RED - 4: New Teacher
Loqestilla memandangi tubuh telanjangnya yang terpantul dari cermin. Seperti yang diharapkan, luka-lukanya sudah menutup, tetapi selalu menimbulkan bekas. Kadang Loqestilla berpikir, mengapa tubuhnya tidak beregenerasi dengan sempurna? Seingatnya, kaum tertentu punya kemampuan regenerasi yang menakjubkan. Luka yang terbuka dapat langsung sembuh tanpa menimbulkan bekas.
Lalu, mengapa dia tidak seperti itu?
"Apa aku perlu memakan mereka supaya memiliki kemampuan seperti itu?" tanyanya pada wajah dalam cermin. Kemudian ia terkekeh tanpa alasan.
.
oOo
.
Neuri benar-benar memenuhi janjinya. Ia membawa Loqestilla menyeberangi sungai menggunakan sebuah perahu, pergi ke salah satu pulau kecil yang masih menjadi tanah kekuasaan Lunadhia.
Usai turun dari perahu, mereka berdua berjalan berbaris melewati hutan, meninggalkan seorang pendayung yang bertugas menjaga perahu.
Hari itu gerimis, sehingga Neuri meminjamkan sebuah payung hitam bertepi renda kepada Loqestilla. Dan, entah mengapa, Neuri merasa payung tersebut terlalu cocok dengan image Loqestilla.
Sepanjang kaki melangkah, jalanan becek menjadi teman yang tidak terlewatkan. Tidak salah jika Neuri menyarankan memakai boots tinggi sebelum mereka berangkat tadi.
"Di balik hutan ini, ada sebuah desa. Masih satu paroki dengan desa Lunadhia."
Loqestilla mengangguk ringan. Mata yang semerah rambutnya memandangi percikan kotor pada sepatu. Dalam hati sedang membuat rencana bahwa dia akan membawa lap kemanapun kaki menjejak selama berada di Lunadhia. Pegangan tangan pada gagang payung bahkan sampai mengerat, terlampau gemas ingin segera membersihkan lumpur yang menodai boots pemberian Lord of Lunadhia itu.
"Anda nanti akan mengajar anak-anak desa yang berusia lima sampai sepuluh tahun. Kurasa Anda akan bisa mengatasinya."
Ketika Neuri menoleh ke belakang, matanya memincing kesal karena bisa dilihatnya teman bicaranya lebih fokus melihat ke bawah daripada melihat padanya. "Anda mendengar saya, Miss Loqestilla?"
Loqestilla mendongak. "Sangat jelas, My Lord."
"Tapi Anda tidak fokus."
"Maaf. Lumpur di sepatu ini mengganggu perhatian saya."
Neuri mendengkus melihat Loqestilla yang dengan santainya mengangkat sedikit kaki berbalut boots kotor. "Anda mungkin seorang pecinta kebersihan, tapi mohon sesuaikan perilaku Anda pada tempatnya."
"Baik, My Lord."
"Saya juga suka kerapihan dan kebersihan, tapi ada waktu sendiri untuk menunjukkannya." Sambil kembali menghadap depan, Neuri masih mengomel.
Sekilas Loqestilla merasa bahwa Neuri lebih mirip nyonya bangsawan daripada seorang Earl yang gagah dan maskulin. Namun, harus Loqestilla akui, Neuri itu termasuk salah satu manusia dengan kepribadian beraneka ragam. Kadang sangat ramah layaknya gambaran gentleman yang ditulis dalam majalah-majalah tata krama. Sekali waktu dapat menjadi sangat sarkastik dan bahkan mampu mengucapkan kata-kata jujur yang begitu menyakitkan. Lalu, tiba-tiba menjadi pemarah seperti yang baru saja terjadi.
Sebenarnya kepribadian yang berubah-ubah bukan lah sesuatu yang buruk. Sayangnya, hal itu malah membuat Loqestilla tidak bisa mengontrol produksi air liurnya. Ah, Loqestilla tiba-tiba merasa sangat lapar.
.
oOo
.
"Earl of Lunadhia! My Lord, selamat pagi."
Sewaktu Neuri dan Loqestilla berada di halaman berpaving, seorang pria pirang keriting menghampiri dengan riang. Mata hijaunya berkilau, dan bulu mata lentik miliknya bergoyang pelan tertiup angin.
Pria keriting itu membungkuk pada Neuri, dan setelahnya berbicara seolah punya keakraban yang tidak bisa Loqestilla masuki.
Kesombongan teman lama, batin Loqestilla dengan wajah tersenyum manis.
"Miss Loqestilla, perkenalkan, dia adalah Ferguso Albanero. Satu-satunya guru yang mengajar di tempat ini." Akhirnya Neuri memberi jalan untuk Loqestilla dapat bergabung dalam obrolan.
Menyambut niat baik Neuri, Loqestilla menekuk lututnya, dan diberi anggukan ringan oleh Ferguso.
"Lalu Ferguso, seperti yang pernah kubicarakan padamu sebelumnya, ini Miss Loqestilla yang akan menemanimu mengajar di sini," lanjut Neuri.
Ferguso tersenyum singkat, tetapi ia kembali memusatkan perhatikan pada Neuri seorang. Entah mengapa, tampak enggan berhadapan dengan Loqestilla. "Anda sangat mulia, Lord Lycaon. Sampai mencarikan guru tambahan untuk saya di sini. Terima kasih banyak."
"Tidak masalah. Saya hanya membantu Miss Loqestilla yang sedang mencari pekerjaan. Benar begitu, Miss?"
"Tepat sekali, My Lord," sahut Loqestilla. "Anda terlalu banyak membantu saya. Bahkan ketika saya sakit, Anda merawat saya hingga dapat sebugar ini. Saya sangat berterima kasih."
Dari sudut mata, Loqestilla dapat melihat betapa Ferguso tampak terusik dengan perkataannya. Menyenangkan sekali bisa menjatuhkan orang sok akrab yang menyombongkan diri pada kenalan baru.
"Ferguso."
"Y-ya, Milord?"
"Setelah ini, tolong bantu Miss Loqestilla mengajar di sini. Aku tahu aku bisa mengandalkanmu."
"Serahkan pada saya, My Lord."
Setelahnya, Neuri pamit ingin berkeliling desa. Ia meninggalkan Loqestilla dan Ferguso yang berdampingan dalam keheningan.
Angin hangat usai hujan mengembus tubuh keduanya. Rambut pirang Ferguso memantul-mantul, sedangkan helai merah Loqestilla meliuk seperti ekor rubah.
Ferguso sempat melirik-lirik penasaran pada sosok baru di sampingnya. Terlebih karena telinga runcing Loqestilla yang sesekali menjentik ketika ada angin atau serangga yang lewat. Ia penasaran, dan ingin coba menyentuh telinga itu. Namun, demi sopan santun dan harga diri, ia menahannya sekuat hati.
"Ehem." Suara deheman Ferguso terdengar dibuat-buat. "Ayo, kuperkenalkan kau pada anak-anak."
"Baik, Mr. Albanero." Dan seperti biasa, Loqestilla selalu memberi senyum terbaiknya. Payung yang terbuka, ia lipat dalam perjalanan.
.
oOo
.
Loqestilla pikir, murid di sebuah desa kecil tidaklah seberapa. Namun, ketika Ferguso mengajaknya masuk kelas, ia bisa melihat puluhan anak duduk tertib dengan tangan melipat di atas meja.
Satu, dua, tiga, dua puluh lima, tiga puluh, tiga puluh tiga.
Tiga puluh tiga adalah jumlah yang terlalu banyak, sedangkan ini adalah pengalaman pertama Loqestilla menjadi guru. Tanpa sadar, ia meneguk ludah hampir empat kali.
"Anak-anak, beri salam kepada Miss Loqestilla." Ferguso memulai perkenalan.
Kemudian siswa-siswi di dalam kelas menyahut bersamaan. "Selamat pagi, Miss Loqestilla. Semoga Moongoddes memberkatimu."
Loqestilla memberi senyum seraya mengangguk kecil, mata masih awas memperhatikan tiap wajah yang kini juga sedang berfokus memandangnya.
"Miss Loqestilla adalah guru baru di sini. Dia akan mengajar anak-anak dari usia lima sampai sepuluh. Di atas itu, kalian akan tetap bersamaku." Ferguso melanjutkan. Bisa dilihatnya beberapa murid perempuan di atas sepuluh tahun tersenyum berseri, sedangkan anak laki-laki mendebas kecil.
Sebenarnya, ucapan Ferguso itu juga cukup melegakan untuk Loqestilla. Sebab, dia tidak akan mengajar seluruh anak di kelas ini. Artinya, bebannya berkurang. Entah berkurang berapa, tetapi tetap membuat perasaan Loqestilla lebih plong.
"Kalian yang berusia di atas sepuluh tahun, ayo pindah ke ruangan sebelah."
"Baik ...."
Murid-murid berbondong berdiri. Seraya membawa sebuah buku, mereka keluar dari kelas.
Ferguso tidak lantas mengikuti kepergian murid-muridnya. Dengan sikap seorang senior, dia tampak ingin mengatakan hal-hal bijaksana. "Jika mereka nakal, Anda boleh memukul mereka. Dan sebaiknya Anda tidak mengiyakan setiap keluhan mereka. Anak-anak cenderung mengarang cerita untuk menarik perhatian. Meskipun mereka kecil, sebaiknya Anda waspada."
"Akan saya ingat dengan baik, Mr. Albanero."
Ferguso mengangguk-angguk. "Nikmati hari pertama Anda, Miss," ucapnya disertai seringai. Setelahnya, ia berlalu pergi dengan membawa senyum mencurigakan.
Namun, Loqestilla tahu bahwa pria keriting penjilat itu sedang merencanakan sesuatu yang memalukan untuknya. Tidak masalah. Akan Loqestilla tunggu dengan hati riang gembira, seperti ketika ia mengunyah belalang musim semi di taman Lord Lycaon yang berwarna-warni bunga.
.
oOo
.
Cukup lama Loqestilla hanya memandangi murid-muridnya, dan ia pun menyadari bahwa seluruh mata sedang menunggu perintah darinya, sehingga ia mengawalinya dengan hal yang paling mudah. "Kalian sudah berdoa?"
Murid-murid pun menggeleng serempak, masih dengan pandangan yang terus diarahkan pada Loqestilla seorang. Terutama pada telinga runcing yang sesekali berkedut.
"Kalau begitu, mari berdoa terlebih dulu. Siapa yang biasa memimpin doa?"
"Saya, Miss." Seorang anak laki-laki paling tinggi di kelas mengangkat tangan sembari berdiri.
"Namamu?"
"Venecia, Miss."
"Silahkan memimpin doa."
Venecia mengangguk, tanpa duduk kembali ia mulai berucap dengan keras. "Mari satukan jemari dan menutup mata."
Murid-murid pun menautkan kedua tangan di atas meja, kemudian memejamkan mata.
Setelahnya, Venecia memulai doanya. "Demi nama Moongoddes yang maha pengasih. Berilah rahmat kepada kami hari ini. Selamatkanlah kami dari godaan iblis, baik pada saat matahari bersinar atau ketika matahari tenggelam. Lindungi kami dari bisikan yang menyesatkan supaya kami tetap menjadi hambamu yang suci. Semoga Moondgoddes mendengar doa kami."
Lalu diikuti sebelas murid lainnya. "Semoga Moondgoddes mendengar doa kami."
Di depan kelas, Loqestilla memperhatikan satu demi satu murid-muridnya yang masih terpejam dan berdoa. Mereka berupa-rupa tampilannya; ada yang kecil, ada yang gemuk, berambut seperti jerami, atau sehalus benang sutera. Meskipun begitu, tetapi aroma mereka sama. Segar dan ceria, favorit Loqestilla.
.
TBC
18 November 2018
Untuk lanjutan Red Disaster, bisa kamu sekalian baca di Dreame, ya. Insha Allah update setiap hari, say. Jadi lebih mantap, kan?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top