03

alena mengerjapkan matanya lalu memaksa duduk perlahan. ia memegangi kepalanya yang terasa berat. walaupun begitu, ia merasa perutnya sudah membaik sekarang, bahkan cairan di tenggorokan sudah tidak terasa lagi padahal biasanya harus muntah dulu untuk mengeluarkannya. entah obat apa yang diberi mahes kepadanya.

"jadi lo sembunyi disini?"

mata alena bergerak ke arah sumber suara. ia menghela napas panjang.

astaga, harusnya gue liat keadaan dulu sebelum bangun

"gue rasa ini pertama kalinya lo ninggalin ulangan di kelas 12"

ulangan? oh! bahasa inggris! sial gue ketinggalan

sungguh, alena sedang tidak mau berhadapan dengan siapapun sekarang. tapi ia malah di suguhi dengan aiden yang berdiri di samping ranjang dengan tangan menyilang di dadanya.

alena hanya menatapnya tidak suka lalu melihat jam tangannya sudah menunjuk pukul 2 siang. sudah pulang sekolah ternyata. ia bergegas menurunkan kedua kakinya dari ranjang yang tinggi lalu duduk disebuah kursi dan berusaha memakai sepatu dengan keadaan kepalanya yang masih berdenyut. ia hanya ingin enyah dari makhluk menyebalkan didepannya. lagipula adiknya pasti sudah menunggu.

"cih, lo bener bener pilih kasih, alen"

alena menoleh sambil mengernyitkan dahinya, bingung.

pilih kasih apaan anjir, lo kira lo anak gue hah? si anying

aiden yang melihat ekspresi bingung alena hanya menyeringai.

"lo ngobrol panjang lebar sama orang yang baru lo kenal selama SMA ini tapi lo bahkan jarang ngomong sama gue yang udah kenal lo lebih dari 10 tahun". nadanya terdengar seperti orang yang paling tersakiti.

kenal? lo bahkan nggak tau tentang gue sedikitpun aiden

alena hanya mendengarkan cuitan dari aiden yang ia anggap sebagai angin lalum tatapan dan gerakannya terus fokus memasang sepatu di kakinya.

alena memijit sisi kepalanya yang masih berdenyut secara perlahan. ia berdiri dan segera melangkahkan kakinya keluar uks. tapi begitu menggerakkan daun pintunya, ia merasa pintu itu sudah dikunci.

jangan bilang...

"kuncinya disini, alen". tangan aiden menggoyangkan kunci uks yang disambung dengan gantungan kunci mickey mouse.

alena menatap aiden kesal. yang ditatap hanya menyeringai dan mendekati alena perlahan. jujur saja, nyali alena saat ini sedang menciut tapi ia tidak boleh kalah dengan makhluk aneh yang kini berjarak 2 langkah darinya.

"buka pintunya". titah alena.

jelas alena tau tidak semudah itu bisa memerintah aiden untuknya. bahkan dari yang ia dengar, yang bisa mengalahkan aiden adalah mahes, itu pun harus melewati cekcok panas dan perkelahian terlebih dahulu.

"kenapa ya, kayaknya lo keliatan males banget ngomong sama gue semenjak lulus SD? eh, koreksi, bukan sama gue doang, hampir semua orang"

alena mendengus gusar. ia malas membahas hal ini.

"apa lo malu nunjukin suara lo didepan orang cakep kek gue?". aiden tertawa kecil.

"atau... mungkin lo suka sama gue? makanya lo berusaha ngehindari gue". aiden berdecak merasa sangat percaya diri.

alena benar benar muak mendengar ocehannya yang tidak berguna.

"buka pintunya aiden". alena berkata dengan suara yang lebih tegas dari sebelumnya.

suara decakan terdengar dari mulut aiden. jari telunjuk kanannya bergerak menggoyangkan kunci yang tersangkut disana. "lo nggak ada mau ngomong sesuatu yang lain ke gue, sekedar satu kalimat panjang mungkin?"

sikap aiden benar benar membuat alena kesal. berkali kali alena mengeluarkan banyak kata kata "sopan" dalam hatinya.

"nggak ada"

aiden menyeringai pelan. entah dorongan apa yang membuat aiden melangkahkan kaki mendekati alena. mengikis jarak diantara keduanya. alena yang tersadar akan bahaya, perlahan bergerak mundur hingga punggungnya menempel pada pintu ruang uks.

"yakin?". aiden memojokkan alena. ia menyandarkan tangan kirinya di pintu, kepalanya menunduk menatap mata alena dengan tatapan yang sulit alena artikan. tinggi mereka yang berjarak cukup jauh membuat alena harus mendongak untuk balas menatap mata aiden tanpa segan.

gue nggak akan kalah dari lo aiden

"lo cuma mau gue ngomong kan?". alena merasa tidak nyaman dengan posisinya saat ini, tapi ia harus menahan rasa tidak nyamannya.

aiden mengangguk pelan. tatapan matanya tidak sedikitpun teralihkan dari mata alena. ia menatap dalam, seolah sedang mencari sesuatu disana.

"gue benci lo aiden, gue benci lo". alena mengatakannya dengan suara rendah namun penuh tekanan disetiap katanya.

aiden yang mendengar itu hanya menyeringai pelan. tangan kanannya bergerak memegang dagu alena, mengelusnya pelan. aiden memajukan wajahnya hingga deru nafasnya beradu dengan nafas alena yang terasa di wajahnya.

jantung alena berdetak lebih cepat, kepalanya kembali berdenyut dan ia menjadi kaku, tangan dan kakinya entah kenapa tidak bisa ia gerakkan seolah aiden sudah menghipnotis habis seluruh tubuhnya.

"lo benci gue?". aiden berbisik di telinga alena dengan suara serak dan rendah yang membuat pemilik telinga itu bergidik. tangan kanan aiden bergerak ke bagian belakang tubuh alena.

melihat aiden seperti ini membuat alena menciut, ia benar benar tidak berdaya disamping kondisinya yang sedang sakit. Ya Tuhan, siapapun tolongin gue...

aiden tertawa pelan melihat perubahan ekspresi alena. "well, itu informasi yang cukup menarik buat gue". aiden menyelipkan anak rambut alena ke belakang telinga sang pemilik.

"karena gue bukan orang yang pemaksa, gue nggak bakal maksa lo buat sebutin alasannya"

ceklek!

alena tersentak pelan saat suara pintu dibelakangnya terbuka pelan beriringan dengan tubuh aiden yang kembali tegak lalu menepuk ringan kepala alena dan melengang pergi tanpa sepatah kata.

alena yang ditinggalkan jatuh terduduk perlahan, masih merasa kaget dengan kejadian yang baru saja ia alami. kepalanya berdenyut kencang. untuk pertama kalinya ia sedekat itu dengan musuhnya.

AIDEN SIALAN!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top