5


Vote-nya baru dapat dikit, tapi karena mood lagi bagus jadi aku up. Wkwk.


✨Happy Reading✨







Morgan datang menemui Anthony. Anthony menyambut kedatangan sahabatnya hangat, mereka berpelukan kemudian duduk.

"Kau ingin minum apa? Biar sekretarisku membuatnya," "Fany!" teriak Anthony memanggil sekretarisnya.

"Tidak perlu. Aku hanya sebentar." Morgan menghentikan Anthony.

Anthony menyandarkan punggungnya menatap Morgan yang terlihat lebih santai dari biasanya. "Jadi ada apa kau datang kesini?"

"Aku ingin membatalkan pertunangan di antara cucu kita."

Anthony terdiam. Ia menatap Morgan lamat-lamat, menelisik sebenarnya apa yang dipikirkan teman lamanya itu. "Alasannya?"

Senyum kecut terukir di bibir Morgan, tanpa di jawab pun Anthony sudah mengerti.

Keduanya terdiam cukup lama. Suasana terasa begitu canggung. Tak seperti pertemuan biasa mereka yang selalu di isi perbebatan konyol dan hangat.

Anthony menghela nafas berat, ia memang tengah memikirkan cara berbicara tentang pertunangan di antara cucu mereka tanpa merusak persahabatan yang telah terjalin pukuhan tahun lamanya, Eason juga bersikukuh ingin membatalkan pertunangan, apakah ini jalan yang terbaik?

"Apa kau yakin?" Anthony memecah keheningan.

Seulas senyum tipis terukir di bibir Morgan. Tak ada kemarahan dalam tatapan pria tua yang Anthony kenal sejak sekolah dulu.

"Tentu. Stella yang memintanya."

Jawaban Morgan membuat Anthony terkejut. Seperti halnya Morgan, Anthony juga mengetahui seberapa besar perasaan Stella untuk Eason.

Anthony tersenyum lirih, merasa bersalah pada Morgan dan Stella. "Maafkan Eason," ia benar-benar menyesal dengan apa yang menimpa Stella.

"Tak perlu minta maaf, itu bukan kesalahanmu. Dan sampaikan permintaan maafku pada Eason. Maaf jika selama ini ia merasa tertekan karena bertunangan dengan cucuku. Ia bebas melakukan apa pun mulai sekarang."

Setelah mengatakan hal tersebut Morgan bangkit dan pergi. Anthony menatap kepergian teman lamanya dengan pandangan sendu. Mulai sekarang hubungan mereka tak akan sama seperti dulu lagi. Kaca yang telah retak takkan bisa di perbaiki secara utuh.

**

Adam hanya mampu terdiam saat Morgan mengeluarkan semua kemarahannya. Morgan menatap Adam dengan pandangan merendahkan. Sebenarnya sudah sejak tadi ia ingin meledak namun baru sekarang ia bisa mengeluarkannya. Ya, Adam bernasib malang menjadi pelampiasan kemarahan mantan mertuanya itu.

"Kau pikir karena siapa aku menginvestasikan uang-uangku di perusahaanmu, hah?! Jika bukan karena putriku dan sekarang karena cucuku aku tidak akan membuang waktuku untuk keuntungan tak seberapa seperti ini. Kau sepertinya lupa asalmu!"

Adam mengepalkan tangannya, namun bibirnya tertutup rapat. Ia marah di rendahkan seperti ini namun ia bisa apa, ia masih membutuhkan bantuan mertuanya yang menjadi investor terbesar di perusahaannya.

Awal mula Morgan menginvestasikan uangnya tentu karena ibu Stella, Tania Mcville. Namun setelah putrinya meninggal Morgan sempat berkeinginan menghancurkan perusahaan itu, namun ia berpikir kembali karena melihat cucunya, Stella.

Namun laporan dari Merry tadi pagi membuat amarah pria tua itu meledak. Kekuasaan keluarga Mcville lebih besar dari keluarga Scott. Itulah sebabnya mengapa dulu Adam menikahi Tania untuk kemajuan bisnis keluarganya. Adam mengorbankan wanita yang ia cintai untuk menjadi simpanannya demi karirnya. Morgan dengan senang hati menyadarkan Adam dimana tempatnya.

"Jika aku mendengar simpananmu menindas cucuku lagi, aku tidak akan segan menghancurkan semua bisnis keluargamu. Camkan itu baik-baik!"

Morgan mendengus kemudian berbalik, ia bahkan tak sudi mendengar sepatah kata pun pembelaan dari Adam. Pintu terbanting dengan keras.

Adam memukul meja kerjanya. Wajahnya terlihat hijau bagai menelan lalat. Ia benar-benar merasa terhina. Adam berjanji suatu saat nanti ia akan membalas keangkuhan Morgan. Pria tua itu akan ia injak di bawah kakinya.

Namun sekarang belum saatnya, ya tinggal menunggu sebentar lagi maka ia akan lepas dari ketakutan akan bayang-bayang kekuasaan keluarga Mcville. Adam mengepalkan tangannya hingga buku jarinya memutih.

**

Wajah Anne terlihat mengerikan sejak menerima telepon dari Adam. Tak pernah dalam hidupnya ia mendapatkan perlakuan seperti ini, dan ini semua karena anak sialan itu. Seharusnya Stella mati saja bersama ibunya waktu itu, dengan begitu gadis sialan itu takkan menjadi penghalang untuknya dan kedua putrinya.

Anne melemparkan apa saja yang ada disekitarnya membuat semua pelayan takut. Olivia yang baru saja tiba mendengar suara keributan memutuskan untuk melihat apa yang tengah terjadi. Ia tercengang melihat semua kekacauan yang  di perbuat ibunya.

"Mom! Hentikan!" Teriak Olivia tepat sebelum Anne melemparkan guci mahal kesayangannya.

"Apa yang tengah Mommy lakukan?!"

Olivia menatap seluruh ruangan yang terlihat sangat kacau. Ia merebut guci antik dari tangan Anne dan meletakkannya kembali pada tempatnya. Matanya kembali menatap Anne meminta penjelasan.

"Jalang kecil itu. Karena dia.. Karena dia Daddymu memarahi Mommy."

Olivia merasa pendengarannya bermasalah. Tidak mungkin Daddy-nya memarahi Mommy-nya, Olivia tau seberapa besar cinta di antara keduanya.

"Mom, mungkin tidak seperti itu. Mungkin saja Mommy salah paham. Mungkin... "

"Salah paham?! Kamu pikir Mommy bodoh! Jelas-jelas Daddymu menarahi Mommy tadi karena jalang kecil itu. Dia..." Anne mengadukan semua kekesalannya pada putri sulungnya.

Di ujung tangga Stella tersenyum kecil melihat hal itu. Seberapa lembut pun penampilan Anne jika wanita itu di pungut dari jalanan lambat laun Anne akan menunjukan dari mana tempatnya berasal. Kata-kata yang Anne keluarkan begitu kasar membuat siapa saja yang mendengarnya nengerutkan kening. Seorang wanita dari kalangan keluarga terpandang takkan mengatakan kata-kata seperti preman pasar karena memiliki ajaran dan didikan yang baik. Dan Stella kini menunjukannya pada semua orang dari mana Anne berasal. Sudah cukup selama ini wanita itu menyembunyikan sifat dan sikap aslinya di balik wajah dan senyum lembutnya. Semua orang harus mengetahui bagaimana Anne sesungguhnya.

Semua pelayan membungkuk dan menundukan kepala membersihkan kekacauan yang Anne timbulkan atas perintah Olivia. Tak ada satu pun yang berani menatap nyonya mereka yang biasanya terlihat ramah lengkap dengan senyum hangatnya.

Selama mereka bekerja, bahkan pengurus rumah tangga sekali pun yang paling lama bekerja disana tak sekali pun melihat kemarahan anne apalagi sampai seperti ini. Mereka terbiasa melihat sosok Anne sebagai pribadi yang lembut dan penuh kasih sayang. Inilah pertama kalinya mereka melihat Anne marah hingga seperti orang yang kesetanan.

**

Seorang wanita bertubuh sintal dengan pakaian sexy menyambut kedatangan Eason dengan senyum menggoda begitu pria itu membuka pintu ruangannya.

Eason mengangkat alisnya, menatap Maria__teman kencannya tiga hari lalu duduk manis di dalam ruangannya.

Maria bangkit, berjalan menghampiri Eason. Wanita dengan polesan make up sedikit tebal namun terlihat cantik itu memeluk Eason yang tak merespon tindakannya.

"Hei! Apa kamu tidak merindukanku?" Maria melonggarkan pelukannya, menatap pria yang begitu ia rindukan setelah tiga hari ini sangat sulit ia hubungi.

Eason berbalik menatap Rigel__asistennya yang hanya menampilkan senyum canggung dibelakangnya. Rigel tak mengetahui perihal kedatangan teman kencan satu malam bosnya itu. Pria yang merangkap sebagai tangan kanan sekaligus sahabat Eason itu berlalu pergi sambil mengakat tangan tanda ia menyerah.

Yah, ini bukan kali pertama Eason kedatangan tamu tak di undang yang merupakan teman kencan semalamnya. Eason memijit pangkal hidungnya, ia melepaskan tangan Maria yang melingkari lengannya.

"Untuk apa kau kesini?"

Eason melangkah di ikuti Maria yang mengekorinya. Pria dengan perawakan tinggi tegap itu duduk di kursi kebesarannya. Namun siapa duga dengan lancangnya Maria akan duduk di atas pangkuannya.

"Aku merindukanmu. Tidakkah kamu merindukanku."

Maria membuat suaranya terdengar serak. Tangannya mengelus dada bidang Eason yang begitu keras. Ia bisa merasakan pahatan sempurna di balik setelan kemeja yang pria itu pakai. Dan ia menjadi wanita beruntung yang telah melihatnya, pipi Maria bersemu merah membayangkan hal itu.

Wajah Eason terlihat tenang, ia tampak tak merasa terganggu dengan apa yang wanita dalam pangkuannya lakukan. "Aku yakin kau tau dengan pasti bahwa aku tak pernah berhubungan dengan wanita yang sama."

Tentu saja Maria tau. Sudah bukan rahasia umum jika seorang pewaris tunggal Xanders Grup berganti teman kencannya seperti berganti pakaian dalam. Namun meski begitu banyak wanita yang rela melemparkan diri pada Eason tanpa pria tampan ini harus bersusah payah, wanita akan berdatangan dengan sendirinya menyerahkan diri tanpa ia minta. Kesan dingin dan angkuh yang melekat dalam diri Eason tak mengurangi pesonanya untuk menjadi incaran para wanita. Dan Maria adalah salah satu dari sekian banyak penggemarnya.

Maria adalah seorang model. Ia bersedia menjadi jalang sekalipun demi bisa bersama seorang Eason. Maria tak bermasalah harus bersikap murahan jika itu dapat menjamin masa depannya kelak. Ia meraba dada bidang Eason, kemudian membuka kancing kemejanya satu persatu.

Eason mencekal pergelangan tangan Maria hingga wanita itu menyerngit kesakitan. ''Apa uang yang aku berikan belum cukup?!''

Suara Eason terdengar berbahaya, namun ketampanannya membuat Maria mengabaikan peringatan dalam kepalanya.

Wajah Eason terlihat dingin, ia sangat membenci tipe-tipe wanita rakus seperti Maria. Setelah berkencan Eason akan memberikan sejumlah uang yang cukup besar atau barang-barang mewah agar wanita satu malamnya tak lagi menemuinya.

Dan tentu saja wanita yang menjadi teman kencan Eason bukan wanita sembarangan. Rata-rata mereka dari kalangan selebritis atau model, ada juga yang berprofesi sebagai dokter, chaf terkenal, atau seorang pramugari. Dan tentu saja mereka telah di uji kebersihannya. Eason pun selalu memakai pengaman agar tak terjadi sesuatu yang tak diinginkan di kemudian hari. Itulah sebabnya ia tak pernah berhubungan dengan wanita yang sama.

''Aku merindukanmu sungguh.'' Mengabaikan sengatan di tangannya Maria mencondonngkn tubuhnya mencium bibir tipis Eason. Bertepatan dengan pintu yang terbuka menampilkan Anthony yang melangkah masuk ke dalam sana.

Anthony menatap ke datar pemandangan di depannya. Sementara Eason mendorong Maria kasar saat menyadari kedatangan kakeknya.

''Kau tak perlu khawatir, kau bisa melanjutnya setelah kakek pergi. Kakek hanya ingin mengatakan bahwa sekarang kau bebas melakukan apapun yang kau mau.''

Eason menatap Anthony tak mengerti. ''Apa maksud kakek?''

Anthony menyunggingkan senyum datar, tatapan matanya sama sekali tak bisa Eason artikan. ''Selamat, keinginanmu terkabul. Stella membatalkan pertunangan.'' Anthony pergi meninggalkan Eason yang masih mematung.

**

Stella menatap nanar gundukan tanah dengan ukiran tiang kayu bertuliskan namanya. Angin bertiup lembut menerbangkan helaian rambutnya, suara desir angin mengisi keheningan di pemakaman khusus tahanan itu.

Perasaan Stella begitu rumit, campuran kesedihan dan kemarahan. Gadis itu menaburkan bunga kemudian bangkit, senyum lirih terukir dibibirnya. Andai dulu ia bisa membuka mata sedikit saja mungkin raganya takkan berakhir tertimbun tanah seperti ini.

"Beristirahat dengan tenang, semua kepedihanmu telah berakhir. Kehidupan barumu yang akan membalaskan semua ketidak adilan yang kau terima."

Setelah mengucapkan perpisahan pada tubuhnya Stella berbalik, memakai kembali kaca mata hitamnya melangkah dengan tenang. Ia masuk ke dalam mobil, mobil melaju mulai meninggalkan area pemakaman.






Tbc

**


100 coment aku up!
14 Agustus 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top