[Extra Chapter] Jeremy Milik Lamia

"La cinta Kak Jay. Cinta sekali."

Hujan sudah semakin reda. Menyisakan rintik-rintik lembut sisa perasan terakhir awan kelabu. Angin semilir dingin yang berhembus lembut menggelitik sampai ke tulang-tulang. Di hadapanku, gadis yang tengah menatap dengan sorot mata penuh harap dari dua mata bulatnya itu tak sedetik pun melepas pandang.

Aku tidak tahu. Tidak pernah tahu darimana asalnya keberanian itu. Sebuah keyakinan yang dia bawa dari sorot matanya. Kesungguhan yang mutlak dengan dua kepalan tangan di kedua sisi yang menggantung sempurna.

Sejamang tidak ada yang benar-benar terjadi. Hanya ada aku dan dia dalam kesunyian. Berteman bunyi rintik hujan dan gemerisik angin yang menyapa pendengaran telinga.

Gadis itu masih teguh dengan pendiriannya. Dua pipi memerah lantaran dingin yang melingkupi kami. Bibir merah mudanya yang bergetar dengan dua bola mata yang berkaca. Rambut lepek lantaran air-air hujan yang berlabuh di sana.

Mendadak aku tidak bisa berkata apa-apa.

Kendati demikian gadis tersebut masih tetap sabar. Menunggu dengan sorot mata harap-harap cemas. Sesuatu dalam hatiku sedikit mengganggu. Sebuah perasaan yang mendadak membuat jantungku berdebar setengah mati. Sehingga tanpa sadar ujung bajuku teremas begitu saja. Dadaku yang serasa tertahan dan mendadak pasokan udara menipis.

"Kak?"

Suara madu itu kembali terdengar. Menggelitik telinga dan seolah mengembalikan kembali kesadaranku bahwa kita masihlah berdiri di depan rumah sakit dengan hilir mudik orang-orang tak henti di sekitar.

"Y-ya?"

Gadis itu tergelak, menampilkan dua lesung pipinya. Tersenyum hangat sekali seolah tidak habis mengatakan sesuatu yang sanggup membuat debaran jantungku menggila. Garis-garis halus yang nampak di sekitar matanya. Seolah apa yang ia ucapkan tadi bukanlah apa-apa. Aku sendiri tidak tahu, bagaimana bisa ekspresi yang penuh harap itu bisa dengan mudahnya berubah menjadi sebuah ekspresi hangat dengan senyum cerah dan sorot bersahabat seperti biasanya.

"Kaget, ya?" tanyanya di sisa tawa yang ia lontarkan, "nggak usah dipikirkan. La yang salah, nggak seharusnya La ngomong gini sekarang."

Melepas pandang dariku. Gadis itu menepuk pelan pakaiannya yang mulai basah dan lembab karena air hujan. Melihat sekeliling lantaran hujan sudah sepenuhnya berhenti. Menyisakan sisa-sisa air yang menggenang di beberapa bagian.

Menatapku sekali lagi, Lamia tersenyum hangat. Hangat sekali rasanya. Berbanding terbalik dengan suhu yang sedang ada di sekitar kami. Menepuk bahuku dua kali, gadis itu lantas berucap.

"Nggak perlu kaget, Kak. La bilang begitu supaya Kakak tahu, kalau perasaan La ... nggak main-main," menggenggam tanganku erat bahkan tanpa persetujuan sebelumnya, gadis itu melanjutkan, "ayo pulang. Di sini dingin," ucapnya ringan. Menyeretku pelan yang tengah terdiam panik tanpa bisa berucap bahkan sepatah kata.

***

Aku pernah berpikir bahwa eksitensiku di dunia ini mungkin hanya sebatas tokoh pendukung seperti halnya cerita dalam buku-buku yang dulunya pernah aku baca. Seperti misalkan bagaimana orang-orang pendukung di novel tersebut bertahan hidup lebih lama daripada tokoh pendukung lainnya. Ya, meskipun biasanya jika ada adegan bunuh membunuh itu selalu saja tokoh utama yang biasanya menjadi satu-satunya pihak yang bertahan hidup.

Namun, mendadak aku merasa seolah dunia yang aku singgahi kini terasa sedikit berbeda.

Dibalik ruangan bernuansa putih serta aroma pekat obat-obatan. Juga lalu lalang para pekerja dengan seragam putih serupa. Kemudian, hujan seolah turun membasahi bumi. Turut meluruhkan air mata kesakitan lantaran tidak kuat dengan desakan si kelabu. Saat itu kupikir aku bisa merasakan bagaimana perasaan sang langit. Bersedih hati lantaran sahabat lamanya yang harus pergi untuk singgah di bumi. Menunggu selama beberapa waktu sebelum kembalinya dia menjadi gumpalan putih cerahnya.

Sesosok gadis yang tengah berdiri menungguku tersenyum. Melambai tinggi dengan gelak tawa merdunya yang memanjakan telinga. Memintaku untuk segera menghampirinya kala tungkai jenjang itu juga tengah mengikis jarak denganku.

Barangkali memang aku yang teramat bodoh. Barangkali memang aku yang nyaris saja terlambat. Barangkali memang aku yang tidak kunjung sadar. Serta barangkali memang aku yang apatis.

Kala sosok itu mulai hadir membawa seluruh hati dan kepemilikannya. Menyerahkan secara suka rela padaku. Aku pikir bahwa aku adalah orang yang paling jahat dengan segala kebusukan yang tersimpan dalam. Kendati begitu, gadis itu hanya tersenyum. Berkata tulus dan lirih, diiringi tepukan ringan yang mendarat di punggung.

"Nggak apa-apa. Semua orang memiliki cara mereka masing-masing untuk bertahan."

Semesta memang memiliki cara yang indah menyatukan kita. Seolah enggan sekali memisahkan dua pribadi yang sudah lagi bersedia untuk bersama. Aku sang luka dan kamu sang tawa. Kita adalah dua orang yang mustahil untuk memiliki tujuan yang sama.

Namun agaknya baik aku dan kamu enggan untuk segera mengakhiri kisah kita. Maka semesta pun mulai menunjukkan cara kerjanya.

Klise memang jika aku berkata bahwa hujan adalah saat dimana aku mulai merasakan sesuatu hal yang mengganggu detakan jantungku. Bertalu di waktu yang tidak seharusnya, tangan yang bergerak tidak nyaman, serta setiap kata yang seolah tertelan sempurna. Saat dimana aku tanpa sadar sudah jatuh cinta padamu.

Kendati di hari itu, aku memilih untuk apatis. Membuang jauh-jauh perasaan yang mulai singgah dan ingin menetap untuk waktu yang lama. Lantaran aku hanya tidak ingin lagi mengalami luka yang sama.

Maafkan aku yang berulang kali membuat sakit hati. Menciptakan rentetan luka baru berulang kali. Berpikir bahwa kamu tidak akan bersedih hati. Namun sekali lagi aku terlalu tidak tahu diri.

Kamu adalah sebuah tawa. Membalut lukaku dengan sebuah kata yang kita sebut bahagia. Menciptakan banyak sekali hal-hal kecil yang mengundang tawa. Sehingga berakhir dengan aku yang bisa menyimpulkan sebuah kebahagiaan bisa diperoleh melalui hal-hal sederhana.

Maafkan aku yang berkali-kali menciptakan luka. Berdalih aku adalah korban di saat aku sendiri tidak sadar bahwa di setiap bahagia yang kamu bawa, kamu pun turut hancur di saat yang sama.

Satu juta bahagia yang kamu janjikan tampak indah di telingaku.

Aku tidaklah seperti kamu, yang mampu hadir dengan segala kehangatan, rasa yang bersahabat, serta bahagia yang selalu kamu giring kemana-mana. Namun satu hal yang perlu kamu tahu, untuk orang yang sudah berulang kali mengalami sakit dan sekarat sepertiku, aku tahu bagaimana rasanya dilukai dan rasanya sakit hati. Maka aku berjanji, bahwa kita tidak akan melakukan sebuah kesalahan lagi lain kali.

Di akhir kisah ini, mari kita sisihkan sejenak janji satu juta rasa bahagia yang kita bicarakan bersama. Bagaimana jika kita mencari bersama kata 'bahagia' untuk saling kita rasakan bersama di saat yang sama dan untuk waktu yang lama?

Bukankah itu terdengar indah untuk dimiliki bersama?

-Surat dari Jeremy Alexander untuk Judith Lamia Laurana

***************************************

Akhirnyaaaaa selesaiiiii!!!!

Ingat waktu aku bilang bahwa percakapan mereka berdua pas hujan itu akan diungkapkan? Well, aku mutusin untuk naruh isi percakapan mereka itu di chapter ini. Ketika Jay sudah tanpa sadar jatuh cinta sama Lamia. 

Oke, nulis cerita ini banyak banget hal yang bisa aku pelajarin. Tentang perjuangan hidup, perjuangan cinta Lamia, serta kedewasaan dari masing-masing orang, dan terakhir rasa emapti tinggi untuk saling tolong menolong. Ku harap kalian bisa dapatkan banyak hal seperti yang sudah aku tuliskan.

Cerita keduaku yang sudah tamat setelah nyaris enam tahun hiatus dan cerita pertama dari LOCAL BANGTAN SERIES yang tamatttt!! YEAYY! Oh my God! Jadi, let me know your opinion! Kasih tahu aku gimana perasaan kalian setelah baca cerita ini. Mari sharing-sharing sedikit tentang kisah sederhana yang aku tuliskan di paragraf ini langsung ya!

Dan juga. Jika ada beberapa hal yang kurang. Barangkali alur, kalimat, atau isi cerita ini yang perlu di benahi. Kalian bisa banget untuk langsung tinggalin kritik dan saran di sini.

Terimakasih untuk kalian yang sudah membaca cerita ini hinggaa akhir :) Aku harap kita bisa belajar banyak dari cerita ini. Dan jangan lupa baca ceritaku yang lain, terutama LOCAL BANGTAN SERIES yang sudah hadir dua cerita. 

Salam perpisahan dari Jay dan Lamiaaaa <3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top