Prolog

Katha tahu bahwa Maltha sangat kuat. Namun, dia tidak pernah menyangka Maltha akan pulang dengan membawa sepuluh ekor kerbau dan berbagai hadiah yang diperoleh dari Suku Khou.

Bukan berarti Katha meragukan kemampuan bertarung saudari kembarnya itu. Hanya saja, selama ini mereka berdua hanya dilatih bertarung oleh ayah mereka, Kuri Azag-nannar. Meskipun sebagai kepala suku, Kuri adalah petarung terbaik di desa mereka, tetap saja suku Abgennar hanyalah sebuah suku miskin yang terisolasi dari peradaban Qokar lainnya.

Perlengkapan perang mereka dibuat ala kadarnya dari kulit, kuku, dan tulang binatang. Pedang mereka memang ditempa dari besi terbaik, tetapi sudah usang dan diwariskan turun-temurun. Belum lagi, karena hidup dalam kemiskinan, perawakan mereka tidak sekekar dan sebesar petarung Qokar dari suku-suku lain. Karena itulah, Katha hanya berdoa semoga saudarinya pulang dengan selamat. Tidak lebih ataupun kurang. Dia tidak terlalu berharap Maltha akan memenangkan duel yang diselenggarakan oleh Suku Khou itu.

"Aku hanya punya waktu beberapa hari, Kath. Paman Talon memintaku untuk segera kembali ke kota karena sebagai jawara, aku berhak mewakili Qokar yang akan diadakan di Edealunis," tutur Maltha pada malam usai pesta perayaan pemenangnya.

Malam itu, akhirnya mereka kembali tidur berdampingan setelah terpisah berminggu-minggu.

Edealunis.

Katha beberapa kali mendengar tentang tempat itu dari para tetua suku, juga sesekali dari ayah mereka. Bagi Katha, Edealunis dan juga negeri-negeri yang disebutkan itu terdengar seperti dongeng saja. Terlampau asing baginya untuk dibayangkan. Dia tidak bisa membayangkan tempat selain Lembah Abgennar yang menjadi tempat tinggal selama lima belas tahun hidupnya.

"Kamu akan pergi lagi?" Katha harap Maltha hanya bercanda. Sayangnya, jawaban yang dia terima tidak sesuai harapan.

"Ya." Maltha mengangguk mantap. "Mungkin untuk waktu yang lebih lama."

Tampaknya Maltha menyadari perasaan gundah yang mengisi benak dan kalbu Katha. Gadis itu pun buru-buru menambahkan, "Tapi, aku akan membawa hadiah yang lebih banyak lagi jika menang turnamen. Ayah pun juga akan lebih dihargai oleh kepala-kepala suku yang lain jika aku berhasil membawa pulang Tarikh Daslaenad ke Qokar."

Tarikh Daslaenad.

Jika Kekaisaran Qasalon dan Kerajaan Isigalla saja sudah seperti negeri dongen di benak Katha, Kekaisaran Daslaenad adalah hal yang lebih purba lagi. Konon katanya, sebelum terpecah-pecah menjadi tiga negara seperti sekarang, Benua Hiryn pernah disatukan dalam Kekaisaran Daslaenad dan dipimpin oleh seorang raja yang agung serta bijaksana. Tidak ada yang tahu seperti apa bentuk Tarikh Daslaenad itu, tapi yang jelas, semua orang percaya, siapa pun yang menguasainya akan memiliki kekuatan untuk menyatukan Hiryn kembali.

"Tidak bisakah kamu menolak tawaran untuk bertarung di turnamen itu?" tanya Katha. Kekhawatiran membayang jelas di wajahnya.

"Bisa. Tapi, buat apa? Aku justru tidak sabar untuk segera berangkat," ujar Maltha dengan berapi-api.

"Kita akan berpisah lagi."

Maltha terdiam. Dimiringkannya badan hingga mereka saling berhadapan. "Kenapa kamu tidak ikut saja denganku? Ayo, kita lihat dunia luar bersama, Kath."

Kali ini, giliran Katha yang terdiam. Dia bimbang. Di satu sisi, dia ingin membersamai Maltha. Tapi, di sisi lain, dia takut. Dia bukanlah Maltha yang selalu bersemangat menghadapi rintangan seberat apa pun. Dunia luar terdengar terlalu menyeramkan bagi Katha.

"Aku akan menunggu di sini dan merawat kerbau-kerbau yang kamu bawa, supaya ketika kamu kembali dari Edealunis, mereka sudah berlipat ganda. Jadi, kita bisa merayakan kemenanganmu dengan lebih meriah."

Maltha tersenyum girang. "Begitu juga bagus."

Setelah bercerita dengan hebohnya tentang pemukiman suku Khou dan juga lawan-lawan duelnya, Maltha terlelap. Mungkin rasa lelah setelah menempuh perjalanan berhari-hari sambil menggiring kerbau akhirnya menyerang gadis itu.

Berkebalikan dengan saudarinya, Katha terus terjaga sampai pagi menjelang. Bayangan berpisah lagi dengan Maltha terus mengusik pikirannya.

Karena kurang tidur, Katha menolak ajakan Maltha untuk berburu babi hutan bersama para pemuda-pemudi Abgennar lainnya. Dia memutuskan untuk langsung pulang setelah menjalankan kewajibannya menemani Maltha latih tanding–yang lagi-lagi berujung dengan kekalahan dirinya–dan menyiangi tanaman di ladang. Hujan deras yang turun tiba-tiba petang itu membuat tidur Katha kian nyenyak. Jika saja tidak ada suara ribut-ribut di luar, mungkin saja dia masih terlelap hingga tengah malam.

Dengan langkah berat, Katha keluar dari gubuknya. Di tengah hujan, orang-orang berlalu-lalang dengan panik. Katha memerlukan setidaknya lima belas menit untuk mencerna informasi. Di kejauhan, salah satu bagian tebing keramat yang menjadi benteng desa mereka runtuh.

Tangan Katha menggapai salah satu bocah yang lewat di hadapannya. "Apa yang terjadi?" tanyanya dengan suasana serak.

"Tebing Keramat longsor. Mereka sedang berusaha menyelamatkan orang-orang yang tertimbun reruntuhan."

Petang itu. Dunia Katha ikut runtuh saat dia melihat tubuh Maltha dibopong ramai-ramai oleh para punggawa desa.

-0-

Selain sebagai teman latih tanding Maltha, Katha nyaris tidak pernah menginjakkan kaki ke dalam arena pertarungan. Biasanya dia akan dipanggil ketika lawan tanding Maltha yang lain telah roboh. Meski ayunan pedangnya tidak sekuat Maltha dan badannya lebih kecil, Katha tidak terkalahkan dalam hal kecepatan dan kegesitan. Dia dapat mengimbangi Maltha lebih lama dari yang lainnya karena kebanyakan serangan Maltha gagal menyentuhnya. Biasanya pertandingan akan dihentikan karena salah satu dari mereka sudah terlalu lelah untuk mengayun pedang.

Berbeda dengan kembarannya, Maltha lebih suka menghabiskan waktunya dengan bercocok-tanam di ladang atau menggembala ternak di padang sabana. Ketika sayembara terkait duel yang diadakan Talon dari suku Khou sampai di desa mereka, Katha sama sekali tak tertarik.

Katha tidak pernah membayangkan dirinya akan bertarung dengan orang selain Maltha. Namun kini, dia harus menggantikan Maltha mengikuti turnamen ... di negeri asing ... bersama gadis yang tidak pernah dia temui sebelumnya ... melawan orang-orang yang selama ini hanya kira ada dalam cerita-cerita dongeng.

Dua hari telah berlalu sejak tebing keramat longsor, tetapi Maltha belum juga sadarkan diri. Kalaupun sadar, mustahil juga Maltha mengikuti turnamen. Kedua tangan dan kakinya patah dan cedera. Perlu waktu yang cukup lama sampai gadis itu bisa kembali bertarung di arena.

"Selama ini, kamu selalu bisa mengimbangi Maltha. Lagipula, kamu tidak akan bertarung sendirian. Kudengar gadis yang menjadi juara kedua cukup kuat. Dia akan menjadi rekanmu selama turnamen," tutur Kuri saat membujuk Katha agar mau menyamar sebagai Maltha.

Katha yang selama ini tak pernah punya keberanian untuk menolak permintaan orang lain, akhirnya pasrah menerima nasib. Suku mereka telah terlalu lama hidup dalam kemiskinan, apalagi ladang mereka turut menjadi korban longsor. Tanaman yang selama berbulan-bulan warga rawat tak lagi bisa diharapkan untuk musim kering berikutnya. Hadiah yang dijanjikan aliansi bagi mereka yang mewakili turnamen tentu akan sangat membantu keberlangsung hidup warga Abgennar.

Maka, meski dengan rasa takut yang menderu-deru di dadanya, Katha berangkat untuk menjemput pria yang kata ayahnya akan menjadi mentornya selama turnamen: Batarich Lonechair. Nama itu mungkin sudah dilupakan banyak orang. Namun, Kuri Azag-nannar kerap menyanjung dan memuji-muji si pemilik nama sebagai petarung terbaik di seantero Qokar.

"Bahkan para pejuang Qokar dari suku Khou dan Mazak yang badannya sebesar beruang itu bisa Batar taklukkan hanya dalam dua kali gerakan." Begitu yang sering Kuri ulang-ulang saat menceritakan pengalamannya saat bergabung menjadi prajurit Qokar yang menjaga tanah leluhur.

Katha harap Batarich Lonechair memang sekuat yang ayahnya ceritakan. Meski tak berani bermimpi akan memenangkan turnamen, Katha harap setidaknya dia dapat pulang hidup-hidup ke Abgennar.

Semalam Kuri sudah mengutus beberapa orang kepercayaannya untuk mengabari Batar lebih dulu. Namub untuk berjaga-jaga, dia membekali Katha dengan sepucuk surat. Setelah berhasil mengumpulkan keberanian, Katha mengetuk gubuk reyot yang terletak di pinggiran sabana Qokar itu.

=========

Mohon maafkan prolog yang kepanjangan ini. Mumpung masih bisa nulis sesuka hati, karena selanjutnya jalan cerita akan sangat tergantung belas kasihan GM dan keberuntungan gacha.

Jangan lupa mampir juga di cerita-cerita lain dalam seri Daslaenad Chronicle ini. 

silakan dicek di reading list. 

Selain Katha, ada 5 peserta lain.

Ada Astrid anaknya chocoryx selaku partner Katha dari Qokar.

Ada Isolda (andywylan) dan Archie (rafpieces) selaku perwakilan para penyihir Isigalla.

Ada Esme (frixasga) dan Einar (Thingsgotlouder) selaku perwakilan dari Qasalon.

Selama turnamen, Katha juga akan didampingi oleh Bapak Talon (zzztare) dan Bapak Batar (RimbaEka).

Doakan Katha bisa pulang dengan selamat dan kembali bercocok-tanam di Abgennar ya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top