1
Dengan langkah gontai seorang wanita berjalan menyusuri jalan sepi di tengah guyuran air hujan. Tubuh kurus itu menggigil, kedua tangannya memeluk tubuhnya. Air mata mengalir bercampur dengan air hujan. Ia berhenti, menatap nanar pada televisi besar yang tertempel di sebuah gedung yang tengah menampilkan sebuah acara penghargaan bergengsi tak jauh dari tempatnya berhenti.
Di televisi seorang wanita yang terlihat sangat cantik tersenyum anggun pada kamera memegang sebuah piala di tangannya. Ia mengucapkan kata terimakasih pada orang-orang yang katanya berjasa dalam hidupnya. Ibu, ayah, teman dan pria yang ia cintai yang kini mendapat sorotan kamera.
Rasa sakit kembali menghujam jantungnya. Wanita yang seluruh tubuhnya telah basah itu meraba dadanya. Apa salahnya sehingga Aneth bisa berbuat setega ini pada dirinya. Harusnya ia yang ada di panggung menerima semua penghargaan itu. Ialah yang menciptakan lagu-lagu itu dan menyayikannya. Dan pria itu, pria itu adalah suaminya. Bagaimana mungkin mereka bisa setega ini pada dirinya. Mencampakannya begitu saja setelah mereka tak lagi membutuhkan dirinya.
Stella, itu adalah namanya. Tanpa embel-embel apapun di belakang namanya, hanya Stella. Stella besar di sebuah panti asuhan dan tak mengetahui siapa yang telah membuatnya ada dan dengan tega membuangnya.
Pada usia 7 tahun ia di adopsi oleh sepasang suami istri yang tak memiliki keturunan. Ia dibesarkan dan di didik dengan baik oleh keluarga angkatnya. Ia menempuh pendidikan selama lebih dari 12 tahun hingga akhirnya ia bisa sukses. Namun semua kesuksesan itu lenyap oleh satu pertemuan.
Kesalahan pertamanya adalah ia kembali bertemu dengan Aneth teman masa kecilnya saat berada di panti dulu, yang memperkenalkan Stella pada justine, pria yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Tanpa rasa curiga apalagi Stella sendiri telah jatuh cinta pada Justine Stella menerima ajakan Justine untuk menikah. Tak lama setelah perinkahannya kedua orang tua angkatnya mengalami kecelakaan dan tewas di tempat. Semua harta warisan mereka otomatis jatuh ke tangan Stella.
Stella adalah wanita yang penurut, Justine memintanya berhenti bekerja dan lebih fokus agar mereka bisa segera memiliki anak. Stella merasa hidupnya sempurna memiliki Justine dalam hidupnya.
Bosan terus berdiam diri di rumah Stella yang memiliki bakat dalam musik menciptakan banyak lagu. Dan sebagai rasa terimakasihnya pada Aneth Stella selalu membantu Anetha dalam karirnya tak peduli jika itu adalah kesalahan. Stella juga memberikan semua lagu ciptaannya pada Aneth hingga Aneth di kenal sebagai bintang besar karena lagu-lagunya. Tak jarang lagu yang di dengar dan di kenal orang banyak sebagai milik Anetha ia sendiri yang mrnyanyikannya. Ya, suara Stella memang lebih indah dari suara milik Anetha. Dan pada akhirnya Anetha memanfaatkannya dengan sangat baik. Bukan hanya tak puas dengan popularitas yang di dapatnya Anetha juga menginginkan suaminya.
Stella terlalu bodoh dan lugu. Ia bahkan tak menyadari saat Justine memindahkan seluruh aset dan saham miliknya menjadi atas nama pria itu. Rasa cinta yang di miliki Stella membuat wanita itu lengah.
Kini setelah semua yang ada padanya di ambil darinya dengan tak tau malunya Aneth memberitahukan hubungan menjijikan mereka berdua. Justine pun menggugat cerai dirinya dan mengusirnya dari rumah. Yang tersisa untuk Stella saat ini adalah penyesalan.
Sebuah mobil polisis berhenti tak jauh dari Stella. Beberapa orang polisi keluar dan menghadang langkah Stella.
"Nyonya, anda kami tangkap karena kasus pencurian di kediaman Tuan Damien. Mohon bekerja sama dan ikut dengan kami."
Mendengar hal itu Stella tertawa sumbang. Kediaman tuan Damien yang mereka maksud adalah rumahnya yang kini menjadi milik Justine. Sepertinya mantan suami dan sahabatnya itu belum puas membuat hidupnya menderita.
Tubuh Stella terhempas ke lantai tahanan yang dingin. Tanpa penyelidikan dan kesempatan untuk membela diri Stella dijatuhi hukuman penjara 8 tahun.
Stella kembali tertawa getir. Ia kembali mengasihani dirinya yang berubah mengenaskan karena mencintai dua iblis seperti Justine dan Aneth.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Sudah satu bulan Stella menjalani masa tahanannya. Tak ada hal yang berarti, Stella melakukan kegiatannya seperti tahanan lainnya. Mengepel, menyapu halaman lapas dan memasak untuk semua narapidana.
Hari ini tugas Stella telah selesai semua. Stella melepas apron yang membelit tubuhnya. Ia membuka sarung tangan di kedua tangannya. Pamit pada kepala dapur untuk pergi.
Berjalan di lorong yang sepi menuju selnya karena tampaknya napi lain masih menikmati makan malam mereka. Dua orang napi wanita berdiri menghadang langkah Stella. Stella menghela nafas. Entah apa yang mereka inginkan lagi darinya.
Medina dan Agnie, dua napi perdagangan narkotika itu selalu mencari masalah dengan Stella meski Stella tak pernah menanggapi mereka.
Bukan karena Stella takut. Stella hanya tak ingin membuat masalah. Pembalasan dendamnya lebih berarti dari pada dua cecunguk di depannya yang tak memiliki pekerjaan.
Stella selalu mengalah untuk mendapatkan kesan baik, jika ia terus mempertahankannya maka masa tahanannya akan di kurangi remisi sikap baiknya. Dan saat kebebasan diraihnya, Stella akan membalas perbuatan Justine dan Anetha yang kini bersenang-senang di atas kehancurannya. Stella menahan semua penghinaan yang ia terima demi pembalasan dendamnya.
Medina dan Agnie berdecak kemudian menyiramkan cairan menjijikan terakhir yang mereka bawa pada Stella. Mereka tak mendapat kesenangan seperti yang mereka inginkan karena lagi-lagi Stella tak merespon dan hanya berdiam diri saja.
Medina melempar ember bekas cairan tinja yang di bawanya. Ia menutup hidungnya karena bau yang kini menguar dari Stella. Medina dan Agnie berbalik meninggalkan Stella yang mengepalkan tangannya di sisi tubuh.
Stella menatap punggung keduanya yang mulai menjauh. Ia akan mengingat penghinaan yang mereka berikan dan akan menagihnya suatu saat nanti. Suatu saat nanti semua orang yang membuatnya menderita akan menerima balasannya.
Stella berbalik menuju toilet, membersihkan tubuhnya dari cairan menjijikan yang memenuhi tubuhnya. Ia kembali ke selnya setelah berganti pakaian. Stella membaringkan tubuhnya di ranjang dinginnya, matanya menatap lurus langit-langit kamar.
Stella telah terlelap. Sayup-sayup ia mendengar langkah kaki seseorang mendekat, namun belum sempat ia membuka matanya sengatan di lengannya Stella rasakan. Stella menatap tajam sipir penjaga yang hanya menatapnya dengan senyum sinis. Sebuah jarum suntik tertangkap berada di lengan si sipir oleh Stella.
"Apa yang kau lakukan padaku?!"
Stella memegangi lengannya yang kini mulai terasa kebas. Ia tau jika sipir itu melakukan sesuatu padanya, dan tentu saja sesuatu itu adalah hal buruk.
Sipir wanita itu mengejek Stella yang menatapnya tajam. Demi Tuhan ia membenci wajah cantik seperti yang Stella miliki. Kenapa Tuhan memberinya tubuh gemuk dengan wajah yang begitu jelek. Sejak awal kedatangan Stella ia memang sudah tak menyukai wanita ini. Alasannya karena Stella di anugerahi wajah cantik. Sipir ini memang tak pernah menyukai wanita cantik. Namun bagaimana pun ia membenci Stella ia tak bisa melakukan apapun pada Stella.
Namun hari ini seseorang menawarinya sebuah pekerjaan dengan imbalan besar. Bukan hanya uang yang akan ia dapat tapi ia juga bisa menyingkirkan duri di mata yang selalu membuatnya mengutuk bila melihat cermin.
"Aku membencimu. Kenapa Tuhan begitu tak adil memberi wajah sialanmu dengan begitu cantik namun aku tidak. Namun semua akan segera berakhir. Dengan uang yang wanita itu berikan aku bisa merubah wajah dan tubuhku." Senyum culas menghiasi bibir sipir tersebut.
Tubuh Stella berubah dingin. Dadanya mulai terasa sesak. Ah, apakah ini akhir hidupnya? Tatapan mata Stella terlihat kosong. Apakah Tuhan tak memberikan sedikit saja keadilan untuknya bisa membalas dendam?
Akhirnya Stella menerima walau enggan bahwa waktunya di dunia tak lama lagi. Kematian hampir menghampirinya. Kini Stella tak lagi bisa merasakan tubuhnya, jantung di dadanya mulai berpacu cepat hingga terasa sangat sakit. Senyum lirih terukir dibibirnya.
"Siapa?" Tanyanya lemah.
Sipir itu mendengus. Namun karena ini waktu terakhir Stella ia tak keberatan memberitahu wanita ini. Lagi pula ia tak ingin setelah mati nanti Stella datang menghantuinya.
"Aku tak tau siapa namanya. Tapi aku pernah melihatnya di tv. Kurasa dia seorang aktris. Dia sangat cantik dan tentu aku membencinya karena wajah sialannya. Namun aku memaafkannya karena ia memberiku uang yang banyak. Kau bisa mati dengan tenang. Mati lebih baik untukmu. Ah dan satu lagi. Setelah mati nanti jangan menghantuiku. Jika kau tetap datang maka aku akan membunuhmu lagi." Setelah mengatakan hal itu si sipir pun pergi.
Air mata mengalir membasahi pipi Stella. Ia tau siapa yang sipir itu bicarakan, siapa lagi orang yang sangat membencinya selain Aneth.
Aneth mendapatkan popularitas karena karya-karyanya, ia merebut suaminya dan menguasai harta warisan orang tua angkatnya. Menjebloskannya ke penjara atas tuduhan palsu, namun tampaknya itu belum cukup. Aneth takkan berhenti sampai ia mati.
Tuhan, apa tak ada sedikit pun keadilan untukku? Kenapa kau lakukan ini padaku? Apa kesalahanku hingga kau menuliskan takdirku dengan begitu buruknya?
Lagi pertanyaan tentang keadilan Tuhan Stella pertanyakan. Sampai hembusan nafas terakhirnya Stella terus mempertanyakan dimana letak keadilan Tuhan yang orang-orang bicarakan. Stella tak meminta banyak pada Tuhannya. Ia hanya ingin diberi kesempatan agar bisa membalaskan dendamnya pada Jaustine dan Aneth.
Di tempat yang berbeda seorang wanita menatap lirih bayangan dirinya dalam cermin. Untuk apa wajah yang cantik. Untuk apa memiliki uang dan segalanya. Nyatanya semua itu tak dapat membuat Eason, pria yang menjadi tunangannya itu mencintainya atau bahkan sekedar memandangnya.
Gedoran di pintu tak di pedulikannya. Tatapan putus asa terlihat jelas dimatanya. Ia membelai wajah tampan dalam foto dengan senyum lirih. "Selamat tinggal." Setelah mengatakan itu wanita tersebut menegak isi cairan dalam botol ditangannya.
Tubuhnya ambruk ke lantai. Busa keluar dari mulut dan hidungnya. Tubuhnya menggelepar di lantai yang dingin dan beberapa saat kemudian berhenti. Wanita itu tersenyum saat nyawanya mulai meninggalkan raganya.
Tbc..
**
Pengen lanjut atau tidak?
Yuk bagi silent readrs di tunggu kemunculannya, wkwk..
Jangan lupa tinggalkan vote dan coment-nya seperti biasa.
Terimakasih telah mampir di ceritaku.
08 Juni 2020.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top