BAB 2 : HEAVENLAND

    "Sudah berapa kali aku harus mengatakannya padamu? Pulanglah terlebih dahulu, mandi, baru temui aku! Kalau begini, bagaimana bisa aku mengobatimu?"

    Oceh perempuan berkulit putih yang mengenakan jas putih panjang hingga sebatas lututnya. Wajahnya sudah berubah menjadi pucat sebelum mengobati sahabatnya yang baru pulang dari tugas negara. Genosida lebih tepatnya.

    "Hazel, sebaiknya kau tutup luka yang ada di lenganku ini agar darahnya berhenti menetes."

    "Apa? Aku-"

    Hazel, perempuan itu tidak sempat melanjutkan kata-katanya, ia lebih dulu lari terbirit-birit mencari tempat sampah, kemudian mengeluarkan semua isi yang ada di perutnya. Hazel yang malang. Padahal perempuan yang tengah duduk di meja itu hanya menunjukkan lengan kirinya yang terluka, memang sedikit robek dengan darah yang terus menetes.

    "Kau baik-baik saja, Hazel?"

    "Persetan denganmu! Aku tidak akan mau menyembuhkan lukamu! Tidak akan pernah! Aku tidak peduli meski kau adalah Yang Mulia Putri yang agung dan ditakuti oleh banyak orang di dunia ini!"

    Hazel masih melanjutkan luapan murkanya, mengusap mulutnya dengan kain basah dan melirik tajam perempuan berpakaian hitam tersebut.

    "Baiklah jika kau memang tidak ingin menyembuhkanku," ujarnya santai sembari menaikkan bahunya. Ia turun dari tempatnya dan berjalan menuju ke kamar mandi.

    "Mau apa kau ke kamar mandiku?"

    "Tentu saja mandi, tidak mungkin aku mengadakan konser di dalam sana, kau aneh!"

    Hazel menggeram. "Kenapa kau tidak mandi saja di tempatmu sendiri? Kamar mandimu bahkan lima kali lipat lebih luas dari milikku!"

    Sayangnya, sosok perempuan yang menjadi sumber amarahnya itu tidak peduli sama sekali.

    "Hazel, tempat ini bahkan bukan rumahmu."

    "I-iya kau benar, tapi-"

    Lagi-lagi, Hazel tidak sempat menyelesaikan kata-katanya lantaran perempuan itu menutup pintu kamar mandi dengan keras.

    "Lumia!"

    Kemudian, Hazel menatap horor pada lantai. Warna putih lantai membuat warna merah tetesan darah dari luka Lumia tampak begitu jelas, belum lagi kain putih dengan bekas darah yang ada di atas meja. 

    "Astaga!" Hazel mual, rasanya ia ingin pingsan saja.

    Hazel hanya berdecak, mau tidak mau ia harus membersihkan flat secara mendadak, daripada menanggung risiko harus muntah melihat semua kekacauaan ini.

    Bukannya tidak suka, ia sudah mengenal Lumia cukup lama. Ketika di luar sana semua orang akan takut dengan Lumia, atau biasa mereka sebut Putri Lumiere, lain halnya dengan Hazel. Ia tidak segan-segan mengoceh panjang lebar padanya ketika melakukan hal yang tidak disukai oleh Hazel, dan Hazel mengerti kalau ocehan itu hanya akan masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan.

    Lumia selalu datang padanya terlebih dulu setelah pulang dari tugas negara, seharian atau bahkan dua hari hingga akhirnya ia kembali ke istana, ke rumahnya. Bayangkan saja, Hazel yang selalu mual ketika melihat darah, selalu menjadi orang pertama yang didatangi Lumia ketika pulang dari pembantaian. 

    Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka, disusul dengan suara tawa Lumia.

    "Jangan tertawa!" desis Hazel kesal.

    Tentu saja, ia terpaksa menggunakan perlengkapan perang untuk membersihkan kekacauan di flat. Sarung tangan steril, kaki yang diberi lapisan plastik, tak lupa kacamata monokrom. Kacamata milik Hazel yang digunakan ketika mengadakan penelitian spesimen baru di laboratorium. Kacamata khusus itu ketika digunakan akan menampilkan hanya warna hitam dan putih saja.

    Setelah semua selesai, barulah Hazel bisa dengan tenang mengobati luka di lengan Lumia, tanpa melepas kacamata monokrom miliknya.

    "Mengapa kau bisa terluka seperti ini?" tanya Hazel tajam.

    "Ada yang melakukan perlawanan, ia membawa pisau dan mencoba memotong tanganku."

    "Kau tidak merasakan sakit?"

    "Sakit."

    Hazel berdecak. "Bukan itu reaksi yang kuharapkan, Bodoh!"

    "Aku akan pergi ke Sektor Barat untuk menemui Klay."

    "Lalu mengapa kau datang dulu ke sini? Kau datang dari Gerbang Selatan, lalu menemuiku di Sektor Utara, setelah itu kau pergi ke Sektor Barat? Mengapa kau tidak langsung saja ke sana? Atau setidaknya pulang, istana ada di tengah-tengah. Atau jangan-jangan kau lupa jalan?"

    "Aku tidak bisa menemui Klay saat tubuhku sedang kotor."

    Hazel mengangkat satu alisnya. "Apa hubungannya? Tubuh yang kotor dan tubuh yang bersih sama saja! Jika ia kekasih yang baik, ia akan menerimamu apa adanya."

    "Menurutmu?"

    Hazel melotot, ia benci tatapan dan senyuman Lumia saat itu.

    "Hentikan senyumanmu! Memuakkan!" 

    Lumia tertawa lagi.

    "Aku sudah selesai."

    Lumia mengangkat lengannya dan melihatnya, tersenyum lebar. Hazel memang sangat bisa diandalkan! Dia perempuan paling jenius yang ada di Sektor Utara, tempat di mana para ilmuan dan dokter berada.

    "Saat di sana, aku melihat anak perempuan, mungkin tidak jauh lebih muda dari usiaku. Dia ketakutan dan memohon agar aku tidak membunuhnya."

    "Lalu kau apakan dia? Kau penggal?"

    "Tidak. Aku membiarkannya pergi. Dia memiliki spesifikasi yang cukup, lepas dariku pun tidak menutup kemungkinan dia akan ditangkap dan dijadikan penghuni Heavenland. Maka dari itu, aku mengulur waktuku di sini hingga mereka sudah selesai memindah para tawanan dan aku akan mencari anak perempuan itu."

    "Jika kau menemukannya, apa yang akan kau lakukan?"

    "Mengubah warna rambutnya dan membiarkannya bebas," jawab Lumia sambil mengangkat bahunya.

    "Kau juga tahu penghuni Loiterer tidak lebih baik dari orang-orang di luar Sulien."

    "Tapi mereka bebas."

    Hazel menatap lekat-lekat wajah Lumia. "Tidak, Lumia. Satu-satunya tempat ternyaman di sini adalah ketika kau berhasil menjadi bagian dari sektor. Bahkan Lambercy City pun rawan kejahatan. Katakan pada ayahmu yang sangat hebat membuat peraturan di kerajaan."

    Lumia menyeringai, ia tahu bahwa kata-kata terakhir yang dilontarkan oleh Hazel hanyalah sarkas.

    "Katakan pada kekasihmu, mengapa pasukan kerajaan tidak melakukan tugasnya dengan benar."

    "Coda tidak akan berani berbuat hal yang akan membuat Simeon memenggal kepalanya."

    "Berbicara tentang Simeon, ia pasti saat ini sedang berbicara dalam forum pertemuan dengan ayahku. Tua bangka itu! Ia bersembunyi di balik kapsul selama penyerangan berlangsung. Ketika mereka menyerang kapsulnya, ia hanya berteriak memaki prajurit yang katanya tidak becus menjaganya."

    "Lumia, kau tahu bahwa apa yang kau lakukan ini salah. Membunuh orang, membumihanguskan satu wilayah kerajaan."

    "Aku hanya membunuh mereka yang pantas dibunuh, selama penyerangan berlangsung."

    "Tapi kau tidak tahu apa yang telah ia lalui sehingga menjadi seperi itu. Aku tahu aku juga melakukan hal yang sama di sektor ini meski aku tidak secara langsung membunuh orang. Semua sektor yang ada di kerajaan ini selalu bermain dengan nyawa seseorang. Aku ingin sekali pergi dari tempat mengerikan ini.'

    "Tidak perlu pergi, kau tahu apa tujuanku sejak awal dan kau setuju."

    Lumia bangkit dari duduknya, kemudian tersenyum pada Hazel. 

    "Aku akan pergi ke Sektor Barat."

    "Ya, sampaikan salamku pada Klay."

    "Tentu."

    Hazel tidak mengantar perempuan itu sampai di pintu. Ia hanya diam, menarik napas panjang. 

    Benar apa yang dikatakan oleh Lumia, ia sudah setuju dengan rencana besar itu. Ia hanya berdoa, ia masih tetap hidup hingga rencana itu berhasil dilakukan.

*** 

    Jika Sektor Utara tempat di mana Hazel berada adalah tempat para dokter dan ilmuwan yang berhubungan dengan kesehatan dan penelitian makhluk buatan, Sektor Barat hanya berisi jajaran imuwan yang mengawasi dua lahan besar yang disebut Heavenland. Tidak hanya ilmuwan saja, di sana juga terdapat ahli gizi, dan lain sebagainya. Heavenland Satu biasanya hanya dihuni oleh perempuan, sedangkan Heavenland Dua dihuni oleh banyak kalangan. Mereka sama-sama diberi tempat yang layak, makanan enak yang banyak, dan juga perawatan khusus yang dipantau selama 24 jam. Itulah mengapa para aristokrat menyebut tempat itu Heavenland karena bagi mereka tempat itu bagaikan surga. Namun, bagi para penghuni Heavenland, tempat itu adalah neraka yang sesungguhnya.

    "Putri Lumiere, apa ada hal yang Anda perlukan?" tanya seorang prajurit yang menjaga pintu ke sektor ini.

    "Aku ingin bertemu Klay. Apakah ia ada di HQ atau di flat?"

    "Tuan Klay ada di HQ, Putri."

    "Baiklah, aku akan menemuinya."

    "Akan saya antar Anda menuju Tuan Klay."

    "Tidak perlu. Aku bisa berjalan sendiri."

    Lumia tidak berpikir panjang, langsung berjalan ke tempat di mana kekasihnya berada. Jika ada di HQ, ia pasti berada di tempat itu, terlebih jika ada barang baru yang datang.

    Sama seperti sektor yang lain, warna HQ didominasi oleh putih, kecuali jas yang mereka kenakan. Biru untuk menandakan bahwa ia berasal dari Sektor barat. Tidak banyak orang yang berlalu lalang, tapi mereka yang melintas selalu menunduk hormat pada Lumia jika secara kebetulan bertemu. 

    "Putri Lumiere."

    Sebenarnya Lumia ingin menunjukkan rasa tidak sukanya saat laki-laki datang menyapa. Laki-laki yang dinobatkan sebagai pimpinan sektor termuda sepanjang abad. Apa yang membuat Lumia tidak menyukainya bukan karena wajahnya, bisa dibilang laki-laki tersebut memiliki wajah yang manis, bukan juga karena sifatnya yang selalu terlihat ramah di depan semua orang. Ia hanya tidak menyukai senyum yang selalu menghiasi wajah laki-laki tersebut. Senyumnya selalu misterius dan menakutkan, setidaknya itu yang dikatakan oleh Lumia.

    "Tuan Larvis Jackqruz."

    "Apa yang Putri Lumiere Sulien lakukan di sini? Bukankah kau seharusnya ikut dalam pertemuan? Ayahmu sendiri yang mengundang secara khusus, loh!"

    "Aku masih punya beberapa urusan di Sektor Barat, sampikan saja salam pada ayahku."

    "Oh begitu rupanya … acara kencan kecilmu ternyata lebih penting daripada rapat evaluasi penyerangan Stibrny rupanya."

    Lumia menyeringai. "Tentu saja. Manusia tanpa pasangan sepertimu mana tahu urgensi dari kencan setelah perang?"

    Laki-laki itu tampak tak tersinggung sama sekali, masih menampamakkan senyuman yang sama. "Nice."

    Masih dengan kedua tangan yang berada di belakang punggungnya, Larvis pergi. 

    "Memuakkan," desis Lumia yang kemudian berjalan ke arah yang berlawanan dari Larvis, menuju ke suatu ruangan.

    Ruangan yang dituju oleh Lumia adalah ruangan yang paling tinggi di antara ruangan lain di HQ Sektor Barat. Tentu saja ruangan itu dibuat bukan tanpa alasan, petugas yang ada di sana memiliki tugas untuk mengawasi secara langsung para penghuni Heavenland. Karena bagi mereka, cctv saja tidak cukup.

    "Klay."

    Laki-laki itu menoleh saat Lumia memanggilnya. Laki-laki dengan jas biru selutut, di tangannya terdapat ponsel dengan layar besar. Kacamatanya berkilau terkena cahaya.

    "Lumia." Laki-laki itu tersenyum.

    Lumia berjalan mendekat, mencium bibir Klay hingga Klay menyambutnya kemudian melepasnya. 

    "Sudah memeriksa barang baru?"

    "Sudah. Mereka sudah ditempatkan sesuai dengan potensi yang dimiliki."

    Lumia melihat kaca besar yang ada di hadapanny, kemudian pada beberapa layar. Pemandangan Heavenland secara lengkap. Ia melihat perempuan muda yang berada di ruangannya masing-masing. Ruangan itu berfungsi sebagai kamar dengan kamar mandi masing-masing. Satu ruangan hanya boleh diisi oleh satu perempuan. Ada perempuan hamil di beberapa ruangan, tentu itulah tugas mereka ada di Heavenland Satu. Lalu ada juga perempuan yang menangis sambil memeluk kedua lututnya di atas tempat tidur, pakaiannya berantakan. Ada lagi yang hanya melihat ke setiap sudut ruangan, kemudian merebahkan dirinya di atas kasur empuk yang ada di sana, sudah bisa dipastikan orang itu baru saja datang. 

    Di Heavenland Dua juga memiliki ruangan-ruangan, tapi ukurannya jauh lebih besar dengan jajaran tempat tidur seperti asrama. Satu ruangan berisi banyak orang, tidak hanya perempuan saja, laki-laki juga. Mereka juga memiliki umur yang beragam.

"Apa kau melihat perempuan berambut perak yang memiliki tubuh sedikit pendek?"

Klay mengerutkan keningnya. "Hari ini semua yang datang berambut perak."

"Sial!"

"Tapi kau bisa melihat dan mencarinya. Heavenland Satu sebanyak dua belas orang dan di Heavenland Dua lima anak-anak, dua puluh perempuan dan lima belas laki-laki. Hari ini mereka tidak membawa banyak barang."

Lumia mengangguk dan memperhatikan lekat saat Klay mengganti salah satu layar cctv secara terus menerus. 

"Itu yang terakhir. Ada?"

Lumia menarik napas panjang, kemudian menggeleng. 

"Kenalanmu?"

"Tidak juga. Aku hanya memberinya kesempatan untuk hidup saat itu."

Klay mengangguk-angguk. "Baiklah! Tugasku selesai, kau juga tidak menemukan orang yang kau cari. Apa kau akan menghadiri pertemuan di istana?"

"Tidak."

"Kalau begitu, ayo ikut aku ke Gerbang Selatan dan menemui Nye."

"Untuk apa kau menemui pedagang licik itu?"

Klay tertawa. "Dia temanku, tahu!"

Lumia mendengus. "Baiklah, ayo kita temui Nye di sana."

*** 

    Kursi di ruangan rapat satu persatu sudah mulai diisi. Di sana ada sembilan kursi. Empat di sisi kiri, empt di sisi kanan, dan satu kursi di ujung meja, tempat di mana raja duduk. Di sisi kiri sudah terisi penuh, di sisi kanan hanya terisi satu kursi, sedangkan empat kursi termasuk kursi sang raja masih kosong. Tak lama kemudian, sang raja masuk ke ruangan rapat diikuti oleh dua pengawal. Saat ia duduk, kedua pengawal tersebut harus berdiri di tempatnya hingga rapat berakhir.

    Sang raja melihat ke sisi kanan, hanya putri bungsunya saja yang datang, sedangkan tiga orang yang lain tidak; putra sulungnya, putri tengah, dan dokter pribadi kerajaan.

    "Di mana yang lain? Cythera, di mana para kakakmu? Di mana pula Cailyn?"

    "Cailyn sedang ada di kamarnya, yang lain aku tidak tahu."

    "Yang Mulia Raja, Putri Lumiere ada di Setor Barat dan menitipkan salam untuk Anda," ujar laki-laki yang mengenakan jas biru, Larvis.

    "Lalu di mana Cyrus?"

    "Ayah, bisa kita mulai saja? Sebenarnya aku duduk di sini tidak ada sangkut pautnya, aku bukan orang yang biasa turun di penyerangan. Aku selalu ada di istana."

    "Kau juga harus menghadiri rapat ini, Cythera."

    Cythera tidak menjawab lagi, hanya mendengus. Peraturan ayahnya mutlak, ia tahu itu. Ia hanya tidak suka berada di forum ini.

    "Yang Mulia Raja, Stribrny telah hancur dan semua penghuninya telah mati."

    "Maaf menyela, Tuan Simeon, tidak semua penghuni Stribrny mati, ada beberapa yang kalian turunkan di Sektor Barat."

    "Mereka adalah tawanan, Tuan Larvis, dan sektormu selalu membutuhknnya."

    "Apa raja mereka juga sudah mati?" tanya sang raja sembari menatap tajam Simeon.

    "Ya, raja, ratu, dan putri mereka sudah mati."

    "Siapa yang membunuhnya? Apa kau sendiri?"

    Simeon terdiam, ia ingin berkata 'ya', tapi ia cukup tahu diri untuk tidak mengatakan hal yang membuat nyawanya di ujung tanduk.

    "Tidak, Yang Mulia. Putri Lumiere yang membunuhnya."

    Sang raja tertawa, dari raut wajahnya tampak ia sudah sangat puas dengan jawaban yang diberikan Simeon.

    "Cythera kau dengar? Kakakmu lagi-lagi menghabisi pion terpenting dalam kerajaan."

    Cythera hanya memutar bola matanya.

    "Lumiere memang anakku yang paling bisa diandalkan. Lalu, apa ada kendala?"

    "Tidak, Yang Mulia," jawab Simeon yang kini tidak memliki kepercayaan diri untuk berbicara.

    "Baiklah, rapat selesai!"

    Setelah raja pergi, Cythera mengumpat kemudian pergi sembari menghentak-hentakkan kakinya kesal. Simeon menggeram sembari mengepalkan kedua tangannya kesal. Ia selalu dipermalukan dalam forum oleh raja.

    "Hei, yang dikatakan oleh Raja Sulien itu benar, loh!"

    Simeon semakin kesal setelah mendapat bisikan setan berwujud laki-laki berjas biru di sebelahnya. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top