10. Egregious
e·gre·gious
/əˈɡrējəs/
(adj.) outstandingly bad; shocking.
*****
Sudah macam anak ingusan yang baru pertama kali mengalami cinta pertama, Lamia tak menghentikan senyum lebar tiga jari di wajahnya. Dengan hati yang berbunga-bunga dan langkah ringan serta senandung yang terdengar di setiap langkah, suara khas kala kunci mobil terbuka pun terdengar.
Bisa dibilang, ini adalah hari terbaik sepanjang minggu ini. Khususnya bagi Judith Lamia Laurana. Mendapati mood dosen pembimbingnya sedang baik sehingga tidak dimarahi seperti biasa, kemudian hasil revisinya kemarin sudah disetujui, lalu mendapat pujian anak pintar pula. Siapa sih yang tidak senang dapat pujian seperti itu?
Sekalipun tadi, Lamia sudah macam anak berumur lima tahun yang cengengesan saat gambarnya dipuji dan berakhir bahagia setengah mati. Kabar terakhir adalah, ketika dia membuka ponselnya, Ryu memberitahu bahwa dia dan Hobi akan kembali ke studio. Menghabiskan waktu seperti biasa.
Maka senanglah hati Judith Lamia Laurana kala menetahui bahwa ia akan bertemu dengan si pujaan hati. Dengan hati yang berbunga-bunga, tidak begitu memedulikan panasnya cuaca di ibukota pada siang menuju sore ini.
Sampai ketika ia mulai menapaki kaki, memasuki gedung, senyuman itu tidak luntur. Malah semakin mengembang ketika membayangkan bagaimana Jay yang nanti akan hadir di hadapannya.
Sepertinya datang ke studio tari ini setiap akhir pekan akan menjadi rutinitas mingguan Lamia. Apalagi kalau bukan menyegarkan mata untuk melihat si peneduh jiwa? Wah, Lamia, kamu benar-benar sudah dibudak cinta.
"Kakak!"
"Adik ipar!"
Sudah macam adegan sinetron murahan. Dua orang itu menampilkan drama yang bisa ditonton gratis secara langsung. Bertingkah seolah tak bertemu bertahun-tahun padahal baru beberapa hari yang lalu Hobi menggunakan rumah Lamia sebagai tempat kencan kala Ryu menginap di rumah adiknya itu.
"Cerah sekali mukamu. Sudah di-ACC?"
Lamia mengangguk semangat, "Kak Hobi tahu saja. Nguntit La, ya?" Lamia menunjuk dengan mata yang memincing.
"Eiy, ngapain aku harus ngikutin kamu. Aku punya pacar yang harus diuntit."
"Cih, dasar. Mentang sudah laku. Makanya, bantuin juga adikmu ini biar laku. Mahasiswa semester akhir ini butuh penyemangat dan pendamping waktu wisuda."
"Ngak bisa, La. Supaya kamu tahu gimana rasanya ditolak berkali-kali. Biar tahu rasa kamu biasa ngolok aku," ucap Hobi tak acuh. Dia bahkan menyilankan kakinya dan mengalihkan pandang.
"Jahatnya ..." Lamia memajukan bibir, lantas menyandarkan badan di kursi tunggu. Duduk di paling ujung sedankan Hobi berada di antara dia dan Ryu.
"Kamu ngapain ke sini? Tumben banget mau diajak ikutan."
"Kan sudah bilang kalau La ke sini buat cari jodoh."
Hobi menegakkan badan, serta merta menghadap samping tempat Lamia duduk, "Kamu serius suka sama Jay? Nggak bercanda, kan?"
"Buktinya aku di sini, kan?" kata Lamia santai.
Hobi menghela napas, ekspresi sama yang Lamia tangkap sama seperti Ryu beberapa waktu lalu, "Yu, kamu nggak ingetin dia sebelumnya?" tanyanya tampak gusar.
Ryu yang tengah mengurus sesuatu di ponselnya menoleh sejenak. Melirik Hobi guna menjawab, "Sudah. Dianya ngeyel. Aku nggak bisa apa-apa. Lagipula, supaya Jay nggak kelamaan single juga."
"Nah, itu yang aku mau. Kak Hobi dukung, ya." Lamia menyengir, tampak benar-benar tidak bersalah sementara Hobi menghela napas lagi.
Ucapan mereka terhenti lantaran satu sosok yang ditunggu muncul dari balik dinding. Melambai tangan tanda menyapa, Jay tersenyum tipis menanggapi sapaan hangat Hobi.
Namun bukan Lamia namanya kalau menyerah begitu saja saat pesan-pesan dan panggilan miliknya diabaikan.
"Halo masa depan! Semalam tidur nyenyak banget, ya?"
Tersenyum tipis dan teramat cepat lantaran masih menyadari eksistensi Ryu yang tidak jauh dari mereka, Jay menanggapi Lamia. Lantas segera mengabaikan presensi gadis itu tatkala Hobi beranjak berdiri untuk segera masuk ke dalam studio.
"Kak Hobi! Nggak pro banget, sih sama adiknya. Bantuin, kek." Lamia berbisik lirih seraya menarik-narik ujung baju Hobi.
Berdecak dengan bola mata yang berputar, lantas Hobi segera menjawab, "Iya, nanti pulang ini kita makan-makan, ya. Dah kamu pedekate sama dia di sana."
"Kak Hobi yang bayar, ya?"
"Iya, iya. Bangkrut aku lama-lama."
***
Seperti janji Hobi, lelaki itu membawa ketiga orang yang bersamanya di salah satu restoran yang tak jauh dari studio. Cukup nyaman lantaran sore itu tidak terlalu ramai. Hobi tahu persis bahwa adik dan pacarnya itu tidak begitu suka jika mendatangi tempat yang begitu ramai, terutama ketika mereka makan. Tidak nyaman katanya jika harus cepat-cepat menyantap makanan lantaran membiarkan orang lain mendapatkan tempat duduk.
Apalagi mengingat mereka selalu bertukar cerita setiap kali makan bersama.
"Tempat duduknya memang harus begini?" Sebuah pertanyaan terlontar bersamaan dengan pembicaraan yang terhenti begitu saja.
"Memangnya kenapa? Kan biasa juga kemana-mana begini." Ryu menjawab santai, tidak terlalu memusingkan keadaan.
"Iya, sih, tapi ..." Jay berkata ragu. Mengarahkan pandang pada sosok manusia tidak tahu diri yan terang-terangan menatapnya sejak tadi. Jemari yang saling bertautan agar kedua tangan itu dijadikan sebagai tumpuan dagu. Jangan lupakan dengan dua sudut bibir yang tertarik sempurna dan mata bulat yang menatap penuh minat.
Jay menghela, "Nggak jadi, deh," ucapnya pasrah.
Bukan apa-apa, tapi janji Ryu dan Hobi pada Lamia membuat keduanya diam saja. Sekalipun sudah benar-benar sadar bahwa sejak tadi Lamia bahkan tak berkedip. Bertaruh saja mungkin sampai Hobi mencolok dua matanya.
"Kak Jay sibuk banget, ya? Sampai chat La nggak pernah dibales."
"Ya, sibuk," jawab Jay singkat.
Mereka duduk berhadapan. Jay berhadapan dengan Lamia, sementara Hobi dengan Ryu. Saat dua orang itu sibuk berbincang, maka mau tidak mau Jay juga harus ikut berbincang dengan Lamia. Terutama ketika pembahasan Hobi dan Ryu yang tidak begitu ia mengerti.
"Itu tangan jangan macem-macem, ya. Main sosor aja."
Helaan napas terdengar, "Yah, ketahuan. Kak Jay bisa pura-pura nggak tahu, nggak? Sekaliii aja. Biar romantis gitu."
Jay justru bergidik geli, "Nggak. Enak aja aku dipegang-pegang. Ku tuduh pelecahan baru tahu rasa."
Lamia terkekeh geli, "Yaampun cuma mau pegang tangan aja dikira pelecehan. Kalau La pegang yang lain dituduh apa?"
"Kekerasan."
"Jahatnyaa ... padahal La bunuh semut aja nggak tega lho."
Jay diam. Tidak menanggapi dan memilih menatap sekitar. Hitung-hitung sembari menunggu pesanan mereka datang.
"Kak, Kak."
Astaga.
"Apa?" Jay menyahut malas.
Lamia menerjap. Masih setia dengan senyum lebarnya, memasang wajah semanis mungkin di depan Jay, "Tipe cewek yang Kakak suka itu kayak gimana, sih?"
"Yang nggak berisik."
Tatapan Lamia berubah datar, "Ya elah, Kak. Kuntilanak aja yang setan kalo lagi jahil suaranya kedengaran orang. Ya kali manusia nggak berisik. Patung kali."
"Nah itu lebih bagus. Patung lebih baik."
Lamia tidak terima, kepala yan sedikit menunduk dan pandangan menajam, gadis itu melayangkan protes, "Enak saja anak cantik kayak Lamia disamakan sama patung."
"Pernah lihat patung dewi Yunani, nggak? Minimal di film lah." Badan Jay tercondong, kedua tangannya terlipat di ujung meja.
Senang karena akhirnya ditanggapi, Lamia pun tersenyum, tapi cepat-cepat dia ubah lagi. Biar bagaimana pun, posisinya saat ini sedang marah sama Jay, kan?
"Pernah. Emang kenapa?"
"Nah," Jay tersenyum penuh arti, "mereka jauh lebih bagus. Tingga, seksi, cantik, ugh aku suka tuh yang begitu."
"Mana enak pacaran sama patung!" seru Lamia tidak terima.
Sebenarnya pembicaraan mereka juga terdengar oleh satu pasangan lain yang duduk di sana. Hanya saja, biarkanlah. Lagipula Hobi juga sudah ditemani Ryu, membicarakan perihal makan malam yang akan diadakan kedua belah pihak keluarga mereka berdua.
Jadi, mari lupakan sejenak keberadaan dua orang itu dan fokus saja pada Jay dan Lamia.
"Lagian siapa yang mau pacaran, sih? Kamu nih nggak nyambung diajak ngomong."
Apa-apaan ini. Sudah menyamakan Lamia dengan patung, mengolok Lamia segala. Lamia jadi kelihatan bodoh dan konyol kan depan Jay.
"Absurb banget, sih. Sumpah, deh, tapi nggak apa-apa. Selama teman ngobrolnya La itu Kak Jay." Lamia buru-buru kembali memasang wajah manis.
Jay memerhatikan Lamia sejenak, "Nggak capek kamu?"
"Hm? Capek?" Lamia menerjap bingung, lantas lekas menegakkan badan tatkala sudah merasa paham arah pembicaraan Jau Oh, hari ini? Iya, sih. Lamia habis revisi―"
"Nggak capek pipimu mesam-mesem begitu terus?"
Sial.
Lamia mendengkus sebal. Kendati sedetik kemudian langsung kembali memasang wajah cerahnya. Baiklah Lamia, buat kesan yang baik, "Lamia kan cewek cantik, pintar, baik, rajin menabung, dan ... murah senyum," ia tertawa sejenak, "jadi kalau senyum-senyum biasa macam tadi biasa, lah. Lagian jua senyumnya ke Kak Jay," lanjutnya, seraya mengibaskan tangan seolah tidak merasa kesal sedikit pun.
"Nggak usah sok manis begitu kamu. Nggak cocok."
Terkutuklah mulut Jay dengan segala komentar pedasnya.
Lamia kembali mematri senyum, kali ini lebih terpaksa, "Kalau untuk berkorban demi dapatin Kakak, nggak apa-apa. Ikhlas lahir batin. Lagian dengar-dengar, senyum juga bikin awet muda."
Jay menarik sudut bibir, tertawa mencemooh. Satu jarinya memberi tanda bagi Lamia untuk mendekat. Gadis itu menurut saja, lagipula hitung-hitung bisa melihat jarak Jay lebih dekat. Bonus gratis.
Sehingga ketika jarak mereka sudah kian menipis dan dua wajah itu saling berhadapan, Jay berucap lirih, "Mau tahu caranya supaya kamu awet muda?"
Lamia mengangguk tanpa pikir panjang.
Jay kembali menampilkan senyum satu sudut bibirnya itu, membuat Lamia sedikit was-was, "Berhenti ngurusin aku yang jelas-jelas bikin kamu kesel. Dengar-dengar, menjauhi sesuatu yang bikin kita emosi itu bisa bikin awet muda."
Benar, kan?
Namun belum selesai sampai sana. Jay terkekeh puas kala melihat ekspresi tidak terima dari Lamia. Membuang wajah agar bisa melepaskan tawa dengan leluasa dan seolah tidak mau membuat Lamia semakin malu lantaran sudah menurut saja apa kata Jay.
Pemuda itu lantas melanjutkan, "Kamu itu mudah sekali dibaca, Lamia. Jadi, nggak usah maksain diri buat senyam-senyum nggak jelas begitu."
Sabar Lamia, demi keturunan yang mulus dan bening, kamu harus sabar hadapin cowok yang satu ini.
******************************
[TO BE CONTINUE]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top