Chapter 8
"Kencan?!"
"Nggak tahu. Kayaknya sih gitu." aku meremas-remas rambutku. Claire melirikku sambil tersenyum jahil dari kursi pengemudi, di tengah perjalanan kami. Dia lulus ujian mengemudinya dua hari lalu, karena itu dia bersikeras untuk mengantarkanku pergi. Aku sudah janjian dengan Leanna dan Chuck untuk menjenguk Seth pagi ini. Tentu saja aku tidak bilang yang sesungguhnya kepada Claire aku hendak ke mana, karena itu aku memintanya menurunkanku di sebuah minimarket di dekat rumah sakit, berbohong padanya bahwa aku akan menunggu teman-temanku di sana.
Biar bagaimanapun, aku jadi agak merasa bersalah. Claire sudah meminta maaf padaku atas segala sikap menyebalkannya, tapi aku malah menutup-nutupi keadaan Seth.
Karena entah kenapa... aku tidak ingin Claire bertemu dengan Seth.
Aku jadi kayak jalang egois.
Ngomong-ngomong, bukan kebiasaanku untuk curhat soal cowok yang mengajakku kencan kepada adikku, pertanda bahwa situasi saat ini benar-benar genting.
"Pastinya Ethan sangat memperhatikanmu sampai bisa-bisanya dia mengajak Nona Kuper seperti kau untuk kencan..."
"Ha-ha. " aku tertawa datar, lalu mendesah frustasi, "Aku punya perasaan nggak enak tentang ini."
"Kita lihat saja dulu. Kapan dan di mana kau akan menemuinya?"
"Wendy's Sabtu ini. Pukul empat." masih terngiang kata-kata Ethan sebelum dia meninggalkan kamus di kepalaku.
"Wendy's?!" Claire terbahak, "Serius?!"
Aku memberinya tatapan letih. Claire lalu berkata dengan ceria, "Tapi hebat! Aku dan Lee bisa mencarikan baju yang bagus untuk..."
"Claire, tolong jangan beritahu Leanna tentang hal ini." aku tiba-tiba teringat.
Claire mengernyit heran, "Kenapa? Bukankah dia teman baikmu...?"
"Yeah, hanya saja... apa yang akan dia dan Chuck pikirkan jika tahu aku... uh... pergi dengan orang yang... memusuhi mereka?"
"Cukup masuk akal. Oke. Aku nggak akan bilang padanya." Claire mengangkat bahu, "Kau merasa gugup, Klo?" dia bertanya dengan tatapan nakal.
Jujur saja, aku lebih merasa khawatir dikerjai lagi daripada gugup. Ketika akhirnya kami tiba di minimarket, aku turun dari mobil dan memberitahu Claire bahwa dia tidak perlu menjemputku karena Leanna dan Chuck yang akan mengantarku pulang nanti.
Setelah lima menit berjalan, aku tiba di lobi rumah sakit dan melihat Chuck dan Leanna sudah tiba duluan. Kami bersama-sama naik ke lantai tempat kamar rawat Seth berada, dan duduk di ruang tunggu. Kami tiba agak terlalu pagi, maka kami perlu menunggu hingga memasuki jam besuk sebelum diperbolehkan melihat Seth.
Ketika akhirnya kami diperbolehkan masuk ke kamar Seth, aku melihat cowok itu sedang duduk di ranjang rumah sakit, memainkan sesuatu dari tabletnya. Ketika menyadari kehadiran kami, cowok itu mendongak dan ekspresinya berubah cerah.
"Hei, kawan-kawan." Seth nyengir seraya ber-high five dengan Chuck, sementara Leanna membongkar belanjaan yang kami bawa.
"Apel. Keripik kentang. Jus. Puding cokelat. Roti pizza. Dan lain-lain, semua titipanmu." Leanna menyusun makanan-makanan itu di meja samping ranjang Seth.
"Keren, trims." Seth langsung meraih roti pizza-nya.
Kemudian Chuck tiba-tiba menyerukan sumpah serapah.
"Dude! Aku meninggalkan ponselku di minimarket!" dia merogoh-rogoh saku celana jinsnya dengan ekspresi horor.
Leanna menghela napas panjang, "Tidak lagi."
Sementara Chuck ngibrit keluar kamar dengan panik, Leanna menatapku sambil memutar bola mata.
"Chloe, kau di sini saja. Aku ke bawah dulu temani dia."
Aku masih bisa mendengarkan suara Leanna yang mengeluhkan tentang betapa cerobohnya Chuck di koridor hingga akhirnya pintu kamar tertutup rapat.
"Hai, Chloe." Seth menyapaku saat aku meletakkan bungkusan belanjaan kedua di meja.
"Hai, Seth." aku balas menyapa, tersenyum.
"Aku sudah dengar soal hidungmu dari Chuck," cowok itu menatap hidungku dengan khawatir, "Apakah masih sakit?"
Aku meringis, "Bila dibandingkan dengan harga diriku yang terluka, kayaknya kondisi hidungku nggak parah-parah banget. Chuck nggak bisa berhenti tertawa kemarin."
Seth terkekeh.
"Kau tahu? Aku sudah puluhan kali menamatkan game ini, aku memainkannya hanya karena bosan setengah mati." cowok itu mengalihkan topik.
"Youtube?" usulku.
"Nggak ada yang menarik."
"Mau kubelikan majalah di toko sebelah?" tawarku lagi.
"Nggak, nggak usah. Kau di sini saja, kemarin kan kau nggak menjengukku."
Aku sekuat tenaga berusaha mengontrol kupu-kupu yang beterbangan di perutku sementara Seth meletakkan tabletnya sambil mengerang frustasi.
"Aku ingin keluar dari sini. Aku sudah nggak tahan. Aku pasti ketinggalan banyak materi lagi, belum lagi rapat-rapat yang mesti kuhadiri..."
"Dokter bilang kau baru boleh keluar besok, jadi mau nggak mau kau baru bisa kembali sekolah hari Senin. Jadi bersabarlah, Tuan Teladan."
Seth mengambil dua potong roti pizza, menumpuknya, melipatnya, kemudian membuka mulut lebar-lebar dan menggigitnya. Aku membelalak terheran-heran.
"Apa orang rumah sakit nggak menyediakan jatah makanan untukmu atau gimana? Kau makan kayak troll..."
"Wah." sahutnya tak jelas dengan mulut penuh pizza, "Kau nggak tahu betapa makanan rumah sakit benar-benar menyiksaku..."
"Yeah, tapi mulutmu belepotan saus tuh."
"Oh ya?" dia mengusap ujung bibirnya, "Sudah hilang?"
"Belum, masih a—"
Dengan gerakan cepat, Seth memajukan wajahnya ke arahku dan mengecup pipi kiriku. Jantungku seketika melonjak ke tenggorokan.
"APA YANG—?!"
"Nah, sausnya sudah pindah." ucap Seth enteng dan tertawa melihat ekspresiku. Kepalaku mendadak pening. Enak sekali baginya tertawa setelah tiba-tiba mendaratkan bibir penuh saus di pipiku!
"Seth Winchester..." kataku, perlahan dan gemetar karena malu, "Kau—ugh!"
Seth tertawa makin keras, "Aku dulu biasa melakukannya bila Chloe sudah mulai bawel mengomentari cara makanku yang menurutnya nggak beretika..."
Selama sepersekian detik Seth baru menyadari perkataannya dan matanya membulat kaget. Dia berhenti mengunyah. Aku mengambil selembar tisu untuk mengelap pipiku, sambil bertanya-tanya dalam hati apakah ini adalah waktu yang tepat untuk membicarakan Chloe Winchester.
"Dengar Seth..." aku memulai ragu-ragu, "Sebenarnya dari kemarin aku ingin memberitahumu tentang ini."
"Hm? Apa?" tanya Seth sambil mengunyah.
"Aku sudah tahu kakakmu bernama Chloe," ujarku pelan, "...dan dia sudah meninggal."
Seth tidak bereaksi. Kami terdiam nyaris semenit penuh.
"Apa Chuck dan Sam yang memberitahumu?" akhirnya cowok itu bersuara.
Aku mengangguk, "Aku nggak tahu ini topik yang sensitif bagimu..."
"Nggak, nggak apa." Seth menggeleng-geleng, "Aku memang lumayan syok waktu kau ingin tahu tentang kakakku, tapi aku nggak menyalahkanmu, Chloe."
Seth menghela napas sambil mengamati wajahku dengan ekspresi tak percaya, "Karena kau memang sangat mirip kakakku. Bahkan suaramu. Pertama kali aku melihatmu kukira kau ini..."
Seth terhenti.
"Hantu?" aku menebak pemikirannya. Dia memejamkan matanya seraya mendengus.
"Yah, konyol banget. Tapi benar." sesalnya.
"Pantas kau pernah bilang kau senang memperhatikan wajahku." kataku. Mata cokelat jernih Seth menatapku dalam.
"Kau nggak marah?" tanyanya. Aku mengangkat alisku.
"Marah?"
"Karena... yah, karena aku menganggapmu mirip dengan kakakku?"
"Oh." aku menelan ludah, "Memang sangat menjengkelkan. Seolah-olah semua orang yang dekat denganku memandangku sebagai duplikat Chloe Winchester, bukan Chloe Madison."
"Maafkan aku." ujar Seth pelan, "Memang karena alasan itulah aku duduk di sebelahmu di hari pertamamu."
Aku menghela napas dan mengangkat bahu, "Mari lihat sisi positifnya saja, aku jadi kenal seorang cowok pintar dan baik hati yang kebetulan juga ketua murid..."
"Sisi negatifnya..." Seth mengulum senyum, "Cowok baik hati itu baru saja meninggalkan bekas saus pada pipimu."
🍁
Aww. Aren't they cute?
Jangan lupa voment :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top