(18)


Setelah peringatan yang diberikan Mrs. Trace, Jesse menghindari Max selama beberapa hari. Meskipun Jesse bersumpah ia tidak berniat melakukan itu pada Max. Jesse hanya bangun lebih pagi dan memutuskan ke sekolah dengan sepeda. Ia memutuskan untuk menghabiskan jam istirahat di perpustakaan meski jadwal istirahat Max hari itu berlainan dengannya. Jesse juga tidak membuka jendela untuk Max. Jesse tidur lebih awal. Jesse membalas pesan Max seperlunya.

Max tidak berkomentar banyak. Tidak marah ketika mengetahui Jesse berangkat lebih dulu. Tidak mendorong Jesse memberi penjelasan atau apapun. Sepertinya Max memberi Jesse waktu setelah pertengkarannya dengan Kayla. Untungnya, perhatian Max juga terpecah dengan latihan sebelum pertandingan yang diadakan di akhir pekan. Sementara Jesse juga sibuk teralihkan dengan hal lainnya.

Hal yang lebih menyita waktu dan pikirannya.

Hal yang membuat Jesse begitu diam pada semua orang termasuk pada Sara dan Cara.

Karena Sara berhasil mendapatkan posisi di bidang sains. Gadis itu begitu senang ketika hasil kualifikasi keluar, sementara Jesse hanya bisa terdiam. Jesse tidak menyangka dirinya tidak mendapatkan posisi itu.

"Jesslyn..." panggil Sara pelan setelah menjawab berbagai ungkapan takjub dari anak-anak grup olimpiade. "Kau... um, tidak apa-apa?"

Jesse bukan orang jahat yang akan menjauhi Sara hanya karena gadis itu lebih beruntung darinya. Lagipula Sara juga pernah berada di posisi ini ketika Jesse mendapatkan posisinya tahun lalu. Sara masih saja berteman dengannya dan Jesse akan melakukan hal serupa. "Yah, aku terguncang. Tapi sepertinya aku akan punya banyak rumus trigonometri untuk kupelajari. Kau sudah bekerja keras untuk mendapatkan posisi ini. Jadi, selamat, Sara."

Sara perlahan tersenyum. "Kau pasti bisa memenangkan bidang ini juga."

Tentu saja itu hanya kalimat dukungan, sementara Jesse pesimis bisa berhasil di matematika. Ia tidak suka kalkulus. Ia tidak suka berkelumit dengan angka terlalu sering. Berhasil di bidang matematika hanya sebuah kewajiban yang harus Jesse penuhi supaya nilai rata-ratanya memuaskan. Lagipula Jesse juga bukan kandidat teratas di bidang matematika. Samuel menempati posisi itu. Cowok itu maniak angka dan ia sudah memenangkan olimpiade matematika setiap tahunnya. Jesse tidak mungkin melampauinya.

"Penurunan. Jelas," komentar Mrs. Trace ketika Jesse bertanya apakah bidang sains bisa diisi dua orang seperti halnya matematika. "Tapi aku tidak bisa menempatkanmu di sana. Kualifikasimu menunjukkan dengan jelas bahwa kau lebih baik di matematika."

"Itu aneh," kata Jesse. "Aku bahkan tidak begitu menguasai matematika. Jika Anda bisa memberiku kesempatan, aku yakin aku akan berusaha."

Mrs. Trace menghela napas seraya menatap Jesse penuh penyesalan. "Aku mungkin bisa berbuat seperti itu, tapi hasil tesmu tidak mendukung, dan itu akan jadi sangat tidak adil. Kau bisa bayangkan berapa banyak orang yang menatapku dan berpikir bahwa aku pilih kasih. Mereka akan mempertanyakan keputusanku. Bagaimanapun hasil kualifikasi itu akan diberikan ke segala pihak untuk kepentingan olimpiade. Aku tidak bisa, Jesslyn."

"Tapi tahun-tahun SMA ini berarti untukku," gumam Jesse pelan. Ia sudah menyusun daftar rencana dan target yang harus ia capai di SMA untuk bisa masuk ke universitas unggulan. Rasanya seperti Jesse baru saja mencoret satu targetnya karena tak bisa meraihnya.

"Aku tahu," ujar Mrs. Trace. "Aku mengerti betapa kau menginginkan ini. Kau murid berprestasi, Ms. McGraw. Aku yakin kau bisa berhasil di matematika. Nilaimu kualifikasimu di bidang ini cukup tinggi dan menurutku kau punya bakat terpendam di sana. Kita tak pernah tahu. Pembimbing olimpiademu pasti membantumu, jangan khawatir."

Tidak. Jesse tidak bisa tidak khawatir. Jesse sangat khawatir. Ia meragukan motivasi Mrs. Trace, ia juga meragukan kemampuannya, ia pun meragukan pencapaiannya di masa depan. Semuanya tidak akan sama lagi jika Jesse tidak menempati posisi sains. Bagaimana jika Jesse berhasil kali ini akan membuatnya berada di matematika untuk seterusnya? Itu mimpi buruk!

Jesse tidak bisa mengeluh dengan teman-temannya di olimpiade, semuanya sibuk mempersiapkan diri menjelang penyisihan pertama tapi Jesse tidak bisa memfokuskan dirinya ke matematika. Jesse butuh tempat untuk bercerita. Max tidak akan banyak membantu karena baginya akademik bukanlah segalanya. Max tidak mengerti. Jadi Jesse memutuskan bercerita pada Cara.

"Apa masalahnya?" sahut Cara setelah Jesse menjelaskan panjang lebar soal keraguannya di musim olimpiade tahun ini. "Itu masih hal hebat."

"Aku tidak bisa menempati posisi itu," gerutu Jesse. "Semuanya tidak akan sama lagi. Aku merasa seolah-olah aplikasi kuliahku melayang begitu saja."

Cara tersenyum-senyum. Bukan pada Jesse. Ia tersenyum pada Rick yang sudah menengok lusinan kali di kursi terujung. Entah permainan apa yang pasangan itu mainkan hari ini, tapi Cara dan Rick seperti sedang menjaga jarak dan bersikap malu-malu seolah mereka belum berpacaran atau sesuatu.

Cara akhirnya memusatkan kembali fokusnya pada temannya. Jesse harus memaklumi itu karena 80% dunia Cara berputar pada Rick, sementara sisanya harus dibagi antara sekolah, keluarga, teman, dan kepentingannya sendiri. "Menurutku, kau tetap akan masuk kuliah ke tempat manapun yang kau inginkan, J."

"Tetap saja. Itu tidak akan sama lagi. Tidakkah kau mengerti itu?"

"Mungkin." Cara mengendik. "Tapi jika kau menang kejuaran balet sekalipun, kau akan tetap masuk ke kedokteran."

"Aku tidak berminat masuk kedokteran."

"Kau bilang kau ingin pakai jas putih."

Jesse memutar mata. "Bukan berarti aku ingin jadi dokter."

"Yah, kau cocok jadi dokter."

Akhirnya Jesse menyerah memberitahu siapapun. Tidak seorangpun mengerti. Jesse belum membicarakan ini pada ayahnya. Tidak yakin bagaimana respon ayahnya yang selama ini membanggakan Jesse karena bisa memenangkan olimpiade sains.

"Ingat besok, Baby J," ujar Cara tiba-tiba.

Jesse merengut. "Dan panggilan Max sekarang terdengar seperti olokan. Ada apa besok?"

Cara mengernyit, "Kau janji akan menonton Max. Kau bilang kau akan datang bersama ayah ibumu. Omong-omong aku akan membuat berondong jagung. Sangat banyak. Untuk semua orang. Adik dan ibu Rick juga datang. Keluargamu datang. Ini pasti seru!"

Jesse tidak bisa melihat keseruannya. Ia tidak merasa senang pada apapun sejak hasil kualifikasi itu keluar. Tapi Max juga mengingatkannya melalui pesan. Meskipun Jesse menghindari Max, tapi Jesse tidak bisa mengingkari janji. Lagipula orang tua Jesse akan ikut menonton dan Jesse tidak bisa menghindari Max kali ini.

Jadi Jesse menyelesaikan semua PR yang dimilikinya supaya bisa datang ke pertandingan Max di akhir pekan itu. Diam-diam ia juga menyelesaikan esai setelah begitu putus asa mempertahankan prestasi yang tidak sesuai dengan rencananya. Ia tidak tahu apakah esai tersebut akan membantunya mendapatkan mimpinya secara instan, tanpa harus melalui olimpiade terkutuk demi menyingkirkan saingan-saingannya di masa depan. Ia tidak tahu seperti apa masa depannya, apakah Jesse akan tetap berada di jalurnya dan tidak berpindah halauan. Jesse membulatkan tekadnya untuk mengejar mimpinya sekarang juga. Mengandalkan keberuntungannya sebelum ia bisa berubah pikiran. Sebelumnya, Jesse tidak percaya pada keberuntungan. Tetapi untuk saat ini Jesse tidak memikirkan apa yang mungkin terjadi jika esai yang ia kerjakan bisa membantunya, yang paling penting sekarang ini adalah Jesse ingin mencoba peruntungannya terlebih dahulu.

Setelah Jesse selesai dengan urusannya, ia memilih kaos dan jins terbaik untuk datang ke pertandingan. Ayah dan ibunya pun telah bersiap ketika Jesse keluar untuk sarapan. Mereka terlihat antusias meski keluarga McGraw jarang menonton saluran NFL saat musim pertandingan.

"Kau siap untuk hari ini?" tanya Janice ketika menyodorkan telur setengah matang pada putrinya. "Kau terlihat lesu. Apa kau sakit? Mungkin sebaiknya kau istirahat di rumah. Aku akan memastikanmu terurus sebelum kami berangkat menonton Maxime."

"Tidak," elak Jesse. "Aku baik. Hanya kurang bersemangat. Itu saja."

Janice dan James berpandangan. Jelas-jelas terheran melihat sikap Jesse, mengingat putri mereka itu selalu antusias dengan apapun yang berhubungan dengan Maxime. Meskipun Jesse tak yakin orang tuanya tahu tentang hubungannya dengan Max. Jesse tidak pernah menceritakan hubungannya dengan Max kecuali pada Cara. Rick pasti tahu dari Cara. Selebihnya orang-orang hanya menilai dari interaksi yang terjadi antara Max dan Jesse selama ini.

"Kau akan datang ke pertandingan tanpa semangat?" sahut James. "Yang benar saja!"

"Kau yakin kau baik saja?" tanya Janice lagi semakin khawatir. "Menurutku, Maxime akan mengerti kalau kau tidak datang."

"Aku sudah janji akan datang." Jesse menghela napas dan mulai membangun senyumnya. Jenis senyum pura-pura yang tidak bisa ia nikmati. Ia berharap orang tuanya percaya. "Mungkin aku hanya butuh asupan."

"Jadi ada berita apa minggu ini di sekolah?" tanya James setelah menyesap kopinya. "Kau selalu di kamar saat jam makan malam. Apa kau memang sesibuk itu?"

Jesse mengerut ketika diingatkan apa yang terjadi minggu ini. Banyak sekali yang terjadi dan Jesse tidak mengira semuanya terjadi di minggu yang sama. Di minggu yang sial ini. Jesse menghadapi penindasan yang tidak ia duga, harus berurusan dengan kepala sekolah―yang untungnya hanya diberi peringatan tingkat satu, lalu hasil kualifikasi itu yang merusak segalanya.

"Aku terpilih untuk maju ke olimpiade matematika." Nah, Jesse sudah mengakui meski harus membuang pandangannya. Tinggal melihat bagaimana hasilnya.

Dan hanya keheningan yang kemudian menjawabnya. Jesse menatap orang tuanya yang balik menatapnya. James berdeham lebih dulu setelah melirik Janice entah memberi isyarat persetujuan macam apa. "Wow. Kau pasti berusaha keras untuk itu. Kerja bagus, Jesslyn."

"Aku berusaha sangat keras," balas Jesse, menyadari tersirat nada menggerutu dalam kata-katanya. Demi mengingatkan orang tuanya bahwa malam hari ia memang sibuk. Meskipun Jesse tidak sibuk memikirkan matematika―yah, itu kebohongan. Jesse memikirkan matematika. Angka-angka yang berantakan di kepalanya sementara Jesse masih saja menekuri penurunan prestasinya.

"Kau memilih bidang itu, Sayang?" tanya Janice dengan lembut.

Jesse mengakui yang sesungguhnya lagi. Hanya gelengan kepala yang bisa ia lakukan. "Aku gagal memperebutkan kursi sains. Harusnya sekolah menambah kuota bidang itu atau sesuatu."

"Tapi matematika boleh juga," ujar ibunya kemudian. "Itu berarti kau hebat di segala bidang."

Jesse mencoba menikmati penghiburan itu, tapi tidak bisa. Jesse memang berusaha hebat di segala bidang, tapi ada bidang-bidang yang tidak disukainya meski Jesse bisa menguasainya. Tidakkah seseorang bisa mengerti dirinya? Panggilan jiwanya menuju pada sains! Kini Jesse akan terjebak bersama lebih banyak rumus dan angka, Jesse hanya tidak menyukainya.

"Kau pasti bisa mengalahkan siapapun lawanmu di olimpiade nanti," hibur James.

Jesse tidak bicara lagi setelah percakapan itu. Ia hanya menjadi pendengar di mobil ketika menuju ke stadion. Ia tidak memberi kabar pada Max bahwa ia dalam perjalanan. Ia tidak menanggapi keceriaan Cara ketika menyapa semua orang yang duduk di baris yang sama dengan keluarga Beverly. Ia bahkan tidak yakin bisa menikmati pertandingan hari itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top