01

Suasana kelas terlihat hening. Tak seorang pun mahasiswa berani berbicara ketika dosen sedang memberikan materi. Begitu pula tidur.

Apa sempat mereka tertidur ketika seorang dosen garang sedang berdiri di depan LCD?

Apa ada yang berani melakukannya?

Pada kenyataannya ada.

Walau tanpa disengaja.









"Hey! Putri tidur, Kim Sohyun!! Keluar dari kelas sekarang juga!!"


Kim Sohyun. Hanya gadis itu yang tertidur pulas di dalam kelas. Adakalanya ia sedang bermimpi indah. Namun, tentu saja ia tak senang jika hidupnya harus semonoton itu.

Kim Sohyun pun mengambil tasnya dan bergegas pergi meninggalkan kelas.
.

.

.
.

.

"Diusir lagi?!"

Sapa seseorang dari balik telepon ketika Sohyun merebahkan diri duduk di kursi sepanjang lorong.

"Iya."

"Sampai kapan Sohyun-ah?"

"Sudahlah. Berhentilah bekerja dan fokus kuliah saja. Kau pasti kelelahan.."

"Tidak. Aku tidak akan berhenti kerja. Kau tahu? Ini Seoul. Biaya hidup disini jauh lebih mahal daripada di Daegu. Aku tidak mau merepotkan eomma. Apalagi ia sampai harus menjual rumah lama kami demi melunasi hutang-hutangnya."

"Menyedihkan. Setidaknya, jangan terlalu keras bekerja. Semampunya saja.."

"Iya. Iya.. kau memang sahabat terbaikku, Yeri."

Meski sudah sekitar lima tahun Sohyun hengkang dari Daegu menuju ke Seoul, menanggalkan begitu banyak memori indah maupun buruk darisana begitu pula meninggalakan sahabat baiknya, Yeri, ia masih menyempatkan diri menghubungi gadis itu. Menceritakan segala keluh kesah yang di alaminya.

Seoul adalah kota yang individualis. Jangan harap semua orang disini akan ramah pada gadis desa seperti Sohyun. Sebagian dari mereka mungkin memicingkan mata. Memandang Sohyun itu kuno dan tidak modern.

Tapi sungguh. Jika saja Sohyun lengah sedikit, ia pasti sudah jatuh dan di injak-injak jati dirinya di Seoul.

Sohyun memang gadis yang cukup tangguh.

Gadis itu lalu mematikan ponselnya. Menatap kembali pemandangan membosankan yang ada di hadapannya.

Beberapa mahasiswa berlalu lalang dengan kesibukannya. Bahkan tak jarang ia mendapati dua orang pasangan sedang bermesraan di tempat umum.

Sohyun menghela nafas.

"Oh. Jam berapa ini?"

Sohyun melirik jam di tangannya. Ketika menyadari sudah lebih dari satu jam ia duduk di bangku tersebut, dan pukul sudah menunjuk angka tiga, artinya ia harus bergegas ke perpustakaan.

Selain belajar di kampusnya, Sohyun sebagai mahasiswa semester dua juga turut andil dalam tugas suka rela menjaga perpustakaan.

Ia ikut beres-beres buku di sana. Juga membantu mencatat mahasiswa-mahasiswi yang keluar masuk perpustakaan.

Sebenarnya aktivitas yang dilakukannya itu ikhlas ia jalani demi mengisi kekosongan waktu. Namun, pihak perpustakaan selalu memberikannya bonus sebagai ganti waktu yang telah tersita itu.

Sohyun bersyukur. Setidaknya, masih ada orang baik yang peduli akan kehadirannya di kampus.

.

.

.

.

.

"Terima kasih Ahjussi.."

"Ehm.. kau mau pulang sekarang?"

"Iya Ahjussi. Eomma pasti sibuk mengurus pesanan bunga di rumah. Sekali lagi terima kasih.."

Sohyun menampakkan senyuman manis. Digenggamnya amplop putih itu erat-erat. Ahjussi pengelola perpustakaan selalu memberinya uang bonus per hari setelah Sohyun menyelesaikan kegiatannya di sana.

Lumayan, uang ini bisa aku tabung. Pikir Sohyun.

Drrttt... drrttt...

Tiba-tiba ponsel Sohyun bergetar.

Ada panggilan masuk rupanya.

Oppa.

Sohyun menggemingkan nama yang terpampang pada layar ponsel.

Ah.. dia pasti mau menjemputku lagi kan?

Apa aku selalu merepotkannya?

"Halo, Oppa?"

"Kau dimana? Apa sudah selesai dari perpustakaan?"

"Iya. Begitulah.."

"Baiklah. Tunggu aku di tempat biasa."

"Hah?"

"Kita pulang bareng."

"Halo, Oppa? Tapi.."

Tut..tut..tut..

"Halo?"

"Ih.. kok dimatiin?"

Sohyun's pov

Aku sedang duduk di jalanan menuju gerbang. Menunggu Oppa seperti biasanya.

Oppa adalah anak pemilik rumah yang sekarang ini aku dan eomma sewa. Ya, untungnya keluarga Oppa sangat baik terhadap kami. Mereka berani memberi kami harga sewa yang murah. Bahkan, setiap kali keluarga Oppa mengadakan pesta, kami selalu diantar makanan yang enak-enak.

Sebenarnya, aku masih agak canggung dengan Oppa. Dia selalu menjemputku setiap kali aku berangkat atau pulang kuliah. Kami awalnya tidak terlalu dekat. Tetapi semenjak kejadian aku pernah hampir dilecehkan dan dirampok suatu malam di tempat sepi, Oppa datang menolongku dan membawaku pulang bersama.

Pada akhirnya, semua orang khawatir terhadapku. Termasuk orangtua Oppa yang sudah aku anggap sebagai keluarga sendiri. Mereka justru yang meminta Oppa agar selalu menjagaku.

Sungguh mereka sangat baik. Mereka juga sudah menganggapku seperti anak perempuan mereka.

Eomma sangat bersyukur akan kebaikan keluarga Oppa kepada kami yang hidup berdua di kota keras ini.

Sebuah motor mendarat di depanku. Membuat lamunanku terpecah.

"Oppa?"
"Kenapa selalu menjemputku? Aku bisa pulang sendiri kan?"

"Kau lupa? Aku mendapat amanah untuk selalu menjagamu. Naiklah."

Lagi-lagi aku masih merasa canggung. Setiap kali berada di dekat Oppa, aku merasa gugup. Dan perasaan ini kembali mengingatkanku pada orang yang telah meninggalkanku lima tahun silam.

"Cepat naik. Kau suka melamun ya?"

Aku berdecih pelan.

Oppa memang baik. Tapi jangan berpikiran ia orang yang lemah lembut dan berperasaan.

Sebenarnya, Oppa adalah tipe cowok yang dingin dan kaku. Herannya, para gadis di kampus ini mengidolakannya bersama kedua sifat mainstreamnya itu.

Ini pula yang aku takutkan. Bagaimana kalau fans oppa tau setiap hari oppa mengantar dan menjemputku kuliah? Aku bisa diserbu!

Aku terkadang berpikir.

Apa kerennya cowok dingin sih? Bukankah cowok yang menjadi idaman itu adalah yang bersifat hangat dan juga perhatian?

Cinta memang buta.
.
.

.

.

.

Tak lama kemudian, aku tiba di depan rumah. Ketika aku turun, seseorang langsung menyapa dan memelukku.

"Oh.. kau baru saja pulang rupanya.."

Aku sedikit terkejut. Aku pun hanya menampilkan tawa ringanku.

"Yak.. Yoongi-ah. Apa kau menjaga putriku ini dengan baik?"

"Apa dia menjagamu dengan baik sayang?"

Tunggu. Dia bukan Eomma ku. Melainkan Eomma Yoongi Oppa.

Namanya adalah Min Yoongi. Dan aku selalu memanggilnya Oppa karena ia mahasiswa tingkat atas. Anak ahjumma ini memang cukup cuek. Tak jarang, ahjumma dibuat gemas olehnya. Parahnya, karena Yoongi selalu menatap datar eommanya itu ketika sedang berbicara.

"Aish.. dasar anak itu. Aku menyesal menikah dengan pria dingin seperti appa-nya. Keduanya sangatt mirip."

Kali ini aku terkekeh. Ahjumma sangat lucu jika sedang kesal. Ia selalu menyesal karena sudah melahirkan anak seperti Oppa. Dan bisa-bisanya Ahjumma menjadi korban kecuekan anaknya itu.

Oppa kini sudah tak terlihat. Ia langsung menuju ke rumahnya yang berada di sebelah rumah kami setelah Ahjumma mulai berkicau.

"Apa Eomma sudah pulang?"

"Aish... kau pula. Kau selalu mencari eomma mu. Aku jadi merasa cemburu. Bukankah aku juga eomma bagimu? Hmm?"

Aku tersenyum lebar.

"Iya iya.. aku tidak akan mencari Eomma lagi. Karena setiap pulang Ahjumma selalu menyambutku dengan penuh kasih sayang."

"Ah.. kau bisa saja..Padahal aku hanya bercanda."

"Oh iya, Eomma mu masih di tokonya. Banyak pesanan bunga yang harus ia siapkan. Tadi dia menelponku. Karena Eomma mu tak sempat menyiapkan makan malam, jadi makanlah di tempatku ya."

"Uhmm.. tidak Ahjumma. Sepertinya aku tidak bisa. Aku mau membantu Eomma saja di toko."

"Hei.. setidaknya makanlah dulu. Nanti putriku yang cantik ini bertambah kurus.. aku tidak suka."

"Ayolah Ahjumma.. aku tidak akan kurus dengan hanya melewatkan sepiring makan siangku. Aku bisa makan berpiring-piring lain waktu. Kalau perlu, aku akan menghabiskan seluruh persediaan makan Ahjumma."

"Eiihh...anak nakal.

Baiklah. Jika itu maumu. Apa perlu aku meminta Yoongi untuk mengantarkanmu lagi?"

"Ah.. tidak-tidak. Lagipula, jarak toko dari rumah hanya sepuluh blok. Aku akan baik-baik saja."

"Ya ya.. kau pandai sekali bicara. Ya sudah sana.. hati-hati di jalan."

Aku tersenyum dan memeluk Ahjumma sekali lagi sebelum pergi meninggalkannya.

...................................

Hari semakin sore. Sohyun sudah cukup menghabiskan waktu di toko bunga milik ibunya. Dan tak lama lagi, ia harus berangkat bekerja di sebuah cafe.

"Apa setelah ini kau akan pergi bekerja?"

Sohyun mengangguk. Tangannya masih mengumpulkan bunga mawar merah itu dan merapikannya ke dalam bucket.

"Sohyun.. Eomma tidak mau kau kecapaian. Biar Eomma saja yang mencari uang."

Sohyun pun mendongak dan menatap intens ibunya.

"Eomma... bukannya begitu. Aku hanya ingin mencoba mandiri saja. Lagipula, pekerjaanku tidak terlalu melelahkan. Aku sehat-sehat saja. Lihat.."

Sohyun membalik-balikkan badannya demi menunjukkan kebugarannya di hadapan sang ibu.

Ibu Sohyun kini tertawa melihat tingkah konyol putrinya itu.

"Baiklah.. baiklah. Lakukan apa yang kau mau. Jika kau lelah, katakan pada Eomma. Eomma akan melabrak bosmu nanti.."

"Ish.. Eomma. Kau berlebihan."

"Apa masih banyak pesanan yang belum disiapkan?"

"Tidak. Berkatmu, pekerjaan eomma terselesaikan."

"Ya sudah sana berangkat! Sudah jam berapa ini? Nanti kau telat."

Sohyun menepuk dahinya.

"Eomma benar. Lima belas menit lagi adalah shift-ku. Kalau aku sampai telat.. aku bisa dipecat."

Sohyun merapikan barang-barangnya.

"Daaa Eomma. Aku berangkat."

Sohyun bergerak cepat menuju ibunya dan mengecup singkat pipi ibunya itu.

"Yak.. dasar bayi besar!"

Sohyun tersenyum puas. Akhirnya, ia bisa melakukan apapun yang diinginkannya kepada sang ibu setelah sempat terpisah lama. Kali ini, ia akan lebih menjaga ibunya agar beliau tidak menjauh darinya lagi.

.

.

.

Cafe tempat Sohyun bekerja tidaklah terlalu jauh. Namun, butuh perjuangan untuk menuju ke sana. Sohyun harus berlari-larian dan mencari bis agar bisa sampai tepat waktu.

Namun di perjalanan, ia tidak sengaja menabrak seseorang dengan belanjaannya.

"Yakk!! Apa kau punya mata?"









































Bae Irene?


















Hai.. I'm back dengan kelanjutan kisah Recondite.

Pastikan tetep baca ya?

Kita kedatangan orang baru disini...

See you next chapter!
😊😊😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top