epilog

"ANDA YAKIN ANDA tidak perlu imbalan apapun?"

Minho hanya mengangguk pelan, tidak mengatakan apapun lagi sebagai respon tambahan. Sudah satu minggu semenjak ia membunuh Chan, tetapi ia belum kunjung pergi dari kota ini. Ada satu hal yang mengganjal di hatinya. Pun perkataan Chan belum juga pergi dari kepalanya, menghantui lebih dari setiap manusia serigala yang mati di tangannya. Bir di depannya belum kunjung tersentuh. Mata Minho bergulir, menatap ke arah langit malam yang cerah.

Bulan penuh telah naik sepenuhnya di atas. Terang, kontras dengan langit tanpa bintang di sekitarnya.

Langit yang sama dengan malam itu. Malam perburuan pertamanya.

/

"Aku tahu kau siapa. Kau mungkin bisa menipu semua orang di kota ini, tapi kau tak akan bisa menipuku."

"Maksudmu?""

"Berhenti berpura-pura bodoh, Minho."

/

Chan benar-benar mengeksposnya hingga lapisan paling dalam. Pemuda itu tidak boleh dibiarkan hidup atau semuanya, semua borok Minho, semuanya akan terpapar oleh dunia. Tidak akan ada yang mampu bertahan mencium boroknya Minho. Pun Minho tidak mau dipandang busuk.

Minho tidak akan pernah mau dipandang busuk.

Hanya ada denting gelas yang dibersihkan sebagai pemecah hening. Dan Minho tenggelam, terus tenggelam, dengan perkataan terakhir Chan menggema nyaring di kepala.

/

"Kau merasakannya juga, kan?"

"...."

"Kau menemukanku. Kau merasakanku."

/

Dan ia mendecak marah. Ia tidak seharusnya mengingat perkataan itu, pun tidak seharusnya mengingat wajah mengenaskan Chan tatkala mengucapkannya. Menyedihkan, pemuda itu. Chan berhasil menjebaknya, membuat Minho melupakan fakta bahwa Chan itu sebenarnya manusia serigala. Manusia serigala yang dapat melihat semuanya, yang membuat Minho terasa tembus pandang. Chan sengaja terlihat agak sembrono dengan meninggalkan rambut-rambut itu hanya agar Minho datang padanya dan mereka menyelesaikan semua ini seperti yang seharusnya.

Di luar, bulan penuh semakin meninggi.

Dan Minho mulai menggeram. Semuanya sudah menjadi bubur, bagaimana jika ia menikmati sedikit hadiah pembukaannya karena telah membunuh Chan? Itu juga yang jadi alasan utamanya belum pergi dan belum meminta apapun sebagai imbalan. Apa yang ia minta sudah tersaji di hadapan.

Rasanya sayang.

Sayang untuk meninggalkan kota yang banyak makanannya.

/

"Hei, Minho. Kau diperbudak instingmu."

"Kau itu egois. Kau tidak melakukan ini untuk mereka."

"Kau melakukan ini untuk dirimu."

/

Satu, manusia serigala memiliki bau yang khas. Bau yang hanya bisa dicium oleh hewan atau sesama manusia serigala. Digambarkan sebagai bau pekat yang tidak akan bisa meninggalkan hidungmu. Itu, yang Minho endus saat pertama kali melihat Chan. Itu, yang membuat Minho yakin bahwa Chan adalah manusia serigala.

Dan dua, manusia serigala tidak akan pernah mau berbagi. Berbeda dengan serigala pada umumnya, mereka tidak bisa bersatu dalam jangka waktu yang lama. Tiap kali bertemu dengan sesamanya, insting pertama mereka adalah bertarung hingga titik darah penghabisan demi wilayah. Beruntung bahwa kewarasan sisi manusia mereka membuat mereka mampu menahan insting itu—sekalipun tidak pada jangka waktu yang lama. Mereka adalah makhluk paling rakus sedunia yang dapat menghabisi satu kota kecil hanya untuk perut mereka seorang.

Itu, yang membuat Minho mengambil senapan dan jubahnya dulu kala. Itu yang membuat Minho bermain sebagai pahlawan dengan alias Si Tudung Merah, seorang manusia pemburu manusia serigala. Itu yang menyebabkan Minho mengadakan perjalanan memburu manusia serigala. Itu yang membuat Minho memoles hidupnya dengan dusta. Dusta, dusta, semuanya dusta.

Dusta terbesarnya—sejak awal, Minho bukan manusia.

(itulah sebabnya ia harus membunuh Chan—jika ia menyerah, Chan yang akan membunuhnya duluan, Chan bahkan semengerikan itu, menggiringnya ke dalam perangkap,

Chan hanya terbunuh berkat keberuntungannya.)

Dan sang pemilik hotel terkesiap tatkala menyadari bahwa pemburu di hadapannya telah berubah wujud. Telinganya memanjang. Kuku-kukunya menjadi cakar. Mulutnya berubah menjadi moncong dengan gigi geligi tajam. Tubuhnya telah dipenuhi oleh bulu. Di bawah bulan penuh, Minho menampakkan wujud aslinya sebagai manusia serigala. Belum sempat menjerit, Minho telah melompat duluan, menggigit kepala pria itu hingga lehernya terputus dari badan.

Nikmat juga. Korban pertamanya di kota lezat ini.

.

.

.

"Wow."

Hanya itu yang dapat lolos dari lisannya. Terlanjur terpukau dengan dongeng sang nenek hingga lupa akan waktu tidurnya sendiri. Neneknya memang selalu pintar dalam mendongeng, rasanya ia seperti diseret ke dalam dunia mimpi, bertemu dengan Si Tudung Merah. Menyaksikannya secara langsung. Membayangkannya membuat darah sang cucu berdesir dengan penuh antusiasme. Seperti apa Si Tudung Merah sebenarnya? Apakah semegah angannya?

"Aku jadi ingin bertemu Si Tudung Merah."

Mendengar sang cucu menggumam membuat sang nenek tertawa kecil. Sudah menduga bahwa keingintahuan itulah yang meluncur dari bibir sang cucu. Tangan sang nenek menepu-nepuk puncak kepala sang cucu, membuatnya turut tertawa kecil.

"Oh? Dulu saat kau bayi, Kakek bertemu dengannya. Sekarang Si Tudung Merah ada di gudang bawah tanah. Dia tidak akan memakanmu, Sayang. Kau mau bertemu dengannya? Ambil maskermu, Nak. Bau formalin itu bisa membuatmu pingsan." [***]

//

terima kasih banyak sudah membaca. see you later!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top