🌱 Prolog 🌱

“Hwanung sudah kembali?”

Sekeping informasi yang didengarnya dari jenderal lain membuat Yoseong bergegas pergi keluar perkemahan pasukan. Setelah tiba di tanah lapang, dia mengembangkan sayap. Bulu putih keperakan memantulkan cahaya matahari. Julukan Jenderal Cahaya layak disematkan pada diri Yoseong secara harfiah maupun kiasan. Malaikat itu memang berkilauan kala mengepakkan sayap ibarat cahaya yang sangat terang. Dia juga penerbang handal dengan kecepatan sangat tinggi. Di Kayangan tak ada yang mampu menyamai kecepatan terbangnya kecuali Sang Adik, Haes-Sal.

Hempasan sayap menciptakan tornado kecil. Jelas terlihat Yoseong tidak dalam suasana hati yang baik. Jalur terbangnya terarah lurus ke Istana Prunos, kediaman keluarganya. Tak menghentikan laju terbang, Yoseong baru turun di taman istana yang selalu menjadi tempat favorit Hwanung tiap kali berkunjung ke Prunos.

Benar dugaan Sang Jenderal. Taman Prunos yang dipenuhi tanaman obat langka terbuka lebar, menampilkan sosok tinggi dengan kewibawaan sangat kuat. Sahabat sekaligus rival terbaik Yoseong. Jenderal muda itu kembali menjejak tanah dan melipat sayap tanpa suara. Meski begitu, aura kehadirannya sudah dirasakan Hwanung.

“Aku sedang menghitung berapa lama lagi kau bisa menemuiku,” Hwanung tersenyum.

“Yang Mulia.” Yoseong membungkuk rendah. Meski mereka berteman sejak kecil, kedudukan Hwanung yang sangat jauh di atasnya membuat malaikat itu harus mempergunakan sopan santun.

Etika pertemuan yang diabaikan oleh Hwanung, karena putra Kaisar Langit itu langsung merangkul sahabatnya. Dia melambaikan sebuah bola bertali sangat panjang. Mata emas Yoseong mengamati cepat benda aneh di tangan Hwanung. Dengan cepat malaikat tampan itu mengetahui tali yang mengelilingi bola bukanlah sebuah tali biasa, melainkan sulur panjang dengan deretan duri tajam yang sangat lentur. Bolanya sendiri berwarna semerah darah dan berkilap. Sepintas mirip tanaman pemakan daging yang ada di salah satu sudut Taman Prunos.

“Kapan kau akan menikah?” Hwanung mengayunkan bola merahnya.

“Aku akan menikah jika isi taman ini selesai kupelajari.”

Hwanung berdecak keras. “Yoseong dan kegilaannya pada tanaman. Kau ini jenderal, seharusnya kau lebih mementingkan taktik militer ketimbang bercinta dengan tanaman-tanaman ini.”

“Itu sudah kulakukan,” bantah Yoseong sopan.

“Terlalu lama.”

“Apa yang terlalu lama?”

“Melihatmu menikah,” seringai Hwanung. “Kau tahu, kan, aku dipanggil turun dari Minji karena Ayah membuat perjodohan untukku?”

Yoseong menggeleng. Itu berita baru untuknya. Pertapaan Hwanung di pegunungan Minji baru akan selesai beberapa puluh tahun lagi. Pasti perjodohan ini sangat luar biasa hingga membuat putra mahkota itu bersedia turun gunung.

“Yah, sekarang kau sudah tahu. Dan sahabatku yang baik, aku jadi berpikir untuk menjodohkanmu juga.” Hwanung menepuk bahu sahabatnya pelan.

“Tidak mau!” Serta-merta malaikat itu menolak. “Aku sulit jatuh cinta. Mana bisa aku menikah?”

“Karena itulah aku membawakan ini untukmu,” kekeh Hwanung. Kembali diangkatnya sulur berduri. “Ini ekstrak tanaman langka yang kuracik khusus untukmu, Kawan. Dia akan membantumu menemukan jodoh.”

“Hwanung, ini tidak lucu. Aku tak mau menikah.” Yoseong begitu emosi hingga melupakan tata krama. Selama ini kedua orang tuanya tak pernah lupa memborbadir pertanyaan pernikahan padanya. Jangan Hwanung juga.

Sebaliknya, dewa tampan yang memiliki keahlian meramu obat itu justru tertawa senang. “Semakin tak mau, aku justru berketetapan membuatmu menikah.”

Yoseong mengepalkan tinju. Sahabatnya itu benar-benar menyebalkan di saat yang tak tepat. Namun, ucapan Hwanung selanjutnya membuat malaikat bertubuh menjulang itu membeku.

“Seorang jenderal sepertimu pasti berjiwa kesatria. Mari kita bertaruh. Kalahkan aku dalam satu duel, maka aku tak akan menggerecokimu dengan topik pernikahan. Namun, jika kau kalah dariku, Yoseong Si Jenderal Cahaya harus mau turun ke bumi mencari Haima.”

Yoseong memasang kuda-kuda. Hwanung tertawa melihat kesiap-siagaan Sang Jenderal. Saat itulah, dalam gerakan yang sangat cepat dan nyaris tak bisa diprediksi, Hwanung melambaikan tangan. Malaikat itu terlalu terlambat untuk menyadari bahwa debu emas beterbangan dari lambaian tangan Sang Putra Kaisar Langit.

“Racun pelemah syaraf,” kata Hwanung riang. “Jangan khawatir, efeknya tak lama, kok.”

“Kau menjebakku,” desis Yoseong jengkel.

“Tentu saja. Bagaimana aku bisa mengalahkan Yoseong yang sempurna jika tak bermain licik?”

Malaikat itu menggeram marah. Dia mulai menggerakkan tangan. Langkahnya sedikit sempoyongan. Pandangannya bermasalah. Berapa dosis racun yang diberikan Hwanung padanya? Yoseong terus merangsek maju, beberapa kali berhasil melayangan pukulan efektif ke Hwanung, namun lebih banyak gerakannya sia-sia belaka karena ulah racun pelemah syaraf.

Hingga Yoseong merasakan sulur berduri membelit pergelangan tangan. Malaikat itu mengernyitkan dahi merasakan sakit menyayat. Tak ada keluh terucap. Malaikat itu menahan kesakitannya dalam diam. Mata keemasannya melihat duri-duri sulur menancap tajam di kulit, membentuk pola abstrak serupa pintu, lalu bola semerah darah merayapi tangannya dan berhenti tepat di pola hasil bentukan sulur berduri.

“Apa yang ....” Yoseong ambruk. Rasa sakit teramat sangat menguasai tubuhnya. Bola merah darah itu tiba-tiba terbuka. Memuntahkan cairan keemasan berbau harum. Larutan pekat itu menyusup masuk ke dalam kulit melalui luka akibat gigitan sulur.

Dan Yoseong merasakan jantungnya seolah diremas tangan tak kasat mata. Dia menjerit keras. Tak memedulikan sulur yang masih melilit, tangan Yoseong menekan dada. Mencoba menghentikan rasa sakit yang luar biasa. Tubuh malaikat itu sejenak kaku sebelum berangsur-angsur pulih. Derita maha hebat di jantungnya mereda seiring cairan yang terserap sempurna. Sulur berduri tiba-tiba layu dan lepas begitu saja. Membawa serta bola merah darah yang sudah kempes.

Ajaibnya luka berduri itu dengan cepat menghilang. Yoseong terbengong-bengong. Dia mendongak hanya untuk melihat wajah ceria Hwanung.

“Apa yang sudah kau lakukan padaku?”

☘🍀☘🍀☘🍀☘🍀☘🍀☘🍀☘🍀☘🍀

Terima kasih sudah meninggalkan jejak. 🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top