CHAPTER 7
Kadang kala, kita harus menarik batas agar tetap utuh. Sebab perubahan sekecil apa pun, selalu membawa efek luar biasa di suatu hari nanti tanpa kita sadari.
🌹🌹🌹🌹🌹
Chase melakukan berbagai cara untuk kembali mendekati Rose dari awal lagi. Sayangnya, Rose keras dan kokoh bagai batu. Sulit untuk meluluhkannya. Ketika dia sudah nyaris luluh beberapa waktu lalu, Aurora mengacaukan segalanya. Dan lihatlah, Chase tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan sekarang. Rose bahkan tidak pernah lagi menanggapi ucapan Chase sekarang. Sial.
Chase menolehkan kepala ke arah pintu masuk ruangannya saat seseorang membuka pintu tersebut tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Tadinya, Chase hendak marah, tentu saja. Tapi melihat siapa sosok yang datang, Chase mengurungkan niatnya.
Ben Charlbough, ayah Chase, berjalan tenang memasuki ruangan lantas duduk begitu saja di salah satu sofa ruangan Chase tersebut. Chase seketika menarik napas dalam-dalam. Jika Ben sudah secara khusus datang menemuinya, pasti ada suatu hal penting yang akan dia sampaikan. Biasanya, hal itu buruk bagi Chase.
“Ruanganmu lumayan nyaman,” komentar lelaki setengah baya dengan wajah yang 70% mirip dengan Chase tersebut seraya menelisik setiap penjuru ruangan dengan tatapan tajamnya.
Chase berdiri. Menghampiri pria itu dan duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan Ben. “Ada apa Ayah datang kemari di jam kerja seperti ini? Bukankah seharusnya kau ada di kantormu sendiri atau menghabiskan waktu dengan jalang—ah, maksudku dengan kekasihmu itu.” Chase sengaja berbicara seperti itu. Toh, ayahnya memang seperti itu. Dia terobsesi pada wanita lain di saat dirinya sendiri masih terikat pernikahan dengan ibunya.
Ironis. Katanya, Ben mencintai wanita itu, tetapi dia tidak ingin cerai dari Esme, ibunya Chase. Sangat tidak berpendirian bukan?
“Ayah hanya ingin mengunjungi kantor baru anak Ayah, apakah itu salah?” Ben membalas. Dia mengabaikan perkataan sarkastis Chase, tidak ingin menimbulkan pertengkaran sebelum maksud yang sebenarnya dia datang ke kantor Chase tersampaikan.
“Aku tahu bukan itu maksud utamamu, Ayah.”
“Ah, baiklah. Kau terlalu mengenalku.” Ben menarik napas panjang lantas memusatkan atensi pada anak semata wayangnya. “Kau tahu keluarga Marrifield, kan? Menikahlah dengan puteri keluarga itu.” Kali ini Ben tidak lagi bertele-tele.
Chase tersenyum sinis mendengar penuturan Ben—yang di umurnya yang sudah tak lagi muda, masih memancarkan aura yang membuktikan bahwa dulu dia sangatlah tampan dan gagah.
“Kau pikir aku adalah boneka?” desis Chase terkekeh sumbang. “Aku tidak mau. Aku ingin tetap hidup bebas seperti ini.”
“Chase!”
“Lupakan rencana apa pun yang kau buat untukku, Ayah. Aku tidak akan pernah mewujudkannya. Aku akan hidup seperti apa yang aku inginkan.”
“Kau? Ingin hidup bebas?” Ben memicingkan matanya yang sudah agak berkeriput termakan usia. “Kau lupa bahwa kau masih memiliki Esme yang masih berada di genggamanku?”
Chase menoleh berang begitu Ben mengucap nama ibunya. “Kau mengancamku menggunakan Ibu, huh?”
Ben melengos seraya tersenyum miring. “Aku hanya memintamu untuk mempertimbangkan perjodohan ini dan kau langsung menolaknya mentah-mentah.”
“Jangan sampai kau menyakiti ibuku!” pekik Chase memelotot menatap lelaki yang sesungguhnya tidak ingin dia akui itu.
“Untuk apa aku menyakiti istriku sendiri, Chase?”
“Brengsek.”
Gigi Chase bergemeletuk. Perasaan was-was seketika melingkupi dirinya. Entah bagaimana caranya Chase bisa menahan diri selama puluhan tahun berada di dekat lelaki itu. Chase sendiri takjub akan hal itu.
Sementara, di sudut tersembunyi luar ruangan Chase, Rose termenung. Secara tak sengaja, dia mendengar pertengkaran dingin Chase dan Ben. Rasa-rasanya, Chase tidak searogan yang dia pikirkan. Nyatanya di balik sikap menyebalkan pria itu, Chase tetaplah seorang anak yang mencintai ibunya, sama seperti Rose.
Ah, sial. Rose menggeleng pelan. Untuk apa dia memikirkan hal itu? Dan lihatlah dia sekarang. Menguping pembicaraan orang lain seperti ini. Memalukan!
Buru-buru Rose pergi dari sana sebelum ada orang yang memergoki kelakuannya.
***
Telepon di meja Sienna nyaris tidak berhenti berdering sejak tadi yang sesekali disambungkan pada Rose. Hari ini benar-benar sibuk dan kepala Rose rasanya hampir meledak.
Beberapa pekerjaan timnya kacau. Terjadi kecelakaan kecil di lapangan. Dan banyak hal lain yang masih harus dia urus selain itu semua. Akhirnya, penderitaan hari ini hampir selesai.
Rose meraih tas jinjing berwarna merah darah di meja, beberapa majalah yang masih harus ditinjau, dan juga ponsel. Niatnya, Rose ingin pulang dan segera beristirahat untuk meredakan penatnya. Tapi, Chase menghadang langkahnya di depan lift. Dengan gaya flamboyannya yang memikat dan senyuman polos yang sungguh, membuat Rose tak habis pikir. Beberapa waktu lalu dia menemukan lelaki itu bersitegang dengan seseorang. Lalu sekarang? Dia menyengir seperti ini. Oh, astaga!
“Makan malam denganku?” ucapnya terus terang.
“Aku harus pulang dan istirahat,” balas Rose lurus.
“Oh, ayolah. Hanya malam, hm? Sebagai pengganti makan malam sebelumnya yang harus berakhir tidak menyenangkan.”
Awalnya Rose ragu. Tapi melihat wajah Chase dan membayangkan apa yang dia dengar tadi siang, Rose akhirnya menyetujui ajakan lelaki itu.
***
Restoran itu bernuansa klasik. Dindingnya terbuat dari kayu yang dicat cokelat dan dihiasi pigura-pigura foto yang menambah kesan klasik semakin kental. Lampu yang digunakan berwarna kuning, membuat suasana terasa hangat dan intim. Sementara, meja pelanggan yang berjejer ditutup oleh kain putih dan sebuah lampu meja berdiri di atasnya.
Kali ini, sesuai apa yang Chase katakan—bahwa dia ingin mengganti kesempatan sebelumnya yang kacau karena kehadiran Aurora Tharpe—makan malam berjalan lancar. Mereka makan dengan tenang. Chase seperti biasa banyak bicara omong kosong. Sementara Rose malam ini lebih banyak menyimak seraya meminum champagne di gelasnya. Sesekali dia berusaha menyadarkan kewarasan saat berpikir bahwa Chase tampak lebih tampan malam ini.
Sepertinya aku terlalu banyak minum, tukas Rose dalam hati saat Chase mengantarnya pulang dan masih berbicara banyak hal di dalam mobil dengan senyuman menawannya.
Rose turun dari dalam mobil begitu sampai di depan rumahnya. Disusul oleh Chase yang selang beberapa detik sudah menjulang di sisi Rose.
“Terima kasih untuk malam ini,” ucap Chase pelan. Kedua netranya menatap lurus mata Rose.
Rose hanya tersenyum kecil sebagai jawaban. Sampai akhirnya Chase secara tiba-tiba sudah berada di jarak yang lumayan dekat dengannya. Kemudian secara perlahan-lahan dia semakin menepis jarak di antara mereka, dan... cup!
Rose merasakan bibir Chase menyentuh bibir ranumnya. Sialnya, bukannya menghindar, Rose justru malah menyambut pria itu. Mungkin pula otaknya sudah memprediksi hal ini akan terjadi. Tapi dia diam saja.
Sekarang kepala Rose semakin berdenyut karena sensasi yang menjalar di setiap inci tubuhnya saat Chase mendekapnya erat seraya memperdalam ciuman.
Entah Rose benar-benar menginginkannya atau karena efek champagne yang dia minum, Rose membalas ciuman Chase tak kalah sensual. Mencecap, mengulum, dan menggigit kecil bibir pria itu.
Di sela-sela kegiatan itu, Chase tersenyum tipis. Dahaganya seolah tersiram sedikit saat Rose membalas ciumannya tak kalah berhasrat. Sudah sejak lama Chase mendambakan sentuhan ini. Dan sekarang rasanya dia nyaris gila karena gairah yang mendidih. Chase sangat menginginkan Rose lebih dari ini. Sayangnya, kesadaran Rose datang dan mengacaukan segalanya.
Wanita itu menarik mundur tubuhnya. Melepas paksa ciuman yang masih ingin Chase nikmati hingga nyaris mati.
“Selamat malam.”
Hanya itu yang Rose katakan sebagai akhir dari pertemuan mereka hari ini. Benar-benar tak ada penjelasan apa pun mengapa dia menghentikannya di saat Chase benar-benar nyaris gila.
Sial.
Chase menatap punggung sempit Rose yang berjalan cepat memasuki rumah dan menutup keras pintunya.
Tanpa Chase tahu, jantung Rose tak kalah berdebar cepat. Dirinya juga menginginkan lebih jauh sentuhan itu. Tapi Rose sadar dirinya harus menarik batas. Rose sadar, dirinya akan runtuh jika menyerah pada pelukan Chase.
***
Makasih untuk MissMarigold_ untuk chapter 7 ini. Tunggu giliran Marry ya...
Ini Marry bagikan foto Rose.
Sampai jumpa di chapter berikutnya ya... Bye bye...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top