09-A ♡ 𝐂𝐢𝐫𝐜𝐮𝐦𝐬𝐩𝐞𝐜𝐭𝐢𝐨𝐧

---------------------------------
𝒃𝒆𝒘𝒂𝒓𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒇𝒖𝒓𝒚 𝒐𝒇 𝒂 𝒑𝒂𝒕𝒊𝒆𝒏𝒕 𝒎𝒂𝒏

-- marentinniagara --
---------------------------------

One Squell of Kasta Cinta and the others
-- happy reading --
🎋🎋
.

.

.

SIDANG kode etik, atau apalah tersebut sebagai sebuah alarm bahwa apa yang telah dilakukan melebihi batas kebijakan yang telah ditetapkan. Bukan hal yang baru namun pemberian efek jera sekaligus hukuman sebagai akibat dari sebab yang ditimbulkan terkadang tidak memberikan pengaruh apa-apa kepada pelaku.

Atau dunia telah berubah kini dimana orang yang mencari sebab untuk berkoar justru dialah yang berteriak seolah sedang teraniaya sementara korban yang seharusnya menuntut keadilan atas apa yang telah menimpanya justru semakin terpuruk dengan segala sesuatu yang kini semakin mendorongnya untuk jatuh tersungkur. Memang hidup terkadang selucu itu, atau memang department tidak lagi menjalankan fungsinya setelah diambil alih oleh suara masyarakat yang jauh lebih vokal untuk menyuarakan keadilan, jenaka. Bukankah suatu lembaga itu dibangun untuk memberikan arah, mengatur mekanisme serta menjalankan fungsinya dengan baik? Namun mengapa justru mereka bergerak setelah banyak protes dari masyarakat atau booming problem merekah dimana-mana.

Nafiza tidak ingin menuntut, dia hanya tidak menyukai segala macam bentuk fitnah terlebih dilakukan karena unsur kesengajaan. Percaya atau tidak, ketidaksukaan atas sesuatu hal akhirnya berimbas pada pekerjaan. Sementara di hadapan mereka menunggu banyak pasien dengan error limit 0.001%. Bayangkan saja apabila itu sampai dilanggar. Bisa jadi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap tenaga medis akan menurun drastis karena malpraktek salah satu oknum saja.

"Kak, yakin ingin dilanjutkan apa tidak sebaiknya__"

"Dibiarkan? Kamu yang diserang langsung dan aku kena imbasnya karena dia mengakui perasaannya kalau dia menyukaiku, lalu menurutmu apa yang aku lakukan ini keliru?"

"Bukan begitu, Kak. Sudahlah cukup sanksi sosial saja jangan sampai ke sanksi administratif hingga dia akan sulit mendapatkan pekerjaan."

"Terkadang kita melakukan ini bukan hanya untuk dia saja, tetapi untuk pembelajaran semuanya supaya tidak ada lagi kejadian serupa terulang kembali. Terlebih di dunia pekerjaan kita."

Hanya percakapan singkat karena Wafiq juga harus kembali melanjutkan pekerjaannya. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi namun justru dipanggil sebagai saksi karena penyebutan namanya. Cinta itu memang tidak bisa ditebak, kapan dia datang, pergi bahkan menuju kepada siapa. Namun akal bisa dikendalikan apakah tindakan yang kita lakukan itu termasuk merugikan orang lain, membahayakan atau tidak, akal bisa berpikir untuk memutuskan. Sayangnya hati lebih berperan daripada logika manakala kata cinta dan suka telah menyapa terlebih dahulu.

Namanya Sechan Respatiwulan, Nafiza bahkan mengenal sangat baik karena Sechan adalah partner kerja yang cukup baik. Tidak banyak bicara tapi memiliki etos kerja yang cukup baik. Sampai detik ini pun dia masih belum percaya alasan yang membuatnya menyebarkan video sebagai fitnah seantero rumah sakit karena dia menyukai dokter Faiyaz. Wafiq, laki-laki yang kini memang sedang dekat dengan Nafiza.

"Sechan, tunggu__" Nafiza melangkah cepat mengejar Sechan yang berjalan jaih di depannya.

"Apalagi Fiza?"

"Aku masih belum bisa percaya kalau kamu yang melakukannya. Mengapa Se?"

"Apa pengakuanku masih belum cukup Fiza, kehadiranmu telah mengacaukan semua rencanaku mendekati dokter Faiyaz. Kedekatan kalian membuatku menjadi semakin cemburu." Nafiza mengernyit, tidak masuk di akal.

Tidak ada satu tanda pun selama ini Sechan menaruh hati kepada Wafiq. Bahkan di saat mengakui apa yang dilakukan dia terkesan easy going. Tidak merasa sedikit pun telah melakukan kesalahan bahkan untuk rasa malu sekalipun. Bukan, Nafiza masih kukuh ini bukanlah seorang Sechan.

Meyakinkan Wafiq adalah hal yang paling mungkin, ada sesuatu yang ganjil dengan sikap Sechan namun Nafiza belum menemukan hal apakah itu.

"Kak, sebenernya kak Wafiq ngeh nggak sih? Sechan itu sejauh ini sikapnya baik banget loh sama aku, sama yang lain juga sama. Dia bahkan rela gantiin temen-temen yang berhalangan untuk emergency padahal bukan jadwalnya. Sikapnya dengan kak Wafiq juga biasa saja, lebih tepatnya menghormat. Sechan tidak pernah caper layaknya mereka yang dengan terang-terangan menggoda kak Wafiq. Apa Sechan ditekan seseorang untuk mengakui?"

"Tapi untuk apa, Fiz?"

"Ya Fiza belum tahu, tapi cobalah dipikir dulu. Jangan-jangan Sechan hanyalah korban, seperti halnya aku. Karena pelaku fitnah itu bukan dia. Bisa saja kan oknum ini memakai ponsel Sechan lalu menyebarkannya dan Sechan menerima ancaman untuk bisa mengakuinya."

"Sebegitu yakinnya kamu, sementara kalian juga baru saja kenal, tidak terlalu dekat. Hati-hati dengan orang yang bersikap baik kepadamu, Fiz. Banyak loh sekarang musuh dalam selimut."

"Benar, tapi tidak ada salahnya jika kita menyelidikinya. Atau jangan-jangan sesungguhnya pelakunya adalah dokter Ardi sendiri."

"Ardi? Mengapa kamu berpikir seperti itu?"

"Kak Wafiq harusnya bisa langsung mengambil kesimpulan. Dari awal orang yang tidak menyukai kita dekat itu ya dokter Ardi, yah meskipun dia sudah pacaran dengan Harumi namun bisa jadi kan__?"

"Kalau dia mencintai kamu harusnya dia melindungi kamu juga, mengapa ini justru terkesan__"

Wafiq mulai mengerti kemana arah pembicaraan Nafiza sepertinya memang mereka harus berhati-hati atas segala macam kemungkinan yang akan terjadi. "Atas asas praduga tak bersalah atau apalah itu tepatnya. Intinya mungkin bisa jadi orang terdekat kita yang ngelakuin. Kita cukup memberikan informasi atas apa yang kita ketahui namun tidak ada salahnya jika kita mencaritahu sendiri. Entah itu kakak atau aku."

"Jadi kamu tetap curiga pada Ardi?"

"Sepertinya yang memiliki kepentingan untuk menjatuhkan mentalku ya dokter Ardi, bukannya aku ge er ya Kak, tapi sikapnya terkadang membuatku risih."

"Tapi dia secara terang-terangan tidak pernah mengganggumu kan?" Wafiq masih juga khawatir tentang Nafiza.

"Alhamdulillah enggak, justru karena itu curigaku semakin besar sih."

"Ya sudah, kamu kembali ke stase deh. Aku juga akan kembali ke IGD."

Meski belum sepenuhnya tetapi Nafiza sedikit bernapas lega. Entah praduganya benar atau salah, yang jelas dia masih pada keyakinannya Sechan bukanlah pelaku tunggal atas penyebaran fitnah atas dirinya.

Melihat segalanya lebih dekat hingga bisa menilai lebih bijaksana. Tidak ingin berburuk sangka namun tetap berhati-hati atas segala kemungkinan yang terjadi. Wafiq pun akhirnya memilih untuk fokus kembali ke pekerjaannya.

🎋🎋

Tidak akan ada yang berubah, kebiasaan itu tercipta karena tuntutan sebuah rutinitas atau memang tersengaja untuk melakukan sesuai dengan keinginan hati.

"Fiza mau pulang ya, aku juga."

"Maaf Dok, saya duluan." Ardi memang bukan sebangsa makhluk halus, namun keberadaannya yang gentayangan di rumah sakit membuat Nafiza menjadi ketakutan sendiri. Sudah tahu fitnah yang beredar hingga membuat reputasinya jelek karena keberadaan Ardi. Mengapa seolah laki-laki itu enggan untuk mengerti.

"Tapi ini sudah malam Fiz," Ardi masih berusaha untuk bisa menjalankan aksinya.

"Terima kasih, tapi malam ini Nafiza pulang dengan aku." Tidak lagi ada bantahan, suara Wafiq menjadi pamungkas yang akhirnya memisahkan perdebatan antara Nafiza dan Ardi.

Mengekor langkah Wafiq, sesungguhnya dalam hati Nafiza merasa heran. Jadwal kerja Wafiq tidak sampai selarut ini. Tapi mengapa hingga hampir tengah malam Wafiq masih berada di rumah sakit.

"Kak, kok sampai malam di rumah sakit?"

"Iya, tadi menyempatkan waktu untuk memeriksa beberapa CCTV di rumah sakit."

"CCTV? Untuk apa?"

"Kecurigaanmu__, maksudku, yang sempat kita bicarakan tadi sore membawaku untuk memeriksa beberapa CCTV setelah aku mengetahui Sechan sedang berlari ke ICU karena panggilan perawat ICU yang menceritakan kondisi ibunya yang sedang dirawat di sana."

"Ibunya Sechan dirawat Kak?"

"Beliau masih belum sadarkan diri setelah trepanasi beberapa hari lalu untuk pengangkatan tumor yang ada di otaknya."

"Astaghfirullah, lalu?"

"Sepertinya hari ini kembali kritis," Wafiq memandang Nafiza sebentar. "Sechan membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk itu, Fiz."

Seolah pesan tersampai tanpa harus mengungkapkannya melalui kalimat. Nafiza berusaha untuk menghubungkan beberapa potongan puzzle yang telah dia lalui beberapa waktu terakhir.

"Apa mungkin karena ini, Sechan bersedia menerima penawaran dari seseorang untuk alasan tertentu?"

"Mungkin, itu sebabnya tadi aku menyempatkan waktu untuk melihat beberapa CCTV di tempat yang mungkin terjadi 'transaksi' kesepakatan antara dua orang atau bahkan lebih."

Memindahi rasa, mengeluarkan ingin, bahwa sesungguhnya kenyataan yang tercipta bisa jadi lebih menakutkan dari apa yang pernah terbayang oleh akal pikiran manusia. Terkadang rasa sabar itu harus berbatas walaupun sesungguhnya tidak ada batas atas kesabaran sebagaimana sakitnya orang yang berusaha untuk mengikhlaskan. Semua hanya butuh waktu untuk membuktikan. Biarkanlah semuanya bicara sesuai dengan apa yang seharusnya mereka suarakan.

-- to be continued --

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️
Jazakhumullah khair

sorry for typo
Yogyakarta, 25 Desember 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top