4
✨Happy Reading✨
Stella menuruni tangga dengan perlahan. Sudah watunya makan malam, ia memutuskan malam ini akan memulai langkah untuk pembalasan dendamnya. Stella akan merubah kebiasaan lama si pemilik tubuh sebelumnya yang lebih suka mengurung diri di dalam kamar. Stella akan bergabung dengan keluarga barunya agar tak ada seorang pun yang akan meremehkan Stella lagi.
Suara tawa terdengar dari arah ruang makan. Tak satu pun memintanya untuk bergabung disana, dan sebagai orang yang pengertian Stella akan datang bergabung tanpa di minta. Langkah pertamanya adalah mengacaukan ketenangan mereka yang telah menorehkan luka pada pemilik tubuh sebelumnya.
Anne dan Adam mendengarkan cerita putri bungsu mereka__Carol dengan penuh perhatian. Sesekali Anne mengambilkan lauk untuk suaminya, yang di balas senyum lembut penuh cinta dari Adam. Olivia__putri tertua mereka hanya tersenyum tipis mamandang kemesraan kedua orang tuanya. Ia juga ikut mendengarkan cerita adiknya meski tak berkomentar apapun.
Namun semua kehangatan dan keharmonisan itu sirna saat Stella menarik kursi dan duduk di antara mereka. Tanpa memperdulikan tatapan aneh keempat orang yang ada di sana Stella mulai mengisi piringnya dan makan dalam diam. Ia makan dengan tenang seolah di meja itu hanya ada dirinya. Anne yang lebih dulu keluar dari keterkejutannya menyunggingkan senyuman lembut. Ia berdiri kemudian melangkah menuju Stella. Mengambilkan beberapa lauk ke piring Stella.
"Makanlah yang banyak." Setelah itu Anne kembali ke kursinya.
Tak ada balasan dari Stella, ia terlalu malas berbasa-basi. Lagi pula watak si pemilik tubuh sebelumnya sangat dingin terhadap orang-orang di sekitarnya kecuali pada dua orang, Morgan dan tentunya Eason. Akan sangat aneh jika Stella tiba-tiba berubah menjadi periang dan hangat. Semua butuh proses dan ini baru awal.
"Dasar tidak tau sopan santun!" Carol mencibir sikap dingin yang Stella berikan pada ibunya.
"Carol, jangan ganggu kakakmu. Dia baru saja sembuh. Biarkan dia makan dengan tenang." Anne menasehati putri bungsunya. Tatapan lembut Anne kembali pada Stella. "Bagaimana keadaanmu? Apa sudah lebih baik?" Wajahnya penuh perhatian.
"Sudah lebih baik. Nyonya tidak perlu khawatir." Stella menjawab setelah menelan makanannya.
Jawaban Stella membuat senyum di bibir Anne berubah kaku. Anne melirik suaminya yang sejak tadi tak mengatakan apapun.
Olivia juga ikut mengerutkan kening. Ia memang jarang bertemu dengan Stella karena kesibukannya dan karena Stella yang lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamarnya. Namun bukan berarti Olivia tak mengenal Stella.
Awalnya saat Carol mengatakan ada yang aneh dengan Stella dan gadis itu berubah menjadi sedikit berani Olivia tak mempercayainya sama sekali. Sejak kecil Stella biasa di tindas olehnya jadi Olivia sangat mengenal sipat pengecut Stella. Sepertinya meminum cairan pembersih lantai membuat adiknya ini memiliki sedikit nyali. Olivia menusukan garpunya dengan keras. Senyum tipis terukir dibibirnya.
"Mom, Stella sepertinya masih bingung dengan kejadian kemarin. Iya kan sayang?" Olivia bersikap layaknya kakak yang baik. Ia memang tak pernah menyukai Stella namun tak pernah menunjukannya, dihadapan orang lain Olivia selalu bersikap layaknya kakak yang baik dan perhatian pada adiknya.
Stella melihat senyum tipis Olivia namun ia tak gentar sama sekali. Tak ada yang salah dengan panggilannya pada Anne karena Anne sendiri yang menyuruh Stella kecil berusia 7 tahun untuk memanggilnya nyonya. Stella hanya menunjukkan jika ia anak yang baik dan penurut itu sebabnya ia menuruti perintah Anne. Bukankah yang di lakukannya sudah benar?
Suasana di ruang makan begitu sunyi hanya terdengar bunyi sendok dan piring yang beradu. Adam membersihkan mulutnya dengan tisu kemudian beranjak, wajahnya terlihat datar tak ada yang bisa menebak apa yang dipikirkannya di balik ketenangannya. Setelah itu Anne dan Carol pun menyusul, kini hanya tinggal Olivia dan Stella di meja itu.
"Adikku sepertinya sudah besar." Olivia menatap mengejek pada Stella yang baru saja meminum airnya.
Stella membalas tatapan Olivia. Ia bukan Stella si pemilik tubuh yang akan merasa takut hanya dengan melihat tatapan tajam Olivia. Ia adalah Stella, yang akan mendatangkan badai untuk mereka semua. Takkan ia biarkan seorang pun menindas atau bahkan meremehkannya.
"Mungkin kau yang sudah terlalu tua kakak." Balas Stella enteng.
Olivia mengepalkan tangannya di sisi tubuh. Wajahnya masih tersenyum namun tatapan matanya seolah ingin membakar Stella hidup-hidup. "Sekali sampah tetap sampah!" Setelah mengatakan hal itu Olivia pergi meninggalkan ruang makan.
Stella menyeringai. Entah apa yang akan dilakukan Anne dan kedua putrinya namun ia siap apapun itu. Tujuan hidupnya hanya satu, membalas dendam! Stella sama sekali tak gentar. Stella beranjak dan kembali ke kamarnya.
**
Stella membuka lembar demi lembar majalah yang ada di tangannya. Matanya terfokus pada sampul majalah yang memuat gambar Aneth yang menjadi ikon bintang sebuah produk kecantikan. Stella mendengus, ingin sekali ia mencakar wajah tersenyum yang terasa memuakan baginya.
Pintu kamar Stella terbuka, Merry melangkah masuk dengan wajah yang terlihat suram.
"Nona.. '' Merry menundukkan kepalanya, ia kebingungan mengatakannya pada Stella.
"Katakan saja." Tatapan mata Stella tak beralih dari majalah di tangannya.
''Pengurus rumah tangga bilang jatah uang bulanan nona untuk bulan ini telah di gunakan untuk membayar biaya rumah sakit kemarin.''
Merry menatap Stella iba. Dalam dua bulan ini bekerja Merry telah melihat ketidak adilan yang di terima nonanya ini.
Senyum tipis terukir di bibir Stella. Ia telah menduga ini sebelumnya. Sudah bukan hal baru jika uang bulanan si pemilik tubuh tak sampai ke si pemiliknya. Di rumah itu Adam memperkerjkaan seorang pengurus rumah tangga untuk mengurus semuanya, hal itu di lakukan untuk meringankan beban Anne saat mengandung Carol dulu dan terus berlanjut hingga sekarang.
Dan hari ini adalah jadwal pemilik tubuh sebelumnya menerima uang bulanannya. Stella meminta Merry untuk mengambilnya. Dan seperti yang sudah Stella tebak Merry kembali dengan tangan kosong. Entah Anne lupa atau mungkin bodoh, Merry adalah pelayan pribadi yang di berikan kakeknya padanya. Atau mungkin Anne terlalu percaya diri bahwa suami tercintanya akan melindunginya dari amukan Morgan. Entahlah lagi pula Stella tak terlalu peduli, tanpa di minta Merry akan melakukan tugasnya, melaporkan apapun tentangnya pada kakeknya. Stella tak perlu bersusah payah mengadu. Dan soal uang, uang pemberian kakeknya lebih dari cukup untuk membiayai hidupnya.
Namun ada hal yang harus Stella lakukan jika ia ingin membalas Justine dan Aneth. Stella bangkit kemudian berganti pakaian. Ia meminta sopir untuk mengantarkannya ke suatu tempat.
Beberapa menit kemudian mobil berhenti di depan sebuah gedung pencakar langit yang terlihat megah. Stella melangkah memasuki gedung dimana kakek si pemilik tubuh sebelumnya menghabiskan sebagian besar waktunya. Dari ingatan si pemilik tubuh Stella mengetahui sudah berkali-kali Morgan meminta Stella untuk belajar mengambil alih perusahaan. Karena cepat atau lambat sebagai pewaris satu-satunya yang dimiki Morgan akan menyerahkan perusahaan yang dengan susah payah ia bangun pada cucu satu-satunya, putri dari putri tunggalnya yang telah tiada. Namun tak ada hal yang dapat menarik minat stella si pemilik tubuh sebelumnya selain Eason. Hidup Stella hanya berpusat pada pria itu.
Sekertaris Morgan, Vivi menyambut Stella dengan ramah. Vivi mengetuk pintu ruangan Morgan, setelah terdengar balasan dari dalam wanita manis itu mempersilahkan Stella masuk. "Silahkan nona. Tuan Morgan sudah menunggu anda."
Stella menarik nafas panjang untuk menenangkan dirinya. Ia melangkah masuk. Seorang pria tua di balik meja kerjanya tersenyum padanya. ''Kakek.'' Serunya manja meniru cara bicara si pemilik tubuh sebelumnya.
Morgan bangkit dan merentangkan tangan, membiarkan cucu semata wayangnya masuk ke dalam pelukannya. ''Tumben kamu kesini tanpa kakek suruh. Ada apa, hmm?"
Perasaan hangat menjalar di dalam dada Stella. Stella tak pernah merasakan kasih sayang secara nyata dari keluarga kandungnya. Beginikah rasanya memiliki keluarga yang tulus menyayangimu?
''Aku merindukan Kakek.''
Morgan tertawa dan mengusap rambut Stella sayang. Stella merasa sedikit aneh, pelukan Morgan terasa begitu akrab baginya. Mungkin ini sisa-sisa perasaan dari pemilik tubuh sebelumnya, ya mungkin saja. Stella melonggarkan pelukan mereka, melangkah dan duduk di sofa.
''Bagaimana keadaanmu?'' Tatapan khawatir terlihat di mata Morgan.
Stella tau jika yang di khawatirkan Morgan adalah si pemilik tubuh sebelumnya, namun tetap saja hatinya terasa hangat oleh perhatian Morgan.
''Sudah lebih baik. Maaf telah membuat kakek cemas.''
Senyum lirih terukir di bibir Morgan, wajah tuanya terlihat penuh kepedihan. "Jangan lakukan lagi. Kakek hanya punya dirimu."
Stella tak mengerti bagaimana jalan pemikiran si pemilik tubuh yang berpikir jika mati lebih baik dari pada hidup, dan dengan teganya meninggalkan pria tua ini sendirian di dunia ini.
Stella menarik nafas dalam, walau bagaimana pun tubuh ini sekarang telah menjadi miliknya yang artinya Morgan adalah keluarganya. Ia akan berusaha membahagiakan keluarga satu-satunya yang ia punya kini. Stella takkan mengecewakan orang-orang yang telah dengan tulus menyayanginya.
"Stella tidak akan melakukannya lagi. Tidak akan. Maafkan Stella."
Morgan menggeleng cepat. Ia tidak suka mendengar Stella meminta maaf. Menurutnya cinta yang dimiliki cucunya tidaklah salah. Ialah yang salah karena gagal menjaga cucu satu-satunya ini.
Mereka berbincang dan memutuskan untuk makan siang bersama. Selesai menyantap makanan Stella mengutarakan maksud kedatangannya.
''Kakek aku ingin memutuskan pertunangan.''
Morgan mengerutkan kening, ia menatap Stella seksama. ''Apa kau yakin?"
"Aku yakin kakek.'' Stella menjawab yakin.
Morgan mengetahui seberapa besar Stella mencintai Eason. Cucunya begitu tergila-gila pada pria muda itu. Namun jika Stella menyerah pada cintanya itu lebih baik, Morgan tak ingin kejadian seperti kemarin terulang kembali. Mungkin ini lebih baik.
"Baiklah jika kau yakin. Tak perlu sedih, kakek yakin suatu saat nanti kau akan bertemu seseorang yang benar-benar tulus mencintaimu.''
Stella hanya tersenyum tipis. Tatapan matanya berubah dalam. ''Kakek, aku ingin kakek melakukan satu hal lagi untukku..''
Tbc
**
Target vote ya, 200 vote baru lanjut, 400 untuk double. Kalo gak dapet tunggu si ilaham lewat aja ya 😅.
10 Agustus 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top