Bab 2

Xavier memacu kuda dengan cepat, memegang pinggang Ivy dan tidak peduli dengan teriakan ketakutannya. Ia terus berlari dalam gelap dan berhenti di sudut yang sepi, jauh dari jangkaun orang-orang itu. Menarik kekang dengan kuda setengah berdiri, membuat Ivy semakin lekat dengan tubuhnya. Xavier mengernyit, mencium aroma yang tidak biasa dari tubuh gadis di pelukannya. Kuda berdiam di bawah pohon dengan dua penunggangnya terdiam kaku.

"Kau tidak apa-apa?"

Pertanyaan Xavier menumbuhkan kesadaran Ivy. Ia menghela napas panjang, meredakan ketakutan bercampur kaget yang melandanya. Berada di tengah kekacauan dan tanpa peringatan ada orang asing yang membawanya. Ia memang menjauh dari kerusuhan tapi tidak lantas membuatnya tenang. Ia menengadah dan menatap laki-laki bertopeng hitam. Hanya terlihat bagian mata dan bibir, serta dagu yang tegas.

"Turunkan aku!"

"Aku akan menurunkanmu kalau kau menjawab pertanyaanku, apakah kau baik-baik saja?"

"Iya, aku baik-baik saja dan tidak ada luka."

"Bagus. Dengan begitu aku bisa menurunkanmu."

Xavier melompat turun dari kuda lebih dulu, mengulurkan tangan pada Ivy yang menggenggamnya dan membantu gadis itu menjejak tanah. Mereka tetap berdiri berdekatan dengan tangan Xavier secara kurang ajar melingkar di pinggang Ivy yang ramping. Tidak peduli kalau sang princess menggeliat, ia mencengkeram dengan kuat tapi secara bersamaan juga terasa lembut.

"Apa kau bisa melonggarkan tanganmu?" bisik Ivy dengan parau. Terlihat jejak kebingungan di bola matanya yang cokelat, menghadapi laki-laki yang menolak untuk melepaskannya. "Kita sudah berada di tempat yang aman. Sebentar lagi pelayan dan pengawalku akan kemari."

Mengangguk kecil, Xavier melonggarkan cengkeramannya dan tidak kuasa menahan senyum saat melihat Ivy mundur.

"My Lady, apa kau tahu bahayanya berkeliaran di tengah malam?"

Ivy mendesah lalu mengangguk. "Aku tahu, tapi biasanya tidak seperti ini."

"Apakah tidak ada yang mengajarimu untuk menjaga diri? Membagi-bagikan makanan di tengah malam. Astaga! Itu sama saja mengundang masalah!"

"Kau tidak perlu menggurui atau menasehatiku. Jelas-jelas aku membawa pengawal dan pelayan!"

"Mereka tidak bisa melindungimu. Kau lihat sendiri bagaimana pengawal dan pelayanmu kewalahan bukan? My Lady, saranku kalau lain kali ingin berbuat baik, lakukan saat siang."

Mengalihkan pandangan pada malam yang gelap, Ivy mencoba meredam kekesalan. Ia tidak membutuhkan peringatan semacam itu dari orang yang tidak tahu apa pun. Siapa yang tidak ingin berkeliaran dengan bebas saat siang hari? Tentu saja dengan senang hati ia melakukannya, kalau memang bisa mendapatkan kesempatan itu. Sayangnya, ia tidak mempunyai kebebasan yang akan terasa begitu indah dan menyenangkan andai saja dimilikinya. Kehidupan yang dijalaninya hanya berupa kesunyian dan ketenangan di kala malam, dengan kegelapan memeluk bagaikan kasih sayang kekasih.

Tidak ada yang mengerti bagaimana Ivy hidup dalam keseharian yang penuh tekanan dan juga masalah yang datang berhimpitan. Banyak orang melihat bagaimana jiwa dan raganya hancur perlahan tapi mereka hanya menonton tanpa ada keinginan untuk menolong. Ivy sudah cukup lelah menerima nasehat dari orang yang tidak dikenalnya, terutama laki-laki bertopeng yang dengan sengaja menyembunyikan identitasnya.

Menatap laki-laki bertopeng di depannya, Ivy menyadari betapa biru bola mata itu. Seperti warna langit saat hari sedang cerah. Ia punya sesuatu yang cemerlang dan biru yaitu perhiasan peninggalan sang mama tapi rasanya tidak cukup mendekati. Ivy membungkuk sopan, tanpa senyum berpamitan.

"Terima kasih untuk pertolongannya, Tuan. Izinkan aku menunggu pengawal dan pelayan di sini. Silakan pergi kalau Anda ingin."

Cara Ivy yang mengusir secara halus tak urung membuat Xavier mendengkus. Seorang princess dengan harga diri tinggi meskipun sedang terdesak.

"Apa kau sengaja melakukannya?"

Ivy mengernyit tidak mengerti. "Sengaja melakukan apa?"

"Tidak ingin berterima kasih pada pertolonganku, karena itu mengusirku cepat-cepat?"

"Tentu saja tidak, aku sangat-sangat berterima kasih. Tapi, sekarang sudah sangat larut."

"My Lady, harusnya yang kau kuatirkan adalah dirimu sendiri. Seorang perempuan muda berkeliaran di malam buat, apa kau tidak takut kalau bertemu bandit?"

Perkataan Xavier membuat Ivy menggeleng. "Takut memang. Tapi, rumahku tidak jauh dari sini. Harusnya tidak masalah."

"Oh, termasuk membiarkan dirimu masuk dalam kerumunan. Benarkah itu tidak masalah?"

Rasa frustrasi menyerang Ivy dalam menghadapi sikap Xavier yang protektif. Seumur hidupnya tidak pernah bertemu dengan orang yang begitu mengkhawatirkannya. Tidak juga orang tua kandungnya. Seorang laki-laki asing, menyelamatkannya dan kini bertindak seolah menguasai hidupnya, membuat Ivy harus bersikap waspada. Mereka menoleh saat terdengar derap kuda. Ada tiga ekor kuda yang dipacu sangat cepat. Yang berlari paling depan adalah Lothar yang membawa Oriel. Menghentikan kuda tidak jauh dari Ivy, keduanya melompat turun dan menghampiri dengan kecemasan tersirat jelas.

"Your Highness, maafkan saya tidak bisa melindungi!" Lothar menjatuhkan tubuh ke tanah dan berlutut. "Hamba lalai dan tidak kompeten, sudah membuat Your Highness dalam masalah."

Ivy menghela napas panjang. "Lothar, jangan berlebihan. Kenapa kau memanggilku begitu? Ingat, aku bukan princess."

Lothar tergagap, mengangkat dagu dan tersadar ada orang lain di sekitar mereka. Terlalu kuatir membuatnya lupa akan keadaan. Ivy sudah memperingatkannya tentang panggilan dan akhirnya ia hanya menunduk makin dalam.

"Maafkan My Lady."

"Bangunlah! Aku baik-baik saja, untung ada Tuan Ksatria yang membantuku."

Lothar bangkit, menatap Ivy yang berdiri tenang di depan laki-laki bertopeng. Dua penunggang kuda yang lain kini bergabung bersama laki-laki bertopeng itu.

"Your Highness? Apa kau seorang princess?"

Pertanyaan Xavier membuat Ivy terdiam. Menguasai diri dengan cepat, ia membalikkan tubuh dan menggeleng. "Tuan salah paham, saya hanya anak petani biasa."

Xavier tertawa lirih. "Petani? My Lady, kalau ingin berbohong setidaknya dengan orang yang benar-benar tidak mengerti apa-pun. Bagaimanapun ini menarik, seorang perempuan muda berkeliaran saat malam bersama pengawal dan pelayan." Matanya menacap pada Lothar dan Oriel yang terdiam. "Kalian harusnya menolak ajakan Nona kalian untuk mengadakan amal saat malam buta. Tidak ada yang tahu siapa yang akan menghadang kalian. Di istana sedang ada jamuan, para prajurit bisa jadi berjaga di sana. Kalau terjadi sesuatu dengan kalian, maka akan sedikit yang bisa menolong."

Teguran itu membuat Lothar dan Oriel saling pandang. Ivy yang tidak suka anak buahnya ditegur orang tidak dikenal, menyela dengan cepat.

"Tuan, kami harus pergi. Terima kasih untuk pertolongannya." Ivy menekuk kaki dan mengangguk hormat, memberi tanda pada Lothar dan Oriel untuk mengikuti. Mereka melangkah beriringan dengan Lothar menuntun kuda. Malam ini memang cukup mengejutkan bagi mereka dan beruntung tidak ada yang terluka.

"Your Highness, apakah Anda tidak luka?" Suara Oriel terdengar kuatir.

"Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"

"Saya juga baik, hanya sedikit lecet karena jatuh saat menghindar."

"Aku akan memberimu obat untuk lukamu."

"Terima kasih, Your Highness."

Percakapan mereka terdengar lirih dari tempat Xavier berdiri. Setelah sosok ketiga orang itu menghilang dalam kegelapan, ia menoleh pada dua pengawalnya.

"Apa yang kalian dapatkan?"

Maedoc adalah pengawal berumur tiga puluh lima dengan tubuh tinggi kurus yang menjawab. "Princess Ivy terbiasa membagikan makanan pada orang-orang miskin di sekitar kastil. Selalu dilakukan saat malam. Selain itu juga, membantu mengobati orang-orang yang sakit."

"Dia punya kemampuan tabib?" tanya Xavier terkejut.

"My Lord, kemampuan Your Highness cukup mumpuni. Hamba mencari beberapa informasi dan memang banyak yang mengakui tentang kemampuan Princess Ivy dalam pengobatan." Mael, yang memberi keterangan kali ini.

Xavier tertegun, membandingkan dua kakak beradik yang ternyata sangat berbeda dalam menjalani kehidupan. Si adik, sangat cantik dan cemerlang, suka dipuja dan berpesta. Sepertinya si adik juga sangat dimanjakan orang tuanya. Sedangkan si kakak, justru sebaliknya. Kerap bergaul dengan warga miskin dan tidak menyukai hingar bingar pesta. Selain itu tidak segan membantu orang yang membutuhkan. Keduanya sangat bertolak belakang, seperti cahaya dan bayangan. Anehnya, bayangan justru lebih menarik untuk dilihat daripada cahaya yang terlampau gemerlap. Bayangan yang mengikuti diam-diam, tidak terlihat dalam gelap tapi setia mengikuti. Xavier tanpa sadar tersenyum.

"Kita kembali ke kastil. Sudah cukup banyak yang aku lihat malam ini."

Mereka bertiga menunggangi kuda menuju kastil tua yang berada di pinggiran kota. Memacu dengan kecepatan tinggi, melewati tembok istana dan menghilang dalam kegelapan.

**

Di kastil utama bagian tengah, Fiona yang baru saja kembali dari pesta sedang mengganti pakaian dibantu oleh dua pelayannya. Malam ini pesta berlangsung cukup menyenangkan, ia banyak mengenal para laki-laki yang ingin meminangnya. Tidak bisa dipungkiri kalau statusnya sebagai anak raja dan juga calon ratu di negara ini, membuat banyak laki-laki ingin meminangnya. Dengan rasa bangga, Fiona menyadari nilai tinggi dari keberadaannya.

"Your Highness, sudah waktunya mengganti kantong wangi." Seorang pelayan mengambil kantong merah dari saku gaun pesta Fiona.

"Apakah kita tidak punya persediaan lain?" tanya Fiona.

"Tersisa dua kantong saja."

"Kalau begitu, besok aku akan meminta Kakak untuk membuatkan yang baru. Harusnya dia bisa bekerja lebih keras untuk membuat lebih banyak. Jangan-jangan dia sengaja melakukan itu agar aku memohon padanya? Menyebalkan!"

Kantong wangi yang dibuat Ivy untuknya sangat berguna. Banyak orang menyukai aromanya yang harum dan lembut, sangat cocok dengan pembawaannya. Sayangnya, Ivy selalu mengelak kalau ia meminta dibuatkan lebih banyak dengan alasan bahan baku susah untuk dicari. Namun, besok ia pasti akan mendapatkan lebih banyak. Itu pasti.

Pintu diketuk perlahan, Fiona yang sudah selesai mengganti pakaian meminta pelayan untuk membuka pintu. Seorang prajurit membungkuk dan bicara dengan suara perlahan.

"Your Highness, pintu samping terbuka dan mereka pergi seperti biasa."

Fiona tersenyum tipis. "Apa mereka sudah kembali?"

"Belum, Your Highness."

"Kalau begitu, tutup pintu samping dan biarkan mereka masuk lewat pintu belakang. Ingat, tempatkan dua atau tiga orang untuk memergoki mereka."

"Baik, saya akan lakukan."

"Pergi sekarang!"

Setelah prajurit itu pergi, Fiona menoleh pada dua pelayan yang berdiri di dekat ranjang. "Kalian pergi ke dapur dan gudang, periksa bahan makanan apa saja yang hilang. Setelah itu, ambil beberapa daging asap dan ikan kering. Sembunyikan, jangan sampai ada yang tahu."

Kedua pelayan itu mengangguk dan bergegas pergi melakukan apa yang diminta Fiona. Sendirian di kamarnya yang terang oleh cahaya lilin di dinding, Fiona berdiri di dekat jendela. Tersenyum senang karena menemukan cara untuk menjebak kakaknya. Kali ini Ivy tidak akan berkutik dan sudah pasti terkena masalah. Sudah sepantasnya, Ivy yang malang itu menerima hukuman, Fiona akan memastikan itu.

Bab 3

Di kastil yang paling berkuasa tentu saja King Bentley, tapi semua orang tahu kalau yang memegang kendali adalah permaisuri . Julian adalah anak seorang duke, menjalin cinta sedari kecil dengan Bentley yang saat itu masih putera mahkota. Namun, cinta mereka ditentang oleh keluarga raja yang menginginkan agar Bentley menikah dengan princess dari kerajaan Granland, demi menyatukan dua kerajaan yang bertikai. Bentley dengan terpaksa melupakan cintanya, dan membangun rumah tangga bersama Grace. Dari pernikahan itu lahirlah Ivy. Meskipun pernikahan dilakukan tanpa cinta tapi keduanya berusaha untuk saling menghormati demi kedamaian dua kerajaan dan juga anak mereka.

Semua berubah saat Grace yang sakit-sakitan akhirnya menyerah pada takdir. Meninggal kala umur Ivy menginjak dua tahun. Tidak lama-lama berkabung, Bentley memutuskan untuk menikahi kekasihnya yang saat itu baru bertunangan. Mereka kembali bersama dan Julian meninggalkan tunangannya demi Bentley. Hidup Ivy pun berubah seketika, saat Julian diangkat menjadi permaisuri dan melahirkan Fiona yang jelita. Semua kemewahan dan kebahagiaan direnggut darinya. Julian sangat membenci Ivy karena anak dari perempuan yang sudah merebut cintanya. Memperlakukan anak sambungnya dengan sangat buruk dan sang suami tidak pernah melarang.

Ivy ditempatkan di kastil belakang yang lebih kecil dan sepi, hanya ditemani satu pengawal dan satu pelayan. Berbanding terbalik dengan Fiona yang tinggal di kastil utama, penuh dengan kemewahan yang melimpah. Ivy dilarang untuk mengeluh, diwajibkan untuk menerima semuanya dengan lapang dada. Makanan yang tersedia pun sangat terbatas, dan tidak diperbolehkan untuk duduk bersama di meja makan utama bersama keluarga. Pelayan dan prajurit di kastil tidak diperbolehkan untuk membantunya, meski begitu selalu ada yang membantunya. Koki selalu mengirim makanan enak buatan mereka, pelayan diam-diam membantunya menjahit gaun yang sudah usang, dan beberapa pejabat tinggi memberinya bingkisan berupa perhiasan atau gaun baru, sesuatu yang tidak pernah didapatkannya dari orang tua.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top