(10)


Ini bukan malam. Ini bukan siang.

Aku lautan dalam dan kau puncak tertingginya.

Kita berbeda dan melampaui batas.


Kita berbeda, namun berada di antara.

Kau rendahkan hatimu, kucapai permukaanku.

Kulihat dirimu dalam senja yang mulai pudar.

Tiba-tiba semuanya begitu indah dan menjadi milik kita.


Dandelion berterbangan dan aku terjatuh padanya.

Angin membawa jiwa kita 'tuk bertemu di dermaga.

Kau berwarna dan merekah, aku pun jatuh cinta.

Melodiku bukan dalam suaraku, tapi itu dirimu.    


# # # # #


"Aku bisa membaca lirik ini jutaan kali dan tidak akan pernah bosan," ujar Evelyn.

"Trims," sahut Jim.

Rick sudah memakan banyak pujian Evelyn. Sebenarnya Rick agak lelah mengucapkan terima kasih. Untungnya Jim mengambil alih bagian itu. Bukan masalah, lirik itu memang sepenuhnya milik Rick. Tapi Jim membantu Rick menyusun kunci nada yang tepat.

Jim jelas-jelas tertarik pada Evelyn secara pribadi. Awalnya menurut Rick, Jim hanya sebatas menggemari Evelyn dalam hal musik. Namun pembicaraan Jim dan Harris, drumer The Five, mulai keluar batas. Mereka membicarakan bokong dan payudara Evelyn. Meskipun, yah, Evelyn memang cantik dan mustahil melewatkan bentuk tubuhnya yang ideal.

Rick benci harus berpura-pura ramah, banyak bertegur sapa dengan orang-orang, dan mengakrabkan diri untuk memperluas koneksi. Ia mencintai musik. Ia menikmati karirnya. Tapi ada saat di mana ia ingin dipuji tanpa harus membalasnya dalam bentuk ucapan terima kasih. Spesifiknya, Rick benci harus berkata-kata. Dan demam panggung tak pernah berhenti membuatnya cemas meski The Five sudah melakukan banyak tur.

Saat band terbentuk, mereka belum memiliki vokalis tetap. Biasanya Rick dan Jim berbagi untuk satu lagu. Namun ketika produser rekaman memberikan tawaran, mereka harus menentukan siapa yang menjadi vokalis utamanya. Sebenarnya itu bukan pilihan yang harus diputuskan The Five. Agensi menilai antara Rick dan Jim, lalu memutuskan Rick yang menempati posisi itu. Rick harus menjadi wajah dari The Five, sementara Jim mengisi vokal kedua.

Tidak ada yang salah dari itu. Jim berbakat seperti halnya Rick. Tetapi kesialan Rick mungkin harus terjadi saat penentuan posisi band itu hingga ia harus berpura-pura di depan orang banyak. Berusaha keras menyembunyikan kegagapannya di hadapan dunia, atau The Five yang menjadi taruhannya. Rick tidak bisa egois karena ia berkarir dengan band. Ada empat orang lainnya yang perlu Rick pikirkan jika ia menolak tawaran agensi.

Lagipula, tak satupun dari anggota bandnya yang tahu masalah sulit bicara yang terjadi pada dirinya. Bagaimanapun Rick tidak mau diragukan dalam band. Rick berpikir membicarakan keterbatasannya bukanlah cara untuk menyelesaikan masalah. Satu-satunya orang yang mampu menghadapi kekurangannya adalah Cara.

Sayang sekali wanita itu pergi. Bahkan Cara bisa berpikir untuk menikahi seseorang.

Rick sulit untuk percaya. Itu sialan sekali.

Bagaimana mungkin Cara begitu cepatnya melanjutkan hidup, sementara Rick terpuruk selama bertahun-tahun? Cara begitu mudah membuka hatinya untuk orang lain, tapi Rick tidak bisa menemukan satu pun yang seperti Cara. Kalaupun sosok itu memang ada, mustahil ia seperti Cara. Rick hanya ingin Cara. Kisah mereka jelas tak akan bisa digantikan atau disamakan dengan apapun.

"Rick?" West memetik basnya hingga membuat Rick tersentak. "Evey bicara padamu, Bung."

"A-apa?" sahut Rick sambil menjauhkan mikrofon dari depan mulutnya.

Evelyn tersenyum ramah sambil menurunkan bahunya, memaklumi sikap Rick yang tidak perhatian. "Aku bertanya, apakah kau punya kekasih? Maksudku, di balik media. Aku bilang, dia pasti beruntung karena menjadi inspirasimu membuat lagi."

Jim terkekeh. "Sudah kubilang, tidak, Eve." Ia melepaskan gitarnya. Mengambil kursi kosong dan duduk di samping kursi Evelyn. "Dia bisa mendapat inspirasi setelah minum bir, atau setelah mengunjungi supermarket. Hal-hal kecil semacam itu. Inspirasi yang datang padanya. Tanpa alasan lain."

"Sungguh?" Evelyn terpukau. Ia menatap Rick lebih teliti lagi. "Itu... keren. Agak mengkhawatirkan, sebenarnya. Kau begitu mudah mendapat inspirasi. Itu bisa menggeser seluruh musisi di atas peringkat kalian. Termasuk aku."

"Kau bersama kami sekarang," ujar Harris. "Duet ini fantastik."

"Ya, aku merasa... entahlah. Aku jatuh cinta ketika mendengar demo lagu ini." Evelyn tersenyum lembut pada Rick dan Rick sebisa mungkin membalas senyumannya. Memikirkan kata-kata yang tepat untuk menyanjung Evelyn tapi tak juga ia temukan. "Dandelion berterbangan dan aku terjatuh padanya. Itu seperti sesuatu yang tidak kaurencanakan. Dan ya, itu takdir. Kau dan siapapun melodimu ini memang ditakdirkan."

Ya, sebelum Cara meninggalkannya untuk orang lain. Tapi Rick tidak mau memikirkannya. Ia tidak mau membuat respon yang tidak seharusnya hingga Evelyn bertanya-tanya. Rick tidak mau menarik perhatian. Seperti ini saja sudah membuatnya jengah.

Jim menatap Rick dan Evelyn bergantian. West dan Harris sibuk berbisik-bisik. Satu lagi anggota The Five adalah Finch di bagian kibor, tapi pria selatan berambut pirang itu nyaris kehilangan minat untuk segala hal. Ia bahkan terlihat mengantuk meski di depannya adalah Evelyn Case. Ia meminum dari botol birnya setiap semenit sekali, lalu kembali menekan tuts di depannya tanpa berminat menanggapi pembicaraan. Tetapi Rick merasa terjebak, ia gelisah meski di sebelahnya Evelyn yang cantik dan tanpa cela. Rick bertanya-tanya kapan pengaturan rekaman ini akan selesai. Mereka sudah menyelesaikan pembagian lagu dan sudah menyesuaikan nada yang sesuai untuk mengiringi suara Evelyn.

"Jadi minggu depan kita bisa mulai rekaman?" tanya Jim.

"Kita harus mengatur jadwalnya bersama Mary," kata West. "Kita bisa menyesuaikan dengan jadwal Evey."

"Aku suka kau memanggilku Evey, West," kata Evelyn. "Aku bebas seminggu besok. Jadi, ya, itu waktu yang tepat. Bagaimana dengan kalian?"

"Dua panggung," kata Jim. "Tapi Mary akan mengatasinya."

"Jadi sampai bertemu di studio?" tanya Evelyn. Ia menatap Rick lagi dan Rick hanya sebisa mungkin mengangguk. "Tapi sepertinya kita harus menjalani bagian akustiknya lebih dulu. Daniel yang minta. Itu bagian untuk filmnya. Menurutmu kita bisa menyelesaikannya dalam sehari, Rick?"

"Eh, uh, y-ya. Kenapa tidak?"

"Jadi kalian tidak butuh band?" tanya Jim. "Maksudku, saat akustik itu?"

"Kita bisa mengatur apa yang dibutuhkan nanti," kata Evelyn. "Tapi menurutku Rick dan gitarnya sudah mengatasi segala situasinya. Ada beberapa adegan yang mengharuskan suara kami dan gitarnya saja yang terdengar. Daniel yang memberi arahan."

"Pemeran filmnya lipsync?" tukas West.

Evelyn terkekeh. "Bukan urusanku."

Pintu terbuka dan wajah Mary muncul. Ia melambaikan tangan pada anggota band dan dibalas anggukan. "Ada mobil menunggumu, EC. Milikmu?"

"Oh, ya, benar." Evelyn merapikan roknya lalu meraih tas jinjingnya. Ia mengecup pipi Jim dan Rick karena dua orang itu yang paling dekat, lalu melambaikan tangan pada Harris, Wes, dan Finch (yang masih saja tidak tertarik). "Sampai bertemu besok. Senang latihan bersama kalian."

"Aku akan mengantarmu," ujar Jim.

Mary membuka pintu lebih lebar dan memberikan salam perpisahan pada Evelyn. Lalu mengambil kursi yang baru saja diduduki Jim. "Bagaimana latihannya? Finch ubah wajahmu."

"Wanita itu membosankan," ujar Finch. Ia menenggak minumannya lagi.

"Semua wanita membosankan untukmu." Mary memutar mata sebelum kembali pada yang lainnya. "Produser rekamannya siap begitu kalian dan EC siap."

"Rick dan Evelyn siap," kata Harris. "Mereka harus rekaman lebih dulu."

Tidak, Rick tidak siap.

"Rick?" tuntut Mary.

Rick menelan kegugupannya meski ia belum berada di studio rekaman. Tapi ia tidak bisa berbuat apapun. Lagipula ini untuk film debut Cara. Rick harus melakukannya. "Ya, tentu."

"Bagus!" sahut Mary. "Oh, paket kalian yang luar biasa banyak sudah berada di ruang tengah."

"Ada fans yang memberiku celana dalam minggu kemarin," gumam West.

"Ada lebih banyak celana dalam untuk Rick selama kita berkarir." Untuk pertama kalinya Finch menanggapi. "Aku yang membuka semuanya. Lingkar pinggulnya kelihatan lebih kecil. Jadi aku yang memakainya. Memangnya Rick seramping itu?"

Mary tertawa. "Aku sudah memisahkan kado, tagihan, dan surat pribadi untuk kalian. Rick, kau punya banyak surat pribadi."

"Adikku?" tanya Rick. Adik Rick, Andrew baru saja memasuki tahun ajaran baru. Ia memilih kuliah di Inggris dan dengan uang Rick sekarang Rick bisa membayar sekolah manapun yang adiknya pilih.

Setelah ibu mereka meninggal lima tahun yang lalu karena kanker, sementara Rick tidak bisa meninggalkan kuliah maupun karirnya, adiknya hidup di asrama sampai hari kelulusan. Paling tidak Rick bisa memberi sedikit kebebasan untuk Andrew meski harus hidup melintasi benua berbeda sekalipun. Rick ingin Andrew mencapai cita-citanya. Andrew ingin menjadi seniman terkenal, maka Rick akan mewujudkannya.

Kini Rick merindukan adiknya. Andrew adalah satu-satunya yang ia miliki setelah Cara pergi. Mungkin Rick harus merencanakan terbang ke London setelah seluruh urusan rekaman ini selesai.

"Kenapa pula adikmu mengirim surat? Kau punya banyak tagihan untuk panggilan interlokal. Ada undangan dari kampung halamanmu. Sungguh orang-orang itu bersikeras sekali."

Westerly? Rick mengernyit. Ia tidak pernah pulang sejak ibunya meninggal. Ia bahkan sudah menjual rumah kecil mereka untuk menutup pinjaman mahasiswa dan membayar uang muka asrama Andrew. Rick tidak pernah pulang kecuali Cara memaksa. Kenapa ia dapat surat dari sana?

"Aku ketinggalan apa?" tanya Jim yang baru saja masuk.

Mary mengutak-atik ponsel dan menggerutu. "Aku yang ketinggalan panggilan bernnilai tinggi. Aku segera kembali. Atau mungkin aku akan langsung pergi setelah mendapat panggilan ini."

"Apa itu sponsor?" tanya Harris.

"Berdoa saja." Kemudian Mary keluar dari studio.

"Sudah puas mengantar Evelyn?" tanya West pada Jim. "Kau serius mengincarnya? Sepertinya dia lebih tertarik pada kemampuan Rick sang pujangga."

Rick memutar mata pada West yang menggodanya. Jim melirik Rick sebelum kembali pada West. "Aku punya janji makan malam dengan Eve. Ini pertemuan pribadi."

"Wow." Harris menyeringai. "Langkah tepat dan terukur, bro."

"Rick, aku menemukan buku melankolis di sofamu, bung," ujar Finch. "Our Star. Itu debut filmnya?"

"Kau membacanya?" seru West.

"Kau membaca kisah semacam itu?" sahut Harris.

West berdecak. "Ya Ampun, kupikir itu hanya kebetulan kau menciptakan lagu yang sama dengan filmnya seperti yang dikatakan Evey."

"Dia baru membelinya. Bukunya masih terlihat baru," kata Finch. "Ditulis oleh Barra Eve. Kau bilang bertemu orangnya. Bagaimana menurutmu? Dia oke? Atau biasa-biasa saja seperti... kau tahu, penulis."

Rick menatap Jim yang memperingatkan tapi tidak ada gunanya pula menyembunyikan. Cepat atau lambat band akan tahu. Pasti ada acara premier dan acara lainnya yang akan membawa Cara kembali ke hadapannya. Lagipula Cara tidak ada lagi hubungan dengannya. Cara akan menikah, ingat?

"Dia..." Rick bingung untuk mendeskripsikan. Ia bisa mendeskripsikan Cara dalam berbagai untaian kata. Ia bisa mendeskripsikan Cara dan bisa menciptakan beberapa lagu dari pemikiran itu, tapi rasanya kurang pas untuk saat ini. Cara bukan lagi miliknya. Mungkin lagu ini akan jadi lagu terakhir kisahnya dengan Cara. Setelah ini hanya akan ada Patrick Storm yang menyedihkan.

"Dia?" tuntut Finch.

"Pasti jelek sekali," ujar West menggeleng muram. "Tidak ada foto dalam bukunya, ya 'kan?"

Jim terkekeh.

Rick menghela napas. "Well, dia... adalah Cara."

"Tidak mungkin," gumam Finch hingga antusiasmenya muncul, yang mana itu mengherankan.

"Tunggu," sela Harris. "Cara siapa?"

"Cara Rick!" kata Finch. "Memangnya ada berapa Cara yang mungkin bagi Rick?"

"Oke, kalian berlebihan," sela Jim.

"Cara?" tukas West. "Cara pacarmu? Yang meninggalkanmu?"

"Tidak mungkin kalian melupakan Cara," ujar Finch. "Dia yang menyusul kita saat kita pertama kali rekaman, saat aku dengan tololnya meninggalkan semua lembar catatan lagu di rumah."

Rick mengendik. "Yeah."

"Aku ingat sekarang," kata Harris. "Dia manajer kita sebelum Mary."

"Cara bukan manajer kita," tegas Jim.

"Well, dia seperti mengurus segala hal yang kita butuhkan. Dia melakukan promosi sampai kita bisa berada di beberapa panggung," kata West. "Semacam manajer tak resmi? Tunggu, apa kita pernah menggajinya?"

"Kita tidak menggajinya karena dia bukan manajer kita," ujar Jim lagi. "Lagipula itu hanya panggung kecil. Bayaran kita kecil. Dia bukan manajer seperti Mary yang punya banyak koneksi, yang bisa menghasilkan sponsor untuk kita."

Harris mengangkat bahu. "Tetap saja."

"Bagaimana kabar pacarmu?" tanya Finch.

"Dia bukan pacar, Rick," sahut Jim.

Finch memicing. "Kau ini siapa? Ibunya? Uh, maaf, Rick. Aku tahu ibumu―"

Rick mengendik. "Tidak apa-apa. Dan... entahlah. Dia meninggalkanku." Aku akan menikah, jadi jauhi aku. "Kupikir ini hanya... soal bisnis. Aku tak akan berhubungan langsung dengannya, bukan?"

"Ya. Kita berhubungan langsung dengan Evelyn Case karena dia adalah partner duet kita." Kemudian Jim bangkit dan meninggalkan studio latihan.

West dan Harris bertatapan, sementara Rick dan Finch menatap pintu yang terbanting. "Sebenarnya dia itu kenapa?" tanya West.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top