Bab 7
Di saat raja Burgia sedang kesulitan memikirkan tentang lamaran pernikahan dari Saintmerica, Ivy justru sedang sibuk. Pertukaran kantong wangi antara dirinya dan laki-laki bermata biru membuatnya bersemangat. Sudah lama ia tidak merasakan hal-hal yang membuatnya gembira. Selama ini kantong wangi yang dibuatnya diserahkan untuk Fiona dan Julian. Baru kali ini ia membuat untuk orang lain. Ia mengumpulkan bahan dan mengeringkannya, terdiri atas akar-akaran, dan berbagai bahan lain seperti daun teh, kulit pohon cendana serta kelopak bunga osmanthus yang susah payah didapatkannya. Menakar, membersihkan, dan membungkus satu per satu. Oriel duduk di sampingnya, memperhatikan dengan seksama dan selalu siap kalau dibutuhkan.
"Your Highness, Anda akan membuat berapa kantong untuk laki-laki itu?"
Ivy tersenyum. "Mungkin sepuluh. Menurutmu kurang tidak?"
"Seharusnya lebih dari cukup. Kantong wangi buatan Your Highness sangat berkualitas tinggi dan dari bahan terbaik. Mereka harusnya bersyukur bisa memilikinya."
"Benarkah? Bukankah kau juga ada beberapa?"
Oriel tertawa lirih. "Saya mencoba-coba membuatnya sendiri tapi hasilnya tidak sewangi milik Your Highness. Apakah itu berarti kita akan bertemu mereka lagi?"
"Seharusnya begitu," jawab Ivy lirih. "Ngomong-ngomong, aku tidak tahu siapa nama laki-laki itu. Sepertinya dia bukan kesatria biasa. Pakaian kulitnya dari kualitas terbaik, dan caranya bicara sangat tertata. Berbeda dengan kesatria yang lebih banyak di medan perang dan cenderung bicara dengan kasar."
"Memang, dan sepertinya dia tampan. Sayang sekali dia tidak mau membuka topengnya."
"Semestinya dia punya alasan yang sangat kuat kenapa tidak membuka topeng." Ivy meyakini itu, setiap orang ini punya rahasia yang disimpan untuk orang-orang terdekat. Sama seperti dirinya yang menyiapkan parfum serta kantong wangi bagi Fiona, karena tanpa itu tidak akan ada julukan perempuan paling harum di seluruh Burgia. Ketenaran Fiona yang punya tubuh harum bahkan memikat banyak laki-laki. Di balik itu semua ada satu kebenaran dan rahasia yang dipendam rapat-rapat.
Lothar datang dengan tergesa-gesa, melaporkan pada Ivy tentang perkembangan pertemuan di aula kastil dan sampai sekarang belum diputuskan siapa yang akan menikah dengan pemberontak.
"Lamaran itu tidak bisa ditolak, atau akan terjadi perang. King George pasti tidak akan suka kalau penawarannya diabaikan," gumam Ivy.
"Your Highness, saya mendengar kabar dari kastil utama, kata para pelayan di sana, Princess Fiona tertekan karena masalah ini," ujar Lothar dengan penuh hormat. "Saya hanya berpikir, jangan sampai Your Highness terkena imbas masalah ini."
Tertawa lirih pada pengawal pribadinya yang terlihat kuatir, Ivy bisa merasakan kekuatiran Lothar. Tapi ada ketenangan yang dipaksakan dalam dirinya, karena ada Richard. Meskipun itu juga tidak sepenuhnya menjamin kalau ia akan bebas dari pernikahan paksa itu. Setidaknya dengan adanya Richard, ayahnya diharap berpikir dua kali untuk memutuskan pertunangan.
"Terima kasih, Lothar. Aku akan lebih waspada. Meskipun bisa dikatakan, tidak ada bedanya untukku. Kalau Your Majesty berkehendak, tidak ada yang bisa menolak." Ivy menatap Lothar lekat-lekat, benaknya memikirkan sesuatu. "Aku mendengar dari pedagang rempah kalau ada pengungsi dari Furu mulai memasuki wilayah kita. Bisakah kau membantuku mencari tahu sampai di mana mereka sekarang?"
Lothar membungkung. "Baik, Your Highness."
Kerajaan Furu dilanda kelaparan karena perang, Ivy sudah banyak mendengar kabar dari para saudagar yang ditemuinya di pasar. Mereka ingin mengungsi ke Saintmerica dan akan melewati Burgia. Ivy juga tahu kalau perbatasan sudah ditutup, para pengungsi itu tidak akan bisa masuk ke Burgia. Ia tidak peduli dengan perang, dan lebih memikirkan anak-nak serta para perempuan yang hidupnya terlunta-lunta. Berencana untuk membantu obat-obatan, karena makanan sekarang jelas tidak mungkin. Julian sudah memerintahkan pengelola dapur untuk mengunci gudang persediaan makanan karena takut ada diambilnya.
Mengangkat pergelangan tangan, Ivy mengagumi gelang yang dipakainya. Pikirannya seketika tertuju pada laki-laki bertopeng hitam. Ia tidak mengerti apa niat laki-laki itu dengan melakukan penawaran dengannya. Baginya ini tidak buruk, kalau diperlukan ia bisa menjual gelang dan hasilnya untuk beli gandum. Barangkali roti manis akan sangat berguna untuk membantu pengungsi.
Penjaga gerbang dalam mengumumkan kedatangan Fiona. Ivy bergegas mencopot gelang dan memberikannya pada Oriel.
"Simpan ini!"
Tanpa diminta dua kali, Oriel menerima gelang dan berlari masuk ke klastil. Ivy tidak ingin Fiona melihat gelang itu, karena sudah pasti menginginkannya. Fiona punya kebiasaan buruk menginginkan segala sesuatu yang dimilikinya.
"Kakak, aku datang."
Suara Fiona terdengar mengalun. Ivy bangkit dan tersenyum menyambutnya.
"Adik, kau datang di sore begini, ada yang bisa aku bantu?"
Fiona melangkah anggun dengan enam pelayan dan empat pengawal mengiringinya. Kedatangannya dengan begitu banyak pendamping, seolah akan pergi ke tempat yang jauh bukan ke kastil belakang. Ekpresinya mengernyit, campuran segan dan jijik pada benda-benda yang berserak di atas nampan. Ia mengenali beberapa bentuk benda itu.
"Kakak sedang membuat kantong wangi untukku? Bagus, tanpa diminta sudah berinisiatif. Mother pasti suka."
Ivy tidak mengatakan apa pun, menunggu dengan sabar Fiona mengutarakan niatnya. Adiknya tidak pernah datang kemari tanpa ada niat khusus. Apapun itu, pasti memerlukan tenaganya. Fiona melambai dan seorang pelayan menyodorkan gulungan kertas pada Ivy.
"Kak, ini adalah pesta teh menyambut musim dingin di rumah Duke Winstoun. Kau pasti tidak menerima undangan karena kita tahu Duchess tidak menyukaimu. Tapi, aku dengan baik hati akan mengajakmu. Kau harus datang, Kak. Kesempatan untuk datang ke rumah Duke Richard."
Mengabaikan kata-kata kasar dan penuh penghinaan dari adiknya, Ivy membuka gulungan kertas dan membaca undangan yang tertera. Tidak menyangka kalau dirinya akan diundang ke pesta itu. Ia membaca kata-kata yang tertulis dan tanpa sadar bibirnya menyunggingkan senyum.
"Mereka mengundangku."
Fiona mengangkat dagu. "Tentu saja karena aku yang secara khusus meminta untuk mengundangmu. Bagaimana pun kita bersaudara, aku merasa kasihan denganmu yang tidak punya kehidupan sosial. Ingat, Kak, ku harus datang dengan gaun terbaik. Jangan terlihat seperti pengemis di sana. Oh ya, kau berangkat sendiri karena aku harus bersama Mother."
Dengan wajah berseri-seri Ivy mengangguk dan menggenggam gulungan surat. "Aku pasti datang."
Mengangkat sebelah alis dengan senyum kecil tersungging, Fiona mengamati keadaan kastil yang suram. Kastil ini paling kecil dan paling tua, sama sekali tidak ada lukisan atau pun patung sebagai hiasan. Di halaman ada banyak pot dengan beragam tanaman yang digunakan Ivy untuk membuat obat maupun parfum. Fiona tidak bisa membayangkan dirinya tinggal di tempat jelek begini. Sepertinya ayah mereka pun tidak berniat memugar dan memperbaiki kastil Ivy agar layak ditinggali.
Pengamatan kastil selesai, kali ini berpindah ke sosok Ivy. Kegembiraan terlihat jelas di wajahnya. Fiona menahan dengkusan. Ivy adalah gadis yang terkurung dalam kegelapan dan sama sekali tidak pernah melihat dunia yang gemerlap.
"Aku harus pergi, Mother menunggu untuk mengukur baju."
Membalikkan tubuh, Fiona meninggalkan kastil Ivy. Tidak dapat menahan pijar rahasia dari matanya. Mengingat kalau di pesta nanti pasti ada kejutan yang menyakitkan untuk Ivy.
"Semoga hari ini kau bahagia kakakku, Sayang. Karena setelah pesta nanti, hidupmu tidak lagi sama. Akan aku pastikan kalau kastil dan kerajaan ini adalah milikku."
Tidak mengetahui niat jahat dari adiknya, Ivy berlari ke dalam dan menggandeng tangan Oriel. Mereka menari sambil bernyanyi, merayakan kebahagiaan karena akan ke pesta.
"Your Highness, saya akan siapkan gaun terbaik!" teriak Oriel.
Ivy tidak bisa menahan rasa senangnya, menanti pesta yang akan datang. Sudah lama sekali ia tidak pergi ke acara sosial, selalu terkurung di kastil dingin dan suram. Entah apa yang mendasari Fiona mengajaknya pergi, apa pun itu Ivy menerima dengan senang hati. Ia bergegas menyelesaikan pesanan kantong wangi milik Xavier, memikirkan gaun yang dipakainya ke pesta.
"Your Highness, apa sebaiknya meminta bantuan penjahit istana. Mereka pasti punya gaun yang cocok untuk Anda."
Saran dari Oriel dijawab dengan gelengan kepala oleh Ivy. "Tidak perlu. Meskipun mereka mempunyai gaun yang cocok untukku, tapi tidak akan pernah memberikannya tanpa persetujuan dari Your Majesty Queen."
"Benar juga. Padahal gaun Your Highness sudah tua-tua."
Di saat mereka putus asa karena setelah mengeluarkan semua gaun dari lemari, tidak ada satu pun yang cocok untuk pesta teh. Semua gaun sudah ketinggalan jaman dan tidak glamour. Terlalu biasa kalau dipakai untuk acara sosial. Dua hari menjelang pesta, penjahit istana tanpa diundang datang ke kastil dan mengantarkan gaun biru terang untuk Ivy.
"Hanya ada warna ini Your Highness. Kalau Anda tidak berkenan, tidak usah memakainya."
Sekilas terlihat, gaun itu terlalu cerah dan terang untuk pesta musim gugur. Warna-warna yang lebih lembut dan gelap seharusnya lebih cocok. Namun, Ivy tetap menerima dengan senang hati.
"Terima kasih, aku akan memakainya."
Berbentuk sederhana dengan korset di bagian dada serta mengembang di area bawah, gaun birunya memang tidak terlalu berkilau. Dengan warna yang terang mampu mengimbangi kulit putih Ivy. Sebagai perhiasan ia memakai gelang batu safir miliknya dan Oriel membantunya menatap rambut serta merias wajah.
"Your Highness, Anda cantik sekali."
Ivy berputar di tempatnya dan gaunnya melayang indah. Meskipun berwarna sangat cerah, tidak masalah untuknya. Menggunakan kereta kuda dengan Lothar dan Oriel, Ivy pergi ke kastil Duke Winstoun. Ia sudah lama mengidam-idamkan berkunjung ke kediaman Richard dan hari ini menjadi kenyataan. Udara di pertengahan musim gugur cukup dingin, dengan memakai mantel bulu peninggalan ibunya, Ivy merasa cukup hangat.
"Your Highness, bukankah ini terlalu larut untuk pesta minum teh? Seharusnya dilakukan saat tengah hari." Oriel mengatakan keheranannya.
"Kamu benar, mungkin mereka memiliki pemikiran yang berbeda."
Ivy tidak punya banyak waktu memikirkan segala keanehan yang terjadi tentang pesta ini. Terlalu bahagia hingga tidak menyadari kalau Fiona bersikap terlalu baik, dengan memberinya undangan, meminta penjahit mengirimkan gaun baru, dan secara khusus datang ke kastilnya. Hal-hal yang tidak akan pernah dilakukan di hari biasa. Kereta melaju cepat dengan Ivy berusaha mengesampingkan rasa heran.
Tiba di kastil Winstoun, beberapa pelayan sudah menyambut kedatangannya. Ia dibawa masuk ke area samping, beberapa kereta kuda terparkir di halaman tapi tidak sebanyak yang ada dalam bayangan Ivy. Ia mengira pesta akan berlangsung megah dan meriah. Namun, hanya ada beberapa perempuan yang sedang mengobrol di teras dan Julian ada di sana. Yang membuat perbedaan mencolok adalah banyaknya prajurit serta pelayan istana yang berjajar di sekitar kastil, menandakan adanya orang penting yang datang.
"Your Highness." Ivy menekuk lutut dan membungkuk di depan Julian.
"Kenapa kau terlambat?" tanya Julian dengan dingin. Para perempuan yang ada di sekitarnya ikut mengernyit.
Ivy menggeleng. "Terlambat? Undangan ditulis saat senja pesta dimulai."
"Alasan yang tidak masuk akal, Ivy. Pesta ini sudah mulai dari siang!"
Kemarahan Julian tidak terselesaikan karena saat itu terdengar suara jeritan bercampur tangis. Julian bergegas pergi ke arah datangnya suara bersama perempuan yang lain dan juga Ivy. Mereka menuju kamar dengan pintu yang terbuka. Terlihat Fiona dengan hanya memakai pakaian dalam, sedang duduk di ranjang bersama Richard yang telanjang bulat. Semua orang terperangah, Ivy terhuyung di tempatnya berdiri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top