Tiba di Edealunis
Sejak memasuki wilayah Edealunis, mulut Katha nyaris tak terkatup. Matanya terus menatap takjub pada pemandangan yang dalam mimpi pun tak sanggup dia bayangkan. Berbagai bunga dan tanaman yang belum pernah Katha temui sebelumnya menghias jalanan, mulai dari gerbang putih raksasa yang menjulang jauh di atas kepala mereka, hingga katedral suci yang menjadi simbol Sang Edea sendiri. Semua terlihat berkilauan seolah tiada setitik debu pun yang berani singgah di sudut-sudut kota suci.
Untung saja ada Talon yang memimpin jalan. Katha hanya perlu mengikut saja ke mana sang pemimpin rombongan menuju.
"Kita sampai," ujar Talon. "Jangan terdistraksi keramaian ini. Kita harus memastikan kedatangan kita diketahui ... dan diakui sebagai perwakilan Qokar di turnamen."
Tak lama kemudian seorang pria berseragam resmi menghampiri mereka dan memperkenalkan dirinya sebagai pemandu yang ditugaskan untuk menyambut rombongan delegasi dari Qokar.
"Perwakilan Qokar, selamat datang di Kerajaan Suci Edealunis. Kalian pasti lelah setelah perjalanan jauh. Mari, ikut saya. Akan saya tunjukkan tempat untuk kalian selama festival dan turnamen berlangsung. Kalian adalah tamu kehormatan."
Talon melirik tiga rekan perjalanannya, lalu ke arah pria tadi, lalu suara tawanya membahana di udara. "Begitulah seharusnya menyambut pejuang. Rekan-rekanku, ada baiknya kita menerima kebaikan tuan rumah. Silakan, hei pemuda, pimpin jalannya!"
Mereka melewati deretan kios pedagang kaki lima yang menjajakan aneka rupa barang dagangan. Roderick menjelaskan bahwa memang hari itu sedang ada festival perayaan untuk menyambut turnamen yang telah lama dinanti-nantikan.
"Apa kita boleh mampir sebentar?" celetuk Astrid saat mereka melewati deretan kios yang menjual senjata dan perlengkapan perang.
Pertanyaan tersebut sontak saja mendapat sindiran keras dari si pemimpin rombongan. "Hei, Nona Muda, apa telingamu tersumpal? Kenapa kau malah terdisktraksi?" ujar Talon tegas.
Pengawal yang memimpin jalan berbalik sejenak dan mengangguk. "Ini masih siang, Tuan yang Terhormat. Mungkin ada waktu untuk melihat-lihat sebelum memenuhi undangan Paus nanti."
"Hei pengawal, siapa namamu?"
Pemuda itu tercengang sesaat. "Maafkan kelancangan saya, lupa memperkenalkan diri." Ia menunduk dengan satu tangan di dada. "Saya Roderic, pengawal yang diutus Kerajaan Suci Edealunis untuk memandu kalian. Anda Tuan Talon, benar?" Ia lalu menoleh ke Astrid. "Dan Anda, Nona. Ada baiknya kita lekas sampai di tempat istirahat kalian. Membawa segitu banyak barang sambil melihat-lihat festival bukan hal baik. Kami bertanggung jawab atas keamanan di tempat ini, maka kami berhak untuk meminimalisir kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi."
"Bicaramu tinggi sekali untuk ukuran pengawal." Talon mendengkus. "Tapi, aku setuju. Jangan mampir sekarang, Astrid. Kamu mungkin bersemangat, tapi kudamu sudah mau tersandung, sepertinya."
Meski bukan dirinya yang sedang disindir, Katha yang sejak tadi tidak bersuara sontak lebih berhati-hati mengarahkan tunggangannya. Difokuskannya pandangan ke depan, ke arah gedung katedral yang tampak begitu agung di tengah kemilau Kota Edealunis, agar dirinya tidak tergoda pada aneka bunga yang dipajang para penjual tanaman.
"Kalian tidak harus mengikutiku setelah ini, ASAL kalian bisa kembali setengah jam sebelum waktu pertemuan," pesan Talon saat mereka telah tiba di menara yang akan menjadi tempat bermalam mereka selama beberapa hari ke depan.
Astrid langsung memelesat memilih kamar untuknya sendiri. Katha yang masih merasa asing dengan tempat itu memutuskan untuk memilih kamar tepat di sebelah kamar Astrid. Seperti bagian Edealunis yang lain, kamar itu tampak sangat berkilau. Seluruh perabotannya dipelitur hingga mengilat, bantal dan kasurnya dibungkus rapi dengan kain putih. Sungguh berbeda 180 derajat jika dibandingkan dengan gubuk tempat Katha dan keluarganya tinggal.
Tak tahu harus berbuat apa di tengah kamar yang asing itu, Katha memutuskan keluar untuk mencari Astrid. Ternyata rekannya itu sudah berderap menuju festival. Mulanya, Katha ingin memanggil, tetapi dia tidak ingin membuat keributan dan menarik perhatian orang lain. Akhirnya, Katha memutuskan membuntuti Astrid diam-diam.
Dengan mudah Katha berhasil menyusul Astrid. Namun, keberanian untuk menyapa gadis berambut perak itu tak muncul jua.
"Mau sampai kapan kamu berjalan di belakangku, Maltha?"
Rupanya Astrid menyadari kehadiran Katha.
Teguran Astrid membuat Katha terperanjat. "Ma-maaf. A-aku tadi hendak menyapamu, ta-tapi kamu terlihat serius melihat-lihat senjata," sahut Katha sambil memilin-milin ujung bajunya yang terbuat dari kulit binatang.
Astrid mendengus. "Sampai kapan kamu mau berjalan di belakangku? Tubuh kecilmu itu bisa saja tenggelam di keramaian," serunya sebelum kembali melanjutkan langkah.
Dengan sedikit ragu-ragu, Katha melangkah maju. "Bo-boleh aku berjalan di sampingmu err ... As-Astrid?"
"Asal kamu tidak merepotkan, aku tidak masalah."
Dengan senyum terkembang lebar, Katha berjalan di sisi Astrid. Segala yang menarik perhatian Astrid juga menarik perhatian Katha. Begitu juga saat langkah Astrid terhenti di depan sebuah papan pengumuman..
"Ada adu kekuatan, malam ini. Kita harus ikut, Maltha," ajak Astrid sembari tersenyum lebar.
Katha membaca selebaran yang ditunjuk Astrid. Perhatiannya langsung tertuju pada deretan angka yang tertera.
"Kalau menang, kita akan dapat uang?" Untuk pertama kalinya dalam beberapa hari itu, Katha terlihat semangat.
"Mungkin. Kamu akan ikut, kan?" Astrid menoleh ke arah Maltha. "Dari hasil duel kemarin, aku yakin kamu bisa mengalahkan siapapun. Tapi jangan senang dulu, kali ini aku tidak akan kalah darimu."
"Err. Kalau kamu ikut. Aku akan coba ikut."
Katha sedikit salah tingkah. Yang mengalahkan Astrid waktu itu bukan dirinya, melainkan Maltha yang asli, saudari kembarnya yang kini terbaring tak sadarkan diri di Abgennar sana. Untuk menutupi rasa gugupnya, Katha membaca lagi selebaran itu. Selain lomba adu kuat, ada lomba lain yang menarik perhatiannya.
"Tapi, aku lebih tertarik lomba lari halang rintang ini."
"Ikut saja. Kalau sanggup, ikut semuanya. Kita ini Qokar, kekuatan kita pasti lebih kuat dibanding mereka," ucap Astrid menggebu-gebu.
Katha mengangguk senang. Kepalanya berayun-ayun cepat saking semangatnya. Tampaknya, walau bertampang garang, Astrid adalah teman yang baik. Katha bersyukur tadi dia mengikuti Astrid ke festival.
"Nanti saja." Tiba-tiba saja, Batarich Lonechair pun sudah berada di hadapan Astrid dan Maltha, "Sepertinya sesaat lagi kita harus bertemu dengan Paus. Lekas, sebelum kalian diomeli lagi oleh Talon."
"Ba-baik, Paman." Seringai yang tadi menghias bibir Katha langsung lenyap seketika. Dia melirik Astrid sekilas, lantas dengan kepala tertunduk berjalan membuntuti Batar menuju menara.
=0=
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top