Bab 3

Di kastil yang paling berkuasa tentu saja King Bentley, tapi semua orang tahu kalau yang memegang kendali adalah permaisuri . Julian adalah anak seorang duke, menjalin cinta sedari kecil dengan Bentley yang saat itu masih putera mahkota. Namun, cinta mereka ditentang oleh keluarga raja yang menginginkan agar Bentley menikah dengan princess dari kerajaan Granland, demi menyatukan dua kerajaan yang bertikai. Bentley dengan terpaksa melupakan cintanya, dan membangun rumah tangga bersama Grace. Dari pernikahan itu lahirlah Ivy. Meskipun pernikahan dilakukan tanpa cinta tapi keduanya berusaha untuk saling menghormati demi kedamaian dua kerajaan dan juga anak mereka.

Semua berubah saat Grace yang sakit-sakitan akhirnya menyerah pada takdir. Meninggal kala umur Ivy menginjak dua tahun. Tidak lama-lama berkabung, Bentley memutuskan untuk menikahi kekasihnya yang saat itu baru bertunangan. Mereka kembali bersama dan Julian meninggalkan tunangannya demi Bentley. Hidup Ivy pun berubah seketika, saat Julian diangkat menjadi permaisuri dan melahirkan Fiona yang jelita. Semua kemewahan dan kebahagiaan direnggut darinya. Julian sangat membenci Ivy karena anak dari perempuan yang sudah merebut cintanya. Memperlakukan anak sambungnya dengan sangat buruk dan sang suami tidak pernah melarang.

Ivy ditempatkan di kastil belakang yang lebih kecil dan sepi, hanya ditemani satu pengawal dan satu pelayan. Berbanding terbalik dengan Fiona yang tinggal di kastil utama, penuh dengan kemewahan yang melimpah. Ivy dilarang untuk mengeluh, diwajibkan untuk menerima semuanya dengan lapang dada. Makanan yang tersedia pun sangat terbatas, dan tidak diperbolehkan untuk duduk bersama di meja makan utama bersama keluarga. Pelayan dan prajurit di kastil tidak diperbolehkan untuk membantunya, meski begitu selalu ada yang membantunya. Koki selalu mengirim makanan enak buatan mereka, pelayan diam-diam membantunya menjahit gaun yang sudah usang, dan beberapa pejabat tinggi memberinya bingkisan berupa perhiasan atau gaun baru, sesuatu yang tidak pernah didapatkannya dari orang tua.

Hidup dalam tekanan, Ivy berusaha menjalani semuanya dengan senyum dan hati riang. Setidaknya ia masih mempunyai orang-orang baik yang memperhatikannya. Selain Oriel dan Lothar yang setia padanya, juga satu laki-laki yang memikatnya.

Nama laki-laki itu Richard, Duke Of Winstoun, yang memiliki tanah luas dengan penghasilan utama adalah tambang batu serta pertanian. Richard adalah laki-laki tampan dan sopan, yang sedari kecil dijodohkan dengan Ivy. Tidak ada pertentangan dari perjodohan itu, Richard menerima dengan suka cita rencana pernikahannya dengan Ivy. Kemampuan Richard dalam arsitektur membuatnya menjadi incaran para perempuan di seluruh negeri. Tapi, laki-laki itu menerima semua sanjungan dengan tetap rendah hati.

"Kenapa kau tidak pernah mau aku ajak ke pesta?"

Seperti biasa, satu pekan sekali Richard menemui Ivy di halaman kastil. Mengamati bagaimana gadis itu merawat berbagai macam tanaman yang tumbuh di pot-pot dan juga halaman. Ivy menyiangi, menyiram, dan memupuk berbagai tanaman itu sendiri. Memetik untuk digunakan sebagai obat ataupun wewangian.

Ivy menoleh dan tersenyum. "My Lord, aku bukan penggemar pesta. Meskipun tentu saja akan menyenangkan bisa berdansa dan bercengkrama."

Richard menggeleng bingung. "Your Highness, kau adalah princess di kastil ini. Banyak laki-laki bersedia menjadi pendampingmu, termasuk aku. Namun, kau memilih untuk bergulat dengan tanaman-tanaman itu!"

Mencabut salah satu rumput warna hijau dengan akar putih dari dalam pot dan menunjukkan pada Richard. "Apa My Lord tahu kalau rumput yang terlihat sangat biasa ini ternyata mengandung manfaat untuk berbagai macam penyakit. Namanya rumput tulang dan biasanya untuk proses penyembuhan luka. Banyak prajurit yang terluka meminum obat yang mengandung rumput tulang."

Penjelasan Ivy membuat Richard terdiam. Tidak dapat menyembunyikan rasa kagumnya. Seorang gadis dengan pengetahuan luas tentang obat-obatan, adalah hal yang luar biasa.

"Aku mengerti dengan niat dan minat Your Highness, tetap saja aku akan merasa senang kalau kita bisa menghabiskan waktu berdua."

Bukan hanya Richard yang menginginkan hal itu, Ivy pun sama. Bisa berjalan-jalan, mengobrol secara mendalam, dan berbagi pengetahuan bersama Richard adalah impiannya. Terlebih lagi ke pesta untuk berdansa sepanjang malam. Hal yang pasti sangat membahagiakan. Sayangnya, meskipun seorang princess ia tidak diberi keistimewaan untuk mendapatkan semua itu, bahkan dengan calon suaminya sendiri. Berbagai peraturan yang dibuat permaisuri, menghentikan apa pun niat yang ada di dalam hati Ivy.

"Terima kasih untuk kunjungannya My Lord."

Hati Richard tidak bisa berbohong, merasa sedih melihat kondisi Ivy. Di saat gadis-gadis seusianya sedang bersenang-senang untuk mencari calon suami, Ivy justru terkurung di kastil yang tua, dingin, dan seolah tidak terjamah keramaian. Namun, tidak ada yang bisa dilakukannya selama belum menjadi suami dari Ivy. Ia sudah meminta orang tuanya mempercepat rencana pernikahan tapi ditolak. Orang tuanya mengatakan, selama King Bentley belum menginstruksikan apa pun, tidak ada yang berani mendahului. Richard mau tidak mau hanya menunggu.

Pagi itu, seperti biasanya Ivy bersiap sarapan di dapur kastil yang sempit dan temaram, saat Oriel datang tergopoh-gopoh dengan raut wajah bingung. Napas pelayan itu tersengal, berusaha bicara tapi pada akhirnya hanya batuk yang keluar dari tenggorokannya.

"Bernapaslah yang benar sebelum bicara. Apa pun yang ingin kau katakan, bisa menunggu."

Oriel menarik napas panjang sambil menepuk-nepuk dadanya. "Your Highness dipanggil ke kastil utama. Maksud saya, Highness dipanggil ke kastil utama. Maksud saya ruang makan. Your Majesty sedang menunggu Anda."

Ivy mengernyit. "Sire menungguku?"

"Benar, pelayan permaisuri baru saja datang memberitahu. Your Highness sebaiknya berganti pakaian."

"Memangnya kenapa dengan gaunku yang sekarang?"

"Tidak ada masalah, kecuali ada tambalan di bagian bawah."

"Ah, ternyata begitu. Baiklah, aku akan ganti pakaian. Menurutmu kenapa Sire memanggilku?"

Oriel menggeleng. "Saya tidak tahu, mungkin ingin merencanakan pernikahan Your Highness dengan Duke Richard Winstoun."

Senyum penuh harap terkembang di bibir Ivy, karena dirinya pun mengharapkan hal yang sama seperti ucapan Oriel. Setelah berganti dengan gaun yang dilihat lebih baik, meskipun tua dengan warna abu-abu yang pudar, setidaknya tidak ada tambalan di sana. Ivy mencuci muka dengan cepat, dan lupa mengoleskan bedak di ketiak. Setengah berlari dengan Oriel di belakangnya, menuju ruang makan kastil utama.

Tiba di depan pintu tinggi dan berat dari besi di mana ada enam penjaga, Ivy terengah. Oriel menunggu di luar sementara ia masuk sendirian, menyusuri lorong panjang berdinding batu tebal dengan banyak lukisan tergantung. Melewati beberapa patung baju zirah, penjaga di tikungan, dan akhirnya tiba di ruang makan yang sangat luas dengan meja panjang. Ruangan makan berlangit-langit tinggi dengan pencahayaan dari jendela lebar, juga dari lilin dan perapian yang menyala. Musim gugur belum terlalu dingin, tapi ruangan ini sudah sedemikian hangat. Berbeda dengan kastil Ivy yang dingin, lembab, dan gelap.

Ada tiga orang duduk di meja makan. Bentley, Julian, dan Fiona. Ivy menekuk tubuh sesaat sebelum masuk dan berdiri tidak jauh dari sang ayah.

"Selamat pagi Your Majesty. Semoga kesehatan dan keselamatan selalu menyertai, Anda."

Bentley menatap anak sulungnya sekilas lalu melambaikan tangan. "Pergilah!" Melanjutkan makan seakan tidak peduli dengan kehadiran Ivy.

Ivy tersenyum kecil, melangkah perlahan meninggalkan sisi sang ayah dan kali ini menghampiri Julian. "Selamat pagi Your Highness, semoga Anda—"

"Diamlah! Rusak telingaku mendengar suaramu!" bentak Julian. Tangannya yang penuh dengan perhiasan terangkat di udara. Matanya menatap Ivy tajam dari atas ke bawah. Tiara yang dipakainya berkilauan terkena cahaya mentari, dengan gaun panjang berkualitas terbaik, kecantikan sang ratu memang tidak tertanding. Semua keindahan dan kecantikan itu menurun pada Fiona. "Aku memintamu datang dari tadi, kenapa terlambat?"

"Sa-saya bergegas datang sewaktu perintah tiba," jawab Ivy perlahan.

Fiona yang duduk di seberang Julian terkikik, menunjuk Ivy dengan mata menyipit kesal. Rambut pirangnya berkobar karena terpaan cahaya matahari.

"Aduh, Kakak. Untuk apa kau berbohong pada kami? Jelas-jelas kalau kau sengaja datang terlambat bukan? Kenapa, Kakak? Tidak ingin bertemu denganku dan Sire?"

"Bu-bukan begitu, Adik. Aku memang baru tahu dan langsung datang kemari," sanggah Ivy. Wajahnya yang polos sangat berbanding terbalik dengan Fiona yang dipoles dengan cermat menggunakan make-up terbaik.

Bentley mengangkat wajah sekilas, melirik Ivy lalu menyesap anggurnya.Menegaskan pada semua orang yang ada di ruang makan, kalau ia tidak ingin terlibat dalam urusan mereka. Julian menangkap maksud dari sikap suaminya dan tersenyum kecil. Kebencian terlihat jelas dari binar matanya, tertuju pada Ivy yang berdiri menunduk di sampinya.

"Aku memanggilmu untuk bertanya, apakah kau yang mencuri bahan makanan dari dapur?"

Ivy mengangkat wajah dan menggeleng. "Bu-bukan saya, Your Highness. Saya tidak pernah ke dapur."

"Pembohong!" teriak Fiona. Bangkit dari kursi dan menghampiri Ivy. "Kakak, meskipun tadi malam ada pesta di ballroom, tapi banyak mata-mata yang melihat kalau kau menyelinap keluar kastil. Menggunakan kuda dan membawa banyak makanan. Kau masih ingin mengelak dari kebenaran?"

"Your Highness, itu tidak benar. Maksud saya adalah, bahan makan yang saya ambil itu memang milik saya." Ivy menjawab dengan sedikit tergagap. Tidak mengerti kenapa soal pembagian makanan harus dipermasalahkan.

"Jatahmu? Kau bilang itu jatahmu?" Suara Julian melengking, membuat para pelayang kastil yang mendengar langsung menunduk ketakutan. "Yang kau ambil itu makanan dari bahan terbaik yang sudah payah kita dapat dari petani. Ikan, daging, dan roti, itu kita dapatkan dari rakyat yang memang ingin menghargai kita. Dan kau malah mengambur-hamburkannya?"

"Tidak, saya tidak begitu!"

"Kurang ajar!" Fiona yang kehilangan sabar membuka teko berisi teh hangat dan menyiramkannya ke tubuh Ivy. "Memang kau perlu diberi pelajaran, Kakak. Biar tidak semena-mena dengan keluarga kita." Tanpa rasa bersalah, Fiona kembali ke kursinya.

Memejam dengan tubuh basah kuyup dan menahan perih karena teh dalam teko masih panas, Ivy hanya ingin menangis tapi berusaha sekuat mungkin untuk tetap tegar. Dari pintu muncul prajurit yang mengabarkan berita untuk Bentley.

"Your Majesty, utusan dari kerajaan Saintmerica sudah datang."

Bentley bangkit, diikuti beberapa prajurit yang sedari tadi berjaga, melirik sekilas ke arah Ivy yang basah kuyup. Tanpa mengatakan apa pun meninggalkan ruang makan. Sikap abai dari ayahnya membuat hati Ivy makin hancur. Bukan seperti ini yang diharapkannya dari orang tua yang seharusnya memberi curahan kasih sayang. Ia tidak meminta banyak, hanya ingin disayangi tapi sepertinya harapan itu terlalu berlebihan.

"Apa kau mengharapkan perhatian dari Your Majesty? Sengaja menunjukkan wajah memelas? Jangan mimpi! Kau tidak lebih baik dari pelayan di sini!" desis Julian dengan penuh dendam. Anak dari perempuan yang sudah merebut kekasihnya dan membuatnya menjadi bahan tertawaan seluruh negeri, tidak akan pernah dibiarkan menjalani hidup tenang. Ia bersumpah!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top