╹▽╹ )

Saya hanya sangat antusias untuk segera mempublikasikan buku baru saya. Lagi pula ini adalah buku terlama saya '-'||

Terhitung satu tahun yang saya habiskan untuk buku ini. Bahkan buku sebelah lebih cepat tamat daripada buku ini.

Oke deh begini dulu, sampai jumpa di chapter selanjutnya~

Baii~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top