Kemenangan yang Sesungguhnya
Teriakan Sienna seperti angin surga di tengah neraka yang membara di ruang bawah tanah itu. Katha kembali mendengar sendinya berderak, tetapi kali ini sendi-sendinya kembali ke posisi yang benar.
Katha menoleh ke arah Sienna. Entah apa yang dilakukan Saintess itu. Yang jelas, dia merasakan energinya kembali penuh terisi. Gadis itu memutuskan kembali percaya pada Sienna. Di tengah prahara itu, dia memberanikan diri menggunakan jurus pamungkas yang diwariskan sang ayah. Selama latihan, dia belum bisa 100% menguasainya. Namun, kali ini Katha yakin, dia dapat melakukannya. Semoga saja.
"Astrid!" Katha berseru kencang. "Tusuk kembali bola matanya dan kali ini pastikan kapakmu membelahnya. Aku akan membukakan jalan agar kamu bisa menemukan momentum loncatan yang tepat."
Usai berkata begitu, Katha memasang kuda-kuda. Pedangnya dia hunus dengan posisi mendatar.
Atur napasmu dan abaikan segala yang fana di sekitarmu.
Katha dapat merasakan kehadiran ayahnya di belakang punggungnya. Dia melakukan setiap instruksi yang pernah dia pelajari.
Asap tipis yang ditimbulkan panas tubuhnya menyelimuti Katha. Sekeliling Katha mendadak sunyi. Rekan-rekan di sekelilingnya hanya menjelma gumpalan api kehidupan. Satu-satunya makhluk yang mewujud hanyalah si monster menyebalkan.
Wahai para jiwa pejuang Qokar, tolong pinjamkan hamba kekuatan kalian. Katha berdoa dalam hati sebelum menyapukan kaki kirinya melingkar searah jarum jam. Lalu, dengan kecepatan yang sulit diikut mata manusia biasa--mungkin hanya Einar yang dapat melihatnya dengan jelas-- Katha memelesat layaknya panah api yang ditembakkan para pemanah terbaik Qokar.
"Menarilah, Zira," bisiknya pada sang pedang.
Cahaya terang memancar dari ujung pedang Katha, seperti kilat yang dapat memotong apa saja yang menghalanginya.
Pedang besar Katha memangkas seluruh tentakel Nyog-Sothep yang masih menjejak bumi. Bagian-bagian yang terpotong memancarkan cairan pekat yang terlihat seperti langit malam.
Dalam sekejap monster itu memendek beberapa meter.
Masih kurang pendek. Katha mendengkus.
Di tengah raungan sang monster, mata Katha mencari-cari Einar. Gadis itu tidak berkata apa-apa, tapi dia yakin di balik sikap sinisnya Einar adalah pemuda yang penuh rencana. Katha rasa Einar pasti tahu apa yang harus dilakukan.
"Gadis kecil yang pintar, kerja bagus," puji Einar saat melintas di hadapannya.
Beberapa detik kemudian, puluhan kilat perak memekakan mata datang dari arah dalam tentakel. Suara desing pedang disertai potongan tubuh Nyog-sothep terbang kesana-kemari. Kini yang tersisa dari Nyog-sothep hanya tubuh bagian atasnya saja.
"Sekarang, Esmeralda!" seru Einar begitu pemuda itu kembali mendarat di permukaan bumi.
Esmeralda menjawab seruan Einar dengan tebasan pedang pada kedua kabut yang masih berusaha merubuhkan para pejuang. Bilah pedang di tangan Esmeralda menyala merah, sementara Nyog-sothep melolong panjang ketika kedua kabut yang melindunginya menguap hilang.
"IGNIS TEMPESTAS!" Archer tak mau kalah. Pemuda itu mengirimkan tornado api untuk membakar sang dewa penghancur. "LENYAPLAH SAMPAI JADI ABU!"
Hawa panas memenuhi ruang bawah tanah dan turut membakar para remaja yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk seantero benua. Jika saja Isolda tidak meluncurkan bola-bola airnya untuk menghujani mereka, bocah-bocah itu mungkin saja sudah ikut terbakar. Katha juga dapat melihat bahwa Isolda membukakan jalan untuk Astrid. Tampaknya gadis itu akhirnya menyadari kesalahannya dan kembali bekerja sama dengan mereka untuk mengalahkan Nyog-sothep.
Astrid memanfaatkan kesempatan itu untuk melompat ke arah Nyog-sothep. Dia mengayunkan kapaknya dan berhasil membelas mata sang monster.
=0=
Tubuh Nyog-Sothep yang tergeletak diserang beruntun hingga energi kosmiknya terburai. Perlahan, ketika darah hitamnya tak lagi keluar dan menguap menjadi tak kasat mata, tubuhnya yang besar pun terburai menjadi udara. Kabut yang selama ini memenuhi tubuhnya ikut memudar seiring hilangnya kekuatan sang dewa.
Kemudian, sunyi.
Hanya desah napas para pejuang yang terdengar di ruang kosong yang kini terasa terlalu besar.
Pertarungan telah usai, tapi mereka pun tahu bahwa ada banyak hal yang belum terselesaikan.
Pertanyaan pun muncul dalam benak, apa yang terjadi di atas sana?
=0=
Bersama-sama peserta turnamen lainnya, Katha menghampiri Sienna dan para mentor pendamping.
"Sungguh jiwa yang malang ..." Suara Sienna lirih terdengar saat wanita itu menatap mayat Deon.
"Dia memilih jalan yang salah," timpal Astrid. "Apa kau sudah merasa lebih baik, Sienna?"
"Saya baik-baik saja, Nona Astrid," jawab Sienna dengan senyum ramah. "Jika Anda tidak menghentikan saya, saya mungkin sudah kembali ke pangkuan Edea. Edea selalu memiliki jalanNya yang misterius, jika dengan campur tangan Anda saya masih diizinkan berada di dunia, saya yakin Edea memiliki tugas lain untuk saya."
"Jadi, The Saintess tetap hidup," gumam Talon yang turut mendekat. "Dan dia kalah tanpa mengorbankanmu."
Sienna menoleh ke arah Talon dengan wajah yang lebih cerah. "Benar, kalian melakukan hal yang bahkan tak bisa dilakukan oleh Daslaenad. "
"Mereka yang di atas sana, seharusnya baik-baik saja kan?" tanya Astrid.
Sienna kembali menatap Astrid. "Kita bisa segera naik dan melihat keadaan di atas, saya juga khawatir dampak sang dewa asing pada makhluk fana."
Keributan sedikit terjadi ketika Esmeralda membahas apa yang harus mereka lakukan pada si penyihir yang berkhianat–gadis itu tampak ingin melakukan sesuatu pada mayat Deon, serta Einar yang memohon pengampunan bagi Isigalla. Katha tak terlalu memyimak apa yang mereka bicarakan karena menurutnya hal itu bukan urusannya.
"Musuhku hanya dewa asing dan pendamping Isigalla aneh ini. Tapi karena kau yang menghabisinya, Gadis Qasalon, aku tidak akan ikut campur dengan urusan mayat ini." Talon coba menengahi. Dia kemudian kembali memfokuskan pandangan kepada kedua anak didiknya. "Ada yang harus kupastikan lagi, terutama tentang perkataan Paus soal Anda, Saintess. Aku akan ke atas sekarang. Bagaimana dengan kalian, Astrid, Maltha?"
Pandangan Katha menyapu ruang bawah tanah itu. Tidak ada lagi yang dapat mereka lakukan di sana, setidaknya untuk sementara waktu.
"Aku akan ikut Paman Talon ke atas, tapi sebelum itu aku ingin memastikan Paman Batar baik-baik saja," jawab Katha.
"Aku ikut." Astrid menyerukan hal yang serupa.
=0=
Mereka menemukan Batarich sedang duduk di atas tanah, tampak merenung.
"Hei, Pak Lonechair. Apa sebelah kakimu berulah? Tak kusangka aku melihatmu sedang duduk begini." Talon menyapa.
Batar menoleh ke arah sumber suara. "Yo, Talon! Sepertinya agak bergeser, tetapi tidak menimbulkan begitu banyak masalah. Badan yang telah senja ini saja yang sudah pada batasnya, sepertinya. Ah, Bagaimana keadaan anak-anak?"
"Batarich!" seru Astrid sebagai jawaban.
"Aku baik-baik saja, Paman," jawab Katha sambil menyembulkan kepala di balik badan besar Talon. "Paman sendiri bagaimana?" tanyanya khawatir.
Batar tersenyum, seraya menatap Astrid dan Katha. "Astrid, Katha, syukurlah kalian baik-baik saja. Sepertinya, badan tua ini sudah sampai batasnya, Katha. Jangan khawatir, aku tidak apa-apa. Hanya butuh sedikit istirahat saja."
Saat menyadari bahwa Batarich menyebutnya dengan nama aslinya, Katha menjadi salah tingkah. Dia melirik Talon takut-takut. Jadi ... apakah kedua mentornya itu sudah tahu bahwa dirinya bukanlah Maltha yang asli?
"Paman sudah tahu, ya, kalau aku bukan Maltha?" Katha kembali menatap Batarich, lalu beralih kepada Talon. "Paman Talon juga?"
Batar menghela napas "Sebenarnya aku telah mengetahui sejak kita akan berangkat ke Edealunis. Namun, aku tidak terlalu memusingkannya. Dua pertarungan di arena dan pertempuran besar melawan Dewa Asing, telah menjadi pembuktianmu bahwa kau adalah wakil dari Qokar yang sesungguhnya."
"Walau sebenarnya aku lebih penasaran ...." Sesaat Batarich menyipitkan mata, sebelum ia melontarkan keluhannya. "Apa yang dipikirkan Kuri, sampai-sampai menukar Maltha dengan dirimu untuk jadi wakil Qokar? Iseng? Kejahilan kecil?? Hah, sesekali Bapak-Bapak itu memang butuh diomelin ...."
"Tidak, aku tidak tahu kalau ada yang namanya Katha. Maltha itu siapamu? Kalian mirip, tapi juga ... berbeda." Talon melirik Batar sekilas. "Pertanyaanku sama dengan Pak Lonechair. Mengapa kamu yang ikut kemari? Padahal yang memenangkan duel itu Maltha. Tapi, itu tidak ada artinya lagi sekarang. Toh kau sebagai Katha sudah membuktikan diri di lapangan."
Katha balas menatap Talon yang terlihat penasaran. "Maltha memang jauh lebih hebat dariku, Paman. Seharusnya, memang dia yang mewakili Qokar ke Edea." Sorot mata Katha sedikit meredup. "Maltha, saudari kembarku, tidak sadarkan diri karena tertimpa reruntuhan tebing. Ayah tidak punya pilihan selain mengirimku menggantikan Maltha, kalau tidak, pasti perwakilan dari suku lain yang akan diutus. Padahal, suku kami sangat membutuhkan hadiah yang dijanjikan Paman Talon dan petinggi suku lain jika Qokar keluar sebagai pemenang.
"Tapi ... aku mengerti jika Paman dan yang lainnya tidak mengakuiku sebagai pemenang. Aku pantas mendapatkan hukuman itu karena tidak jujur dari awal." Dia kemudia menoleh kepada Astrid. "Aku rasa, juara sesungguhnya adalah Astrid, yang tidak hanya menumbangkan lawan-lawan dari delegasi lain, tetapi juga monster mengerikan yang hampir menghancurkan benua ini.
"Kau juga banyak membantu Katha, jangan lupakan itu." Ucapan Astrid membuat Katha tersentuh.
"Yah. Soal itu ... baiklah. Hadiah, ya." Talon memberi tanggapan. "Ini sudah bukan soal turnamen lagi. Aku harus menghadap Paus untuk melapor ... dan bertanya lebih jauh. Kalau mau, ikut aku ke ruangan Paus."
Astrid memutuskan tetap tinggal di taman. Tampaknya ada hal penting yang ingin Batarich bicarakan dengan Astrid tentang kampung halaman gadis itu.
Karena merasa tak ada lagi yang perlu dia lakukan di tempat itu, Katha memutuskan ikut Talon menemui Paus. Kalau memang dia bisa menegosiasikan hadiah yang akan mereka terima.
TAMAT
-0-0-0-0-0-
Ceritamela:
Akhirnya selesai juga rekapnya. Sebenarnya, seharusnya masih ada epilog, sih. Tapi, saya capek. Jadi, dilanjut nanti-nanti lagi, ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top