Bab 5


Rombongan pengungsi dari Selatan berduyun-duyun melintasi jalanan yang tandus dengan angin musim gugur yang menerpa dingin. Mereka adalah para pencari suaka dari kerajaan Furu yang ingin pergi ke kerajaan Burgia, Esdoria, ataupun kerajaan sekitar yang lebih besar seperti Saintmerica. Perang antar saudara yang terjadi terus menerus selama puluhan tahun, ditambah dengan kekeringan yang melanda negeri, membuat rakyat ingin mencari kehidupan yang lebih baik. Dari ribuan orang yang pergi bersamaan kini yang tersisa hanya ratusan saja. Sebagian mereka mati karena penyakit, kelaparan, dan ada pula yang menyerah dan memilih untuk menetap di desa yang dilewati.

Menahan rasa letih dan bosan karena perjalanan panjang, ditambah dengan lapar yang menggigit perut, tidak ada pilihan lain bagi mereka selain menyeka keringat, meneguk air, dan menghela napas panjang lalu melanjutkan perjalanan panjang yang seolah tidak berujung.

Pimpinan dari pengungsi itu adalah seorang laki-laki berumur awal tiga puluh tahun dengan tubuh kurus dan rambut kecoklatan karena matahari. Ia berkuda untuk memantau para pengungsi, berusaha melindungi mereka dari para bandit yang berkeliaran.

"Andes, berapa lama lagi untuk mencapai wilayah Saintmerica?" Seorang perempuan dengan anak di punggungnya bertanya letih. Langkah kakinya terseret dengan debu tebal jalanan membuatnya terbatuk.

Andes menatap perempuan itu, mengambil teropong yang tergantung di leher dan mengarahkan ke depan. "Sepertinya sebentar lagi kita memasuki wilayah Burgia. Kita tidak akan ke kota mereka tentu saja, karena Burgia sudah pasti tidak mau menerima kita. Kalau dihitung waktu, kurang lebih satu bulan dari sekarang kita mencapai hutan Montederva

Beberapa orang bergidik saat mendengar nama hutan itu. Meskipun bukan rakyat Saintmerica tapi mereka tahu bagaimana reputasi hutan Montederva yang dianggap sebagai wilayah paling gelap, penuh teror, dan juga tempat seorang pemberontak terkenal bersembunyi. Tidak ada orang waras yang ingin memasuki hutan itu bila tidak ingin menyerahkan nyawanya secara sia-sia.

"Apa kita harus melewati hutan itu?"

"Bagaimana kalau perjalanan kita menjadi sia-sia belaka karena mati di tangan pemberontak?"

"Jangan pikirkan hal itu dulu, yang terpenting adalah kita mencapai Saintmerica dengan selamat."

Orang-orang saling berpandangan dengan wajah kusut, membayangkan apa yang akan mereka hadapi nanti. Tidak banyak yang bisa mereka harapkan sepanjang perjalanan selain berusaha tetap hidup demi anak-anak dan masa depan. Ada banyak desa yang mereka lewati, tapi kesemuanya tandus dan kering, kalaupun ada wilayah yang sedikit subur untuk bercocok tanam, para pengungsi yang enggan jalan lebih jauh memilih untuk tinggal. Akibatnya, desa itu menjadi penuh sesak dan bukan tempat seperti itu yang mereka inginkan.

Banyak dongeng dan kabar berita tentang kemegahan dan kemakmuran Saintmerica. Dipimpin oleh King George, dengan penghasilan utama dari tambang emas, pertanian dan masih banyak lagi. Rakyatnya hidup makmur berkecukupan, makanan pun berlimpah ruah. Membayangkan semua itu menjadikan Saintmerica adalah tujuan utama para pengungsi. Sebelum memasuki wilayah Saintmerica, mereka harus lebih dulu melewati hutan Montederva. Doa-doa dipanjatkan dalam diam, agar mereka selamat mencapai tujuan.

Andes memacu kudanya ke barisan paling belakang para pengungsi, anak-anak duduk di kereta kuda yang terbuat dari kayu. Para orang tua berjalan terseret-seret, dan orang yang lebih muda bertugas menjadi penjaga sepertinya. Mereka ini adalah kaum dari klannya, sebagai seorang pemimpin ia diwajibkan menjaga rakyatnya untuk tetap hidup sampai tujuan akhir.

"Sebentar lagi kita masuk wilayah Burgia, semoga tidak banyak pertentangan terjadi."

Keinginan Andes terucap dalam hati. Tidak ingin mengungkapkan keras-keras karena takut akan terjadi keributan. Cukup hanya dirinya yang tahu, ketakutan macam apa yang didapatkan saat memasuki wilayah Burgia, di mana rajanya terkenal kejam.

**

Di aula utama, para pejabat pemerintahan tertunduk di kursi mereka. Tidak ada yang berani mengangkat wajah menghadapi kemarahan sang raja. Utusan dari kerjaan Saintmerica baru saja pergi dan kini tersisa satu gulung surat yang nyaris hancur dalam genggaman raja. Di atas singgasana, Bentley menahan emosi yang nyaris meledak. Di sampingnya permaisuri mencoba menenangkan, dan sepertinya tidak banyak berpengaruh karena aula menjadi semakin dingin.

Bentley bangkit dari singgasana, melemparkan gulungan surat pada ajudannya tapi tidak tertangkap dan benda itu menggelinding ke lantai. Si ajudan dengan gugup berusaha mengambil gulungan lalu menegakkan tubuh dengan napas tersengal.

"Baru kali ini aku merasa sangat direndahkan!" Suara Bentley menembus aula utama yang luas. Ada sekitar dua puluh pejabat utama, termasuk Duke dan Marquis yang diundang khusus hari ini. Biasanya mereka mendiskusikan masalah pemerintahan dan rakyat, tapi kali ini berbeda. "King George merasa bisa menekanku. Bedebah!"

Makian kasar sang raja membuat semua orang terbeliak. Keingintahuan terlintas di mata mereka tentang isi surat yang membuat Bentley murka. Apa gerangan isi surat dari kerajaan Saintmerica? Apakah berisi ajakan perang, penambahan nilai pajak, atau hal lain yang akan mengganggu keamanan kerajaan? Duke Waiz Winstoun yang hari ini datang ke aula bersama anaknya, Richard, hanya menggeleng pelan. Pertanyaan di kepalanya sama dengan para pejabat yang lain. Tidak elok kalau bertanya sebelum raja memberitahu.

Bentley mengedarkan pandangan, menghela napas panjang, lalu memejam sesaat sebelum bicara dengan nada geram.

"Apa kalian tahu yang diminta oleh King George dari aku? Dia ingin menikahkan salah satu princess dengan pemberontak dari hutan Montederva. Bisa kalian bayangkan penghinaan besar yang dilemparkan ke atas kepalaku? Meminta anakku menikah dengan penjahat untuk alasan mulia atas nama perdamaian, seperti meletakkan apel di atas kepalaku dan King George menembakkan panah. Kalau apel jatuh, aku bisa memakannya. Kalau panah menancap di kepala, itu resiko yang harus aku tanggung. Memilih kedamaian negara yang ada kepalaku, atau menyerahkan salah seorang princess seperti halnya satu butir apel untuk dipanah!"

Ruangan riuh seketika, gumaman terdengar di aula luas dengan langit-langit tinggi dan jendela kaca yang lebar. Sebagian pejabat berbicara lirih dengan orang yang duduk di sebelahnya, sebagian lagi memilih untuk terdiam dan menekuri lantai marmer tebal. Mereka mempunyai satu pendapat yang sama, kalau Saintmerica sedang menunjukkan taringnya dengan mencoba menekan Burgia.

"Your Majesty, kenapa harus princess dari kerajaan kita? Kenapa bukan dari wilayah mereka sendiri? Atau dari kerjaan jajahan mereka sendiri?"

Wize Winstoun mengeluarkan pertanyaan yang bercokol di kepala setiap orang. Bentley menatapnya lalu tersenyum kecil yang tidak mencapai matanya. Berkacak pinggang di tengah aula dan lagi-lagi berujar penuh kegeraman.

"Mereka bukan hanya menawarkan pernikahan tapi juga perintah yang tidak dapat ditolak. Kalau kita tidak menuruti, ada ancaman terselubung kalau para pemberontak itu akan memasuki wilayah kita. Kalian jelas tahu, itu sama saja mengajak perang dan kita tidak siap untuk itu."

Penjelasan dari Bentley membuat semua orang termenung muram. Menentang Saintmerica sama saja seperti mengajak perang. Dalam artian seperti bunuh diri massal, karena mereka memang kalah kuat dan kalah besar dari Saintmerica. Semenjak menjadi jajahan, meskipun tidak sepenuhnya bebas karena harus memberikan pajak dan upeti, paling tidak wilayah Burgia aman tanpa perang. Kerajaan lain yang ingin menjajah akan berpikir dua kali selama ada Saintmerica yang melindungi. Ternyata, harga perdamaian tidak cukup dengan pajak dan upeti saja. Sekarang yang mereka pertanyakan adalah, princess mana yang akan dikirim untuk menikah dengan seorang pemberontak? Ivy yang pendiam dan nyaris tidak pernah terlihat, atau Fiona yang begitu cantik dan bersinar? Para pejabat mengerti kegundahan hati raja mereka.

Richard diam-diam merasa lega. Ternyata utusan Saintmerica tidak mengajak perang seperti yang diduganya. Ia bisa memastikan kalau Fiona yang akan menikah, karena Ivy adalah tunangannya. Dengan begitu pernikahan aliansi ini juga akan menguntungkannya. Begitu Fiona menikah, maka dirinya secara otomatis akan bisa melamar Ivy. Ia menyembunyikan senyum bahagia dalam hati.

**

Tidak peduli dengan hiruk pikuk di aula kastil, Ivy berjalan-jalan di pasar ramai bersama Oriel. Keuntungan menjadi princess yang tidak dipedulikan adalah tidak ada orang yang terlalu memperhatikan kehadirannya. Di siang seperti ini, ia mengajak pelayan dan pengawalnya untuk membeli bahan-bahan pengobatan. Ivy mendapat jatah sedikit uang dari bendahara kerajaan, sangat sedikit jika dibandingkan dengan jatah Fiona. Namun, ia menggunakan uang yang dimiliki sebaik-baiknya, tidak untuk membeli pakaian atau perhiasan melainkan untuk membeli bahan-bahan obat.

Sebagai seorang gadis, tentu saja ia sangat menyukai barang-barang indah dan mewah. Ingin memiliki gaun sebagus milik Fiona, atau pun perhiasan berkilau seperti yang dipakai permaisuri. Sayangnya, sedari kecil dirinya yang sering berkeliaran di luar kastil sudah melihat banyak hal. Ada banyak rakyat miskin yang membutuhkan makanan maupun pengobatan dan yang dilakukan Ivy adalah meramu obat untuk diberikan secara cuma-cuma untuk rakyat miskin. Masalahnya adalah bahan-bahan meramu obat tidak ada yang gratis, karena itu Ivy rela menghabiskan seluruh uangnya demi menolong orang yang tidak mampu.

Apa yang dilakukannya sering mendapat pertentangan dari Oriel dan Lothar. Menurut keduanya, Ivy harusnya berpakaian glamour layaknya princess, menemui banyak orang, dan berkencan dengan Richard dengan memakai gaun indah. Mereka tidak senang melihat Ivy terkurung di kastil yang kecil.

"Ada pesta minum teh di rumah Duke Winstoun. Saya mendengarnya dari pelayan Princess Fiona. My Lady, apakah tidak ingin ikut hadir?"

Hati Ivy terlonjak, ingin sekali datang ke kastil Richard dan bercengkrama dengan para tamu yang datang. Masalahnya adalah Fiona akan datang ke pesta itu juga dan pasti tidak akan memberinya izin untuk ke sana. Lebih baik Ivy mengurungkan segala niatnya untuk ke kastil Richard dan tetap berada di kastilnya sendiri.

Ivy membeli daun sage, marjoram, dan beberapa herbal lain. Memberikannya pada Oriel. Tidak lupa beberapa bibit Thyme, karena yang ada di tamannya sekarang kurang tumbuh dengan baik. Selain akar-akaran, dan bunga, ia juga membeli biji-bijian.

"My Lady, lihat, cantik sekali."

Oriel menunjukan satu untai gelang warna ungu muda yang berkilau indah. Laki-laki yang menjualnya menerangkan dengan semangat.

"Dibuat dari batu-batuan, gelang ini sangat unik, Nona. Bisa memancarkan kecantikan bagi pemiliknya. Pengrajin gelang hanya membuat satu buah setiap beberapa bulan, jadi dipastikan tidak akan ada yang menyamai."

Ivy menghela napas panjang, melihat betapa bagus gelang itu. Warna ungu lembut dipadu dengan bentuk bunga dan dedaunan. Tali yang digunakan dari benang khusus yang tidak akan menyakiti pergelangan tangan. Ivy mengambil dari tangan Oriel dan mengamatinya. Ingin sekali memiliki gelang ini sayangnya uangnya sudah habis. Ia mengembalikan ke penjual dengan wajah muram.

"My Lady, kenapa?" tanya Oriel.

"Tidak apa-apa. Ayo, kita beli beberapa bunga untuk kantong wangi Fiona."

Oriel beranjak dengan kecewa, karena Ivy lebih mementingkan Fiona dari pada dirinya sendiri. Padahal, sang adik tidak pernah memperlakukannya dengan baik.

"Aku suka gelang itu, apa My Lady juga suka? Bagaimana kalau aku membeli untukmu dan kita membuat kesepakatan?"

Langkah Ivy terhenti, membalikkan tubuh ke arah datangnya suara. Laki-laki bermata biru dengan topeng di wajah berujar dengan gelang di tangannya. Untuk sesaat pandangan mereka terkunci satu sama lain, di antara hiruk pikuk pasar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top