Chapter 5
Sulit berkonsentrasi pada makan malamku bila terus-terusan teringat pembicaraan mengenai Seth-Ethan di kantin tadi siang. Aku hanya mampu menatap kosong steak lada hitamku sementara Claire mengoceh tentang Seth pada Mom yang sedang membuat jus apel di dapur.
"Dia benar-benar tipe idealku! Yah... tipe idealku memang beragam, tapi dia benar-benar sempurna! Ya ampun Mom, aku baru saja tahu kalau dia mengendarai Porsche ke sekolah!"
Entah bagaimana Claire bisa tahu secepat itu, aku bersumpah belum menyebut-nyebut 'Porcshe' di depan hidungnya.
"Demi Tuhan, apa yang dipikirkan orangtuanya?" Mom berlagak terkejut namun tak bisa menyembunyikan nada gembira pada suaranya, "Kau naksir dia, Claire?"
"Well, dia cute..."
"Kalau begitu tunggu apa lagi!" Mom menyemangati sambil meletakkan gelas jusnya di hadapanku dan Dad, "Kau pastinya tidak mau didahului gadis lain..."
"Tapi Mom, dia Ketua Murid. Dan dia super populer. Oh. Dan ada satu orang lagi... Ethan Dodson..."
Aku memandangi Claire seolah dia sudah sinting.
"Yah, dia bisa dibilang runner up setelah Seth Winchester. Dia cowok paling berkarisma seantero Redville, itu pendapat jujurku. Maksudku, dia mantan ketua klub basket. Pernah dicalonkan jadi kapten futbol juga, kudengar, tapi dia lebih memilih gabung band payah itu. Well, memang setelah dia bergabung, klub itu jadi hebat dan nyaris setiap Northern Dollars manggung, tiketnya terjual habis. Dan punya Ford Ranger. Oh, dan ayahnya guru di sekolah kami."
Northern Dollars? Sejak kapan Claire tahu nama band Ethan? Cukup mengerikan kecepatan korekan informasi adikku tentang seseorang yang baru ditemuinya hanya dalam beberapa hari pertama sekolahnya.
"Bagaimana dengan cowokmu yang dulu?" tanya Dad sambil menyuap potongan steak-nya.
"Paul? Atau Joey? Dad, berhenti membicarakan itu, mereka payah..." sahut Claire dari dapur.
Aku mengunyah potongan terakhir steak-ku sekuat tenaga tapi entah mengapa kerongkonganku seperti tidak mau menelan. Setelah akhirnya berhasil menyelesaikan makan malamku sambil masih berupaya keras memblokir suara Claire dan Mom, aku menghela napas.
"Chloe kau baik-baik saja?" Dad memandangku khawatir.
"Nggak apa. Aku sudah kenyang. Dad, bolehkah aku ke atas sekarang? Aku ingin menelepon Leanna."
"Oh."
Aku tahu Dad menangkap tatapan lelahku padanya karena sedetik kemudian dia langsung berkata, "Sampaikan salamku padanya."
"Pasti."
Aku segera beranjak menaiki tangga menuju kamarku. Aku langsung mengunci pintu dan tanganku yang gatal segera memencet nomor telepon Leanna, ingin segera mengetahui hal yang dari tadi mengganjal pikiranku.
"Halo?" terdengar suara Leanna menyahut.
"Lee, ini aku."
"Oh, hai cewek keren!"
"Aku penasaran dengan cerita Seth tadi siang..." ungkapku tanpa basa-basi.
Terdengar suara tawa Leanna dari seberang, kemudian dia bertanya dengan nada jahil, "Kenapa? Ingin tahu lebih banyak?"
"Yah..." aku nggak bisa berkelit, "Aku hanya penasaran. Seth itu punya kakak? Beberapa kali dia menyebutkan tentang kakaknya waktu bercerita."
"Oh." nada suara Leanna tiba-tiba berubah.
"Ada apa?"
"Mm, yeah... dia punya kakak."
"Lalu?"
Leanna tidak menyahut.
"Lee? Kau kenapa?" aku mulai was-was. Tidak biasanya nadanya terdengar seaneh ini ditelepon.
"Kupikir kau nggak menyadarinya."
"Kau ngomong apa sih? Jelaskan padaku ada apa sebenarnya." kataku tak sabar.
"Aku nggak bisa Chloe, maaf." desah Leanna, "Aku bukannya sok main rahasia-rahasiaan, tapi lebih baik jika kau tanya langsung pada Seth."
"Enaknya bagaimana ya," gumamku ketus, lalu aku memaksakan suaraku terdengar ceria. "...kau pilih yang mana antara, 'Hai Seth, punya waktu? Aku ingin kau menceritakan tentang kakakmu yang misterius itu' atau 'Seth, tatap aku dan ceritakan ada apa sebenarnya dengan kakakmu sampai-sampai semua orang kayaknya ogah menyebut-nyebutnya'... Nah? Yang mana?"
"Oh, aku tahu ini pasti terdengar nyebelin bagimu, tapi ini benar-benar..." kata-kata Leanna terputus sejenak, "Hanya Seth yang berhak menceritakannya padamu, Chloe. Mengertilah."
Aku menghela napas pasrah.
"Kuharap mood-nya sedang cukup baik untuk menceritakan soal kakaknya besok."
Leanna terbahak, "Kau jadi kayak Claire. Claire versi yang lebih sabar dan penuh perencanaan..."
"Oh, diamlah."
🍁
Merencanakan percakapan dengan Seth rupanya bukan pekerjaan yang mudah. Aku hanya punya dua kesempatan untuk berbicara dengan Seth hari ini. Aku kan tidak mungkin menodongnya pada jam istirahat, karena Claire ada di sebelahku. Sementara sepulang sekolah cowok itu harus menghadiri rapat dengan beberapa pengurus kelas. Satu-satunya kesempatanku ngobrol dengannya adalah di kelas terakhirku, Geografi.
"Hai." sapanya ketika dia duduk di sebelahku. Mrs. Queen tidak dapat mengajar hari ini karena kucingnya terlindas sepeda, jadi dia mengambil cuti dan menyuruh kami untuk mencatat poin-poin penting pada bab dua. Dan takkan kusia-siakan kesempatanku yang berharga ini.
"Baru pertama kali kulihat catatan serapi punyamu. Boleh kupinjam?" Seth meneliti bukuku sambil nyengir.
Bila melihat cengiran itu, cewek manapun pasti bakal dengan sukarela menyerahkan catatannya untuk disalin.
"Sibuk sekali ya?" sindirku. Seth terkekeh.
"Aku ketinggalan tugas Bahasa Perancis minggu lalu, jadi aku harus menyelesaikannya sekarang. Jadi aku nggak akan sempat mengerjakan tugas Mrs. Queen. Segala masalah jabatan ini membuatku gila." dia memutar bola mata, "Kau sendiri? Nggak punya pekerjaan ya sampai-sampai bisa mengukir catatanmu huruf perhuruf?" balasnya.
"Bukan sepenuhnya kemauanku, sebetulnya." mendadak aku mendapat ide cemerlang, "Catatanku suatu hari nanti akan dipakai adikku Claire. Dia kan masih junior."
"Oh, kakak yang manis." ledek Seth sambil tersenyum menggoda, menyebabkan jantungku lagi-lagi berdentum nggak keruanan.
Aku menghela napas keras-keras sambil memperhatikan Seth, yang masih sama tampannya seperti kemarin walaupun kelihatan agak pucat dan lelah. Dia sedang berkonsentrasi menyalin catatanku dengan terburu-buru.
"Terkadang punya adik itu merepotkan. Aku kepingin punya kakak, sepertimu." aku menyeletuk.
Bahu Seth menegang. Tangannya mendadak berhenti menulis. Aku menelan ludah mengawasi reaksi cowok itu.
"Dari mana kau tahu?" Seth bertanya.
"Tahu apa?" tanyaku sok polos.
"Bahwa aku punya kakak." dia menoleh padaku.
Berhasil.
"Kau menyebut-nyebut tentang kakakmu waktu menceritakan insidenmu dengan Ethan kemarin." aku menatapnya heran, "Kau bilang Ethan mengantarmu dengan mobilnya karena dia mau bertemu kakakmu kan?"
"Oh."
Reaksinya sama persis dengan Leanna. Aku benci ini.
"Ya. Aku memang punya kakak perempuan." ujarnya pelan, "Dia dulu pacaran dengan Ethan."
"Dulu?" tanyaku hati-hati. Seth mengangguk, mata cokelatnya menerawang.
"Ya. Ethan dan dia dulu pacaran sebelum insiden itu menimpa kami. Ayahku marah sekali pada Ethan mengetahui aku masuk UGD gara-gara dia. Saat itu juga ayahku menyuruh kakakku untuk memutuskan hubungannya dengan Ethan. Aku bilang pada ayahku agar memaafkan Ethan, dan nggak melibatkan kakakku dalam hal ini, namun Dad bersikeras dan itu membuat hubungannya dengan kakakku memburuk."
"Apa Ethan dan kakakmu... menyerah begitu saja? Maksudku, Ethan sepertinya bukan tipe yang gampang..."
Kemudian Seth menyela, "Ada apa denganmu, Chloe? Kau sepertinya semangat sekali mendengar kisah hidupku. Jangan bilang kau ketularan Claire."
"No way." elakku, dalam hati ngeri sendiri. Bukan cuma Leanna yang menganggapku mirip Claire! "Aku cuma setuju dengan prinsip adikku; 'jika ingin berteman baik dengan seseorang kau mesti tahu segala sesuatu tentangnya.'"
"Jadi... kau ingin berteman baik denganku?" dia menatapku dengan senyuman miring dan binar jahil pada mata cokelatnya, mengakibatkan wajahku memanas. Aku buru-buru mengalihkan pandangan ke punggung tangan Seth.
"Jadi... apa yang terjadi kemudian?"
"Lari berdua." Seth terkekeh, "Konyol memang, dan itu sepenuhnya ide kakakku. Tapi Ethan rupanya sudah cukup trauma akibat kecelakaanku. Makanya dia nggak mau mengambil keputusan yang salah dengan kakakku kali ini. Dia menolak mentah-mentah ketika kakakku meneleponnya untuk memintanya bersama-sama pergi keluar negeri. Tapi kemudian kakakku nekat dan..."
Seth terhenti.
"Dan..."
Seth kelihatan tidak sanggup melanjutkan. Ekspresinya berubah, seperti menahan sakit. Tiba-tiba dia mencengkeram lenganku dengan keras hingga aku mengaduh.
"Ouch!"
Pekikanku membuat seisi kelas menoleh kepada kami. Mendadak cengkeraman Seth mengendur. Tahu-tahu, cowok itu merosot dari kursinya dan tersungkur di lantai.
"Seth?! SETH!"
Aku berjongkok memegangi kepalanya dengan panik. Napasnya satu-dua dan matanya terpejam kaku. Beberapa murid cowok di sekelilingku dengan sigap mengangkat Seth dari lantai dan menggotongnya. Aku berusaha mengikuti dari belakang namun Mr. Dodson yang melihat Seth digotong menahanku. Aku berusaha memberinya penjelasan di tengah-tengah kepanikanku.
"Dia tiba-tiba terjatuh dari kursinya dan a-aku nggak tahu apa yang terjadi padanya, mendadak saja..."
"Tenanglah, Madison." Mr. Dodson meremas pundakku, "Ikut mobilku. Akan kujelaskan di rumah sakit."
🍁
Seth :'(
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top