Ruang
Dazzle menyetir mobil Lara, pagi ini Lara memaksa untuk memakai mobilnya. Dazzle sedang tak ingin membantah.
“Kamu yakin nih, Daz?” tanya Lara memecah konsentrasi Dazzle.
“Yakin tentang apa?” Dazzle balik bertanya.
“Tentang wanita ini,” kata Lara seraya melirik Dazzle.
“Yakin tentang dia atau tentang tindakanku?” Dazzle memperjelas.
“Tentang tindakanmu sih. Kamu menjadi sangat impulsive,” kata Lara.
“Aku juga tak yakin. Tapi aku juga ingin mencoba menjadi caregiver dan lebih memahami orang lain,” kata Dazzle tak yakin dengan tujuannya yang sebenarnya.
Apakah ini karena dia ingin membantu Merah, atau ini caranya untuk melarikan diri dari kehidupan.
Lara menggelengkan kepalanya. Dazzle sepertinya tak waras.
Merah sesekali melihat ke arah halaman. Memastikan matanya melihat kedatangan Dazzle. Dia sungguh merasa gila sudah mengharapkan Dazzle seperti ini.
“Tenang Me. Apa pekerjaanmu sudah selesai?” tanya Domi mengalihkan kegelisahan Merah.
Ponsel Domi berdering. Bara. Dia menatap Merah yang masih melihat ke halaman.
“Aku angkat telepon dulu ya, Me,” pamit Domi lalu meninggalkan Merah.
“Ada apa? Aku tak bisa menemuimu sekarang. Masih ada beberpa hal yang harus kulakukan,” kata Domi sambil berbisik.
“Buat apa? Merah tak mengatakan padaku akan ke mana,” dusta Domi.
“Kita bicara setelah urusan ini selesai.” Domi menutup teleponnya.
Saat kembali ke ruang tengah, Merah sedang menatap Dazzle yang turun dari mobil dengan seorang wanita. Merah mematung. Hatinya bergemuruh. Entah kenapa rasanya tak rela.
Domi terkejut melihat wanita di samping Dazzle. Lara. Apa hubungan Dazzle dengan Lara?
“Lho, Mas Domi?” Lara kaget melihat Domi ada di sana.
“Kamu mengenalnya?” tanya Dazzle.
“Orang yang membuatku bertahan menjadi jomlo sejati,” ketus Lara membuat Dazzle terlihat syok.
Merah masih mematung.
“La, boleh ngobrol berdua?” Domi mengisyaratkan Lara untuk mengikutinya.
Sementara Dazzle masih tak tahu apa yang terjadi.
“Siapa dia?” selidik Merah mencoba menepis rasa curiganya. Kenapa dia tak rela Dazzle bersama wanita lain.
“Dia? Lara, teman kantor sekaligus temanku,” jawab Dazzle seolah tak melihat nada curiga disuara Merah.
“Temen?” Merah mencoba meyakinkan pendengarannya.
“Iya. Kamu kenapa? Jangan bilang cemburu melihat Lara?” Dazzle mendadak ingin menggoda Merah.
Sontak Merah memalingkan wajahnya. Sial.
Lara mengikuti Domi dengan penasaran.
“Kamu kenal Dazzle itu? Di mana?” selidik Domi membuat Lara mengernyitkan dahinya.
“Dazzle sekretaris Om Irwan,” jawab Lara sambil melipat tangannya di dada.
“Dia orang baik?” lanjut Domi semakin membuat Lara heran.
“He is a good guy. Ada apa sik?” sungut Lara.
“Dia punya pacar?” Domi malah menambah pertanyaannya.
“Ish. Dia baru ditinggal nikah sama pacarnya.” Lara mengembuskan napasnya tak sabar.
“Dia menawarkan diri untuk menjaga adikku. Aku tak mengenalnya, tapi bila kamu percaya padanya, mungkin aku bisa lega,” kata Domi membuat Lara kaget.
“Maksudmu wanita yang membuat Dazzle mengambil rehat dari kerja itu, adikmu? Merah?” cecar Lara.
“Ya.” Domi mengangguk.
“Hah. Tunggu, Daz bilang, wanita yang akan dibantunya mengalami trauma karena kasus perkosaan. Jadi maksudnya?” tanya Lara penasaran.
“Ya. Merah mengalami perkosaan setahun lalu. Keadaannya kini mungkin sedang tak stabil,” jawab Domi.
Mereka kemudian mendapati Merah sedang mengobrol dengan Dazzle. Merah terlihat santai. Domi melihat gesture nyaman yang Merah perlihatkan. Beda dengan Merah saat bersamanya. Hatinya masih tak terima, Merah lebih merasa aman bersama orang asing.
“Ini Merah, adikku,” kata Domi mengenalkan Lara pada Merah. Sesaat Merah menegang, tapi kemudian mengatakan bahwa Lara bukanlah siapa-siapa buat Dazzle.
“Lara. Jadi ini adik Mas Domi?” kata Lara sambil menjabat tangan Merah.
“Merah.”
“Jadi, Daz, inilah laki-laki yang membuatku bertahan jomlowati sepanjang masa,” kata Lara membuat Domi mendesah.
“Bukan begitu, La,” sergah Domi tak terima.
“Aku sudah menyatakan cintaku padanya berkali-kali dan dia menolakku berkali-kali pula,” cibir Lara.
Dazzle melongo mendengar penjelasan Lara.
“Tolong, jangan salah paham. Aku tak pernah menolaknya, aku hanya belum siap berkomitmen,” desis Domi mengalah.
“Kenapa kamu mau menunggu Domi?” selidik Merah membuat Lara memutar bola matanya.
“Aku setia,” jawab Lara membuat Dazzle tertawa.
“Apaan,” sungut Lara tahu Dazzle mengejeknya.
“Bukan karena dia setia, Me. Tapi karena gak ada yang mendekatinya,” ralat Dazzle disela tawanya.
Merah tersenyum. Sementara Domi menutup mukanya.
“Tanya Mas Domi kenapa menolakku,” kata Lara tak terima.
“Tadi kan sudah,” bantah Domi.
“Tapi pasti bukan itu,” elak Lara tak terima.
“Percayalah, Me. Daz bukan orang yang seperti Mas Domi,” kata Lara sambil melirik ke arah Domi sinis.
Domi mengisyaratkan Dazzle agar mengikutinya.
“Apa kamu sungguh yakin melakukan ini? Aku khawatir melepas Merah bersama orang asing, maaf.” Domi menerawangkan pandangnya ke langit yang mendung.
“Aku, juga sedang berada di fase menyembuhkan lukaku sendiri. Aku hanya ingin bersama, merawat diri masing-masing tanpa menghakimi,” kata Dazzle.
“Aku hanya berharap, kalian tak akan berselisih paham, akan ada banyak kejutan dari sikap Merah, yang mungkin tak kamu mengerti,” pesan Domi.
Dazzle menganggukkan kepalanya tak pasti. Nanti, yang akan terkejut dia atau Merah? Semuanya serba semu. Kejutan apa pun itu, seragu apa pun, Dazzle berusaha menguatkan dirinya sendiri.
“Jadi, bagaimana kamu bisa ketemu Dazzle?” tanya Lara pada Merah.
“Kami berpapasan di Kuta. Bertabrakan tanpa sengaja,” kata Merah kembali mengingat pertemuannya.
“Lalu?” desak Lara.
“Ya pada akhirnya kami minum bersama di bar dan yah selanjutnya seperti ini,” jawab Merah.
“Mungkin, kalian memang ditakdirkan bertemu,” kata Lara membuat Merah bertanya, benarkah ini takdir?
“Dazzle bukan orang jahat, bila itu yang kamu takutkan. Mungkin, lebih bisa dibilang, dia orang yang tak bisa mengatakan tidak secara gamblang,” jelas Lara.
“Aku tak menganggapnya jahat,” desis Merah.
“Entah bagaimana, aku merasa menemukan semacam kenyamanan saat bersamanya. Tak bisa kujelaskan, tapi perasaanku mengatakan itu,” lanjut Merah.
“Dazzle orang yang menyenangkan. Tapi, mungkin kalian akan lebih bisa memahami saat mulai bersama,” kata Lara.
“Aku harap keadaanmu membaik dan bisa menemukan jalan yang memang tepat untukmu,” lanjut Lara sambil menggenggam tangan Merah untuk menguatkan.
Dazzle dan Domi kembali bergabung dengan mereka di ruang tengah.
“Mungkin, lusa kita bisa berangkat.” Dazzle mengatakan itu sambil menatap Merah.
“Oke,” jawab Merah singkat.
Kejadian beruntun dalam beberapa hari ini membuat semua kekuatannya lenyap entah ke mana. Setahun penuh dia kumpulkan keberanian menghadapi dunia, runtuh seketika begitu saja.
Lukanya seolah kembali mengangga. Apa yang dia perkirakan sudah sembuh kini malah semakin dalam. Menusuk. Dia hanya berharap hatinya kuat untuk meniti kembali jalan itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top