06
"habis ini kita pulang ya kian". kata alena kepada adiknya sembari membuang sampah dan mencuci peralatan yang ia gunakan untuk memasak dan makan tadi.
kian hanya diam, tidak menjawab kakaknya itu. sebenarnya kian tidak mau kembali ke rumahnya yang berisik itu, tapi ia harus menuruti kakaknya.
"lo mau balik?"
aiden menatapnya tidak yakin yang hanya dibalas anggukan oleh alena.
"beneran? yakin lo nggak kenapa kenapa?"
alena terdiam, menatap sekilas ke arah kian yang raut wajahnya seperti tidak ingin. sebenarnya alena juga tidak yakin ia akan kembali ke rumahnya sekarang.
alena hanya mengangguk pelan yang dibalas anggukan kecil dari aiden.
"tapi bukannya lo harus berterimakasih dulu sama gue ya?"
"makasi"
"hadep kesini"
alena menghembuskan napas panjang lalu membalikkan badannya menghadap ke aiden.
"makasi"
"kurang panjang"
alena berdecak kesal. sepertinya ketengilan aiden sudah kembali sekarang.
"makasi udah nolongin gue sama kian, aiden"
"senyum"
SI ANJING
"makasi udah nolongin gue sama kian". dengan terpaksa, alena menyunggingkan senyumnya.
aiden yang melihat itu hanya cekikikan merasa menang.
"gue belom puas dan gue liat liat lo terpaksa bilang makasi ke gue, lo harus balas budi"
alena yang sedang mengelap tangannya menggunakan tisu setelah mencuci peralatan merasa tidak terima.
"balas budi? nggak ikhlas ya lo?"
"iyalah, lo kan udah grepe-"
alena menyumpal mulut aiden dengan tisu yang ia pakai tadi dengan kesal.
"jaga mulut lo"
kian yang melihat aksi kedua manusia didepannya hanya tertawa. aiden dengan segera memuntahkan tisu dari mulutnya dan membuangnya ke tong sampah.
"wah, parah lo alen, gue makin nggak ikhlas kalo gini"
"ya lo niat nolongin gue nggak?"
"nggak"
alena menghembuskan nafasnya kesal. ia menggandeng tangan kecil kian.
"kita pulang ya kian"
belum sempat alena melangkah, aiden mencekal tangan kian yang lain lalu berjongkok dihadapan anak kecil itu.
"hari ini kan kian sama kakak libur, kalo dirumah terus pasti kian bosen kan? kak aiden ajak kian ke taman mau nggak?"
taman? jangan bilang taman itu...
"disana ada bebek berenang di danau, ada ayam, burung, terus ada banyak mainan juga lho kayak jungkat jungkit, perosotan, ayunan juga ada". lanjut aiden, membujuk kian.
iya, pasti taman itu
kian yang tertarik mendengar ajakan aiden langsung melirik ke arah alena, meminta persetujuan.
"gausah ya kian, kita pulang aja ya". alena juga berusaha membujuk yang dibalas gelengan kepala dengan pelan oleh kian.
"udahlah, kalo lo mau balik, balik aja sendiri sono, biar kian sama gue, ya nggak kian?"
kian hanya meringis, mengangguk pelan lalu menatap wajah alena dengan tatapan memohon.
"kian mau lihat bebek berenang kak, kian juga mau main perosotan kayak di sekolah". pintanya.
alena jelas tidak bisa menolak tatapan kian yang satu itu. selain karena alena tak tau harus pulang kemana, alena juga berpikir bahwa mungkin adiknya ini sudah bosan dengan kegiatan sehari-harinya yang hanya sekolah lalu mengikuti kakaknya belajar-bermain sendirian di rumah.
dengan terpaksa alena mengiyakan dengan syarat.
"tapi kalo kakak minta pulang, kian harus nurut ya?"
kian hanya mengangguk, tersenyum kegirangan diikuti senyuman mengembang aiden.
"okee, ayo ke taman". aiden mengambil alih kian, menggendongnya. alena mengikuti langkah mereka dengan gontai.
***
sudah lama sekali alena tidak bermain di taman ini. taman yang menjadi saksi bisu masa kecil alena yang tanpa beban dan bagaimana putus asanya saat itu. biasanya sepulang sekolah dahulu, ia bermain kesini bersama dengan temannya.
alena duduk diatas ayunan menghadap ke arah danau. ia mengayun ayunannya pelan. anak rambutnya berkibar. semilir angin pagi dan matahari sejuk di taman ini seperti mengingatkan alena betapa bahagianya dia saat kecil dahulu yang tentu saja sebelum kejadian buruk menimpanya satu persatu.
"lo masih inget tempat ini kan?". aiden bertanya.
ia juga duduk diatas ayunan disamping ayunan alena, sama sama menghadap ke danau. aiden tidak berbohong, bebek bebek memang sedang berenang diatas danau jernih itu.
kian yang awalnya ingin melihat bebek berenang terlena bermain dengan sekelompok teman sebayanya yang entah bagaimana anak kecil itu bisa bermain bersama tanpa canggung padahal tidak mengenalnya.
mau sampai kapan pun, sekeras apapun gue lupain, gue bakalan tetep inget aiden
"bukan gue alen, bukan gue penyebabnya" aiden berujar lirih.
alena hanya terdiam, masih menatap kearah danau, mengacuhkan makhluk disampingnya. matanya mengawang jauh, memikirkan bagaimana cara mengalihkan topik yang tak ia senangi ini.
"gue udah berusaha waktu itu, tapi dia..."
"stop aiden, gue nggak mau denger tentang itu lagi"
"tapi lo-"
"itu cerita lama, gue...". alena kehilangan kata katanya. tenggorokannya tercekat. otaknya mengingat kembali memori memori lama yang menyakitinya.
"gue tau lo masih merasa janggal tentang kejadian itu alen, lo masih merasa gue penyebabnya"
mata aiden mencoba menerawang mata alena yang terasa kosong. aiden jelas tau permasalahan apa yang menjadi tembok bagi keduanya.
"lo gatau alen, gue emang nakal sedari dulu tapi gue nggak pernah punya keberanian buat ngelakuin hal keji kayak gitu"
mata kosong alena bergerak kesamping, menatap mata aiden yang juga sedang menatapnya.
"tapi jelas jelas lo ada disana waktu itu, gue lihat, gue lihat dengan mata gue sendiri!"
nada suara alena meninggi penuh tekanan. matanya memanas. ia tidak marah, jelas sekali mata kosong itu menyembunyikan kesedihan yang teramat sangat disana.
"lo nggak bisa menyimpulkan kejadian itu hanya berdasarkan pemikiran lo sendiri alena!"
"harusnya lo juga ngelihat dari persepsi gue, gue nggak bohong, gue nggak pernah ada niatan berbuat sejahat itu!" aiden terlihat kesal tapi berusaha untuk tenang dan tidak terpancing oleh emosinya.
"tapi lo jelas ada disana!! gue lihat dia berusaha bantu lo, waktu lo dah selamat kenapa lo malah ninggalin dia?!!"
alena berteriak tertahan. ia merasa frustasi. tangannya menggenggam tali ayunan dengan kuat. matanya terlihat memerah.
"gue nggak ninggalin dia alena!! gue udah pegang tangan dia waktu itu, tapi lo tau sendiri pinggiran danau itu licin, tenaga dia dan gue udah abis duluan sebelumnya, dia yang lepasin tangan gue, gue berusaha cari bantuan, dan set-"
"kenapa lo harus ninggalin dia?!!". mata alena memerah karena menahan tangisnya.
alena lelah, alena sudah muak. setidaknya itu yang aiden tangkap dari wajah alena yang menatap aiden dengan penuh emosi.
aiden menghela napas panjang. dia mengatur napasnya sedemikian rupa agar emosinya terkendali. agar dia tidak melewati batas, agar dia tidak menyakiti alena. tangannya yang terkepal menjadi lebih relaks.
"oke, lo.." aiden kehilangan kata kata, bingung dengan apa yang harus ia lakukan dengan alena yang masih menatap matanya dengan tatapan yang menyorotkan kesedihan.
"maafin gue alen"
aiden menunduk dalam. tidak tega menatap mata alena yang begitu sedih.
alena menghembuskan napas panjang. sejujurnya dia ingin kabur sekarang, meninggalkan aiden. tapi tidak, alena tidak setega itu meninggalkan orang yang sudah menolongnya.
alena terdiam beberapa saat, memandangi danau yang tampak tenang dengan banyak bebek bebek kecil dan induknya yang berenang. sementara itu, aiden juga ikut menatap danau sembari menunggu respon dari alena.
"maafin gue juga"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top