Musuh Bersama

Meski paling terakhir menuju tangga, Katha tidak kesulitan menyusul yang lain. Dia memilih tempat di sisi Astrid. Hubungannya dengan Astrid memang penuh pasang surut, tapi bagaimanapun juga mereka adalah rekan satu tim.

Dua pertandingan yang mereka lewati bersama telah membuktikan bahwa mereka tim yang sulit dikalahkan.

"Batarich akan baik-baik saja," ujar Astrid.

"Aku tahu," tanggap Katha sembari tersenyum.

Bukan Astrid jika tidak mengomel. "Dan jangan mengatakan hal yang aneh-aneh. Kita semua pasti selamat."

Namun, omelan gadis itu kali ini justru terdengar hangat dan menenangkan.

"Katha, bukan? Maltha pasti tidak ingin mendengar kabar buruk tentangmu," lanjut Astrid.

Senyum Katha sedikit memudar saat mendengar nama Maltha disebut. Ada satu hal yang masih dia pendam sejak semalam. Sebagai anak kembar, seringkali dia dapat "merasakan" apa yang Maltha alami dan kemarin koneksi itu seakan terputus. Karena itulah kemarin dia tidak bisa fokus dan hanya bisa mengekor Astrid layaknya anak bebek.

"Kamu benar. Kita harus selamat dan pulang membawa kabar kemenangan Qokar," kata Katha dengan senyum kembali tersungging di bibir.

Jika firasat dan bayangan-bayangan yang mengisi benaknya benar terjadi, tentu kasihan sekali ayahnya jika harus kehilangan dua putri sekaligus.

Sudut bibir Astrid terangkat. Belum pernah Katha melihat Astrid memasang ekspresi selembut itu.

"Maaf." Astrid lanjut berkata. "Mungkin semua akan berbeda jika aku tidak keras kepala dengan pilihanku sendiri."

"Tidak perlu minta maaf. Aku juga akan melakukan hal yang sama. Bukankah memang seperti itulah orang-orang Qokar?" timpal Katha. "Kita memang sering dianggap barbar, tapi sebenarnya sangat menghargai nyawa makhluk hidup."

Astrid mengangguk sebagai persetujuan.

Tak jauh darinya, Katha mendengar rentetan pertanyaan yang dilontarkan Esmeralda kepada Sienna. Dia ikut menantikan jawaban Sienna tentang cara menaklukkan dewa asing yang menjadi penyebab segala kekacauan yang terjadi. Kalau pertanyaan terakhir tentang kepala, dia tidak ambil pusing.

"Piala itu, adalah benda yang diberikan Edea ketika Daslaenad gagal membunuh sang dewa asing, sebuah kesempatan kedua bagi kita untuk melenyapkan Nyog-Sothep untuk selamanya." Suara lembut Sienna memantul-mantul di antara dinding sempit yang mengapit mereka. "Cara menggunakannya sederhana, aku akan memancing sang dewa dengan kekuatan Edea dan piala itu akan mematerialisasi makhluk itu sehingga kita dapat menyerangnya."

Sienna terdiam sejenak sambil terus menuruni tangga. Bayangan yang muncul dari bola sinarnya bergoyang seiring langkah.

"Setelahnya, aku akan menggunakan seluruh berkah Edea untuk mengurangi kekuatannya, sehingga dia bisa dikalahkan oleh para mortal."

"Sienna," ujar Astrid. "Berapa lama kamu bisa menahan kekuatannya?"

"Ya, memang mungkin monster apalah itu bisa dikenai senjata, tapi kita nggak tahu bakal sekuat apa dia. Apa ada jaminan dengan segala 'kemudahan' ini, kami bisa mengalahkannya untuk selamanya?" Seakan tak mau kalah, Esmeralda kembali mengajukan rentetan pertanyaan kepada Sienna. "Dan peran piala hanya itu saja? Nanti kami tidak akan dapat bantuan lain?"

Sang saintess hanya tersenyum tipis sebelum menjawab, "Saya akan berusaha menahannya hingga kekuatan terakhir yang diberikan oleh Edea." Dia kemudian melirik ke arah Esmeralda. "Kitalah bantuan itu, jika kita gagal ...."

Sienna berhenti melangkah saat kakinya menjejakanak tangga terbawah. Dia mengangkat tangannya dan membiarkan bola cahayanya naik dan menyebar.

Sebuah ruangan berbentuk lingkaran muncul dalam keremangan dengan sebuah pilar di tengah ruangan yang turun dari langit-langit berbentuk kubah. Di antara pilar dan pedestal, ada sebuah benda kecil berwarna perak berkilau memantulkan cahaya.

Sienna berjalan menuju ke tengah ruangan dengan langkah anggun, mendekati piala. Dia sekali lagi memandang rombongan yang membuntutinya ke ruang bawah tanah..

"Apakah kalian siap?" tanyanya.

"Kita tidak boleh menyia-nyiakan pertahanan Batarich, kan?" Astrid berbisik pada Katha.

"Ya. Kita harus cepat menyelesaikan urusan di sini supaya bisa cepat membantu Paman Batarich mengatasi kerusuhan," jawab Katha.

"Siap ataupun tidak, kami tetap harus menghadapinya, kan, Saintess?" Katha menanggapi pertanyaan Sienna dengan sebuah pertanyaan retoris. Bibirnya mengulas sebuah senyum tipis.

Selanjutnya, tanpa keraguan sedikit pun, Katha menghunus pedang dan memasang kuda-kuda. Diedarkan pandangannya ke sekeliling. Dalam keremangan cahaya, dia berusaha mematri setiap wajah para rekannya dalam ingatan.

Yang lainnya pun juga menyerukan hal yang sama. Tak ada seorang pun yang terlihat ragu ataupun menyesali pilihan mereka.

Sienna mengangguk sebelum mengambil posisi berdoa. Dia menggumamkan beberapa kata yang terlalu lirih untuk didengar dan seluruh tubuhnya bercahaya.

Suasana menjadi mencekam seakan kegelapan menjadi nyata dan berusaha menelan cahaya. Asap berwarna hitam berkumpul dari atas, bergerak masuk ke dalam ruangan, saat melewati para pejuang, hawa dingin merambat hingga ke tulang.

Aroma busuk perlahan merembes dari sela-sela bebatuan di bawah Katedral Balerong Pamujen, lalu menetes ke langit, kepul demi kepul. Cairan kehijauan, lunak, encer, berpadu dalam sulur-sulur translusens, penuh gigi-gigi tajam.

Tiba-tiba, dari sisi yang berlawanan, muncul lolongan.

Bukan, bukan lolongan.

Suara yang diimitasi oleh ... sesuatu.

Ada sesuatu di sana, jauh dalam kegelapan.

Di tengah-tengah suasana yang mencekik hingga kalian susah bernapas, Sienna mengambil piala yang ada di tengah ruangan dan meneriakkan, "LAUS O EDEA!"

Seketika bayangan itu tersedot ke arah Sienna dan Piala, membentuk sebuah sosok yang tidak pernah kalian lihat sebelumnya, tinggi menjulang berwarna hitam dengan mata besar di bagian atas, memutar sesaat sebelum menatap ke arah para pejuang, dan berkata dalam bahasa-bahasa yang tak ubahnya geraman.

Sienna yang terus menggumamkan mantra dan kalian dapat melihat cahaya keluar dari tubuhnya dan mengurung sang dewa yang mewujud. Saat melihat apa yang terjadi, Katha langsung tahu bahwa Sienna bisa sungguhan mati jika terus dibiarkan mengurung Nyog-Sothep seperti itu.

Keraguan sempat menyambangi Katha saat dia menyadari Sienna menggunakan nyawanya untuk menahan Nyog-Sothep. Haruskah dia menghentikan Sienna? Namun, jika begitu, bisa jadi Nyog-Sothep akan terlalu kuat untuk mereka lawan.

"HENTIKAN, SIENNA!" Astrid tiba-tiba berteriak. Kelihatannya gadis itu juga menyadari konsekuensi yang harus ditanggung Sienna.

Saat Katha masih sibuk berdebat dengan diri sendiri, Astrid sudah lebih dulu mengambil tindakan. Dalam sekejap, Astrid melaju mendekati perempuan itu. Kapak yang sudah dia genggam pun diayunkan, tetapi batang kapaknya yang menjadi senjata untuk memukul badan Sienna.

Begitu Sienna pingsan, makhluk menyeramkan yang berada di tengah-tengah ruangan menggeliat dengan tentakelnya yang banyak. Nyog-Sothep yang kini mengambang di antara langit-langit dan tanah, memunculkan dua kabut untuk membantunya menyerang para pejuang. Kabut tersebut seakan memiliki kehendak dan bisa termaterialisasi. Yang pertama menyerang Katha sementara yang kedua melesak ke arah Archer.

Firasat Katha menyuruhnya untuk melompat. Meski kabut itu terlihat begitu ringan, Katha tahu dia akan terluka parah jika sampai menyentuhnya.

Benar saja. Suara tubrukan keras terdengar dari arah Archie yang menjadi sasaran kabut kedua. Darah segar terlihat mewarnai pakaian pemuda itu. Untung saja Katha bisa berkelit.

Melihat apa yang terjadi pada Archie, Katha menjadi penasaran. Jika kabut itu bisa melukai mereka, apakah mereka juga bisa membalas dan melukai si kabut.

Untuk membuktikan teorinya, Katha mengayunkan pedang saat kabut kedua hendak pulang ke si empunya.

Kabut itu memelesat sangat cepat, hanya ujung pedang Katha yang mampu menyentuhnya. Namun, Katha dapat merasakan tumbukan terjadi. Selain itu, ada percikan bunga api yang muncul. Pedangnya seperti baru saja bergesekan dengan logam keras. Tak heran Archie sampai muntah darah saat kabut itu menghantam tubuh ringkihnya.

"Hati-hati dengan kedua kabut itu. Mereka dapat bergerak seringan udara, tapi sebenarnya sekeras baja." Katha memperingatkan yang lain. "Kurasa kita harus menyingkirkan mereka dulu agar dapat lebih leluasa menyerang makhluk itu."

Einar dari Qasalon terlihat tak memedulikan peringatan Katha. Pemuda itu langsung menerjang badan Nyog-sothep, membuat monster itu meraung. Archer coba menyusul dengan melempar mantra pemanggil api, tetapi sepertinya luka-luka yang dia derita akibat tubrukan kabut terlalu parah. Pemuda itu justru batuk darah. Nyonya Avalonche, mentor paling senior dari Qasalon, sampai harus membagi potionnya kepada perwakilan Isigalla itu.

Esmeralda memutuskan menyerang salah satu kabut dan membuat kabut itu terburai menjadi beberapa bagian. Di sudut lain, Astrid mencoba menghujamkan kapaknya kepada Nyog-sothep, tetapi sayang sekali serangannya meleset. Malahan, monster itu berusaha membalas dengan mengirimkan salah satu kabutnya untuk menerjang Astrid.

Kabut yang satu lagii kembali menyerang Archie. Berhubung posisi Astrid lebih dekat dengannya, Katha memilih membantu Astrid yang sedang mengatur kembali keseimbangan sehabis mengayunkan kapaknya. Katha menebaskan pedangnya ke arah kabut pekat itu. Pedang Katha memang hanya menebas angin, tetapi berhasil menghalau sang kabut pergi.

Mereka bergantian melancarkan serangan. Einar dengan konsisten mengincar tubuh utama Nyog-sothep, sedangkan Esmeralda fokus menyerang salah satu kabut. Bahkan, Isolda Kais pun ikut melemparkan bola-bola airnya ke arah musuh bersama mereka itu.

Katha merasakan kehadiran seseorang yang baru. Benar saja, sosok kurus mentor tim Isigalla yang tadi bertahan di taman kini berdiri di jalan masuk.

Saat melihat kehadiran Deon, awalnya Katha mengira mereka mendapat bantuan tambahan. Namun, rasa senangnya itu langsung lenyap seketika saat dia melihat sinar mata Deon yang penuh kekaguman. Ya, lelaki itu telah menanggalkan penutup mata yang selalu dipakainya ke mana-mana itu. Deon menatap monster yang tengah mereka lawan dengan tatapan mendamba.

"Menjauh dari penyihir itu!" Katha berusaha memperingatkan yang lain, tapi bunyi gemuruh yang terdengar dari bebatuan yang runtuh meredam suaranya.

"Memanggil laut. Mengaduk samudera. Air melibas. Aqua Torrentis!" rapal Deon.

Kecurigaan Katha terbukti ketika Deon justru mengirimkan air bah kepada Einar. Untung pemuda qasalon itu dapat dengan gesit menghindar.

Seakan masalah yang mereka hadapi belum cukup pelik, kini Astrid menunjukkan gelagat aneh setelah tadi sempat bertukar tatap dengan bola mata raksasa si monster.

Seperti orang yang tengah terhipnotis, Astrid menyusul Deon untuk menyerang Einar. Untungnya gadis itu masih bisa membelokkan arah kapaknya di detik-detik terakhir.

Berbekal instingnya, Katha mengubah target. Deon jelas lebih membahayakan dari kabut-kabut sialan itu. Sebagai seorang mentor, pasti kekuatan sihir Deon jauh lebih besar dari Archie dan Isolda.

Katha menghunus pedang dan berlari ke arah Deon. Namun, dua tentakel menghadangnya. Tentakel-tentakel itu berusaha menangkap Katha.

Katha refleks melempar tubuh ke samping, nyaris menabrak Archer yang baru saja menyembuhkan diri. Katha menatap pemuda itu sekilas. Sebuah ide melintas di kepalanya. Jika pedangnya tidak bisa menyentuh Deon, mungkin sihir Archer bisa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top