Bab 5: Damian Forence

"Pembunuh bayaran," Damian bergumam dengan suara yang hampir seperti bisikan. "Sial, aku lupa kalau malam ini akan kedatangan 'tamu' yang spesial."

Damian terbangun mendadak karena ia merasakan ada orang yang mencoba masuk ke kamarnya. Pria itu tidak bergerak, menjaga situasi tetap tenang, karena ia merasakan sesuatu yang aneh di dekatnya. Matanya masih terpejam ketika ia merasakan kehadiran seseorang di dalam kamarnya.

Sreeettt....!

"Besar juga nyalimu." Damian terkekeh.

Lelaki asing itu hanya diam. Akan tetapi, tiba-tiba saja Damian merasakan benda tajam menebas ke arah lehernya. Pria itu dengan cepat membuka matanya lebar - lebar, dan menatap tajam seorang pria bersenjata di atasnya. Ia melihat seorang pria yang menyerangnya dengan pedang. Damian segera bangkit dari tempat tidurnya dan mengeluarkan pedangnya yang tersembunyi di selimut.

"Bukankah nyali Anda yang lebih besar, Tuan?" kata pembunuh bayaran dengan suara dingin.

Damian tetap diam, memperhatikan setiap gerakan pembunuh bayaran itu dengan hati-hati. Dia tahu dia harus cepat bertindak jika ingin bertahan hidup.

"Maaf, tapi saya harus segera menyelesaikan tugas saya, Tuan. Selamat tinggal."

JLEB...!

Pembunuh itu menyerang dengan cepat, akan tetapi Damian berhasil menghindar. Pedang si pembunuh tertancap pada bantal bulu angsa di sisi kiri leher Damian. Pria itu menyeringai dan menghela napas, mengira kalau Damian hanya bisa menghindar. Namun, prediksi pembunuh itu meleset. Damian berguling ke sisi ranjangnya yang kosong, dia mengayunkan pedangnya dan menyerang balik. Keduanya bertarung dengan sengit, saling menghindar dan menyerang.

Suara pedang yang beradu memenuhi kamar. Damian masih dalam posisi terdesak. Pembunuh bayaran itu bukanlah pembunuh kelas rendah.

Sial, dia cukup terampil.

Tenaganya kuat dan bukan pembunuh bayaran biasa.

Siapa? Sebenarnya siapa yang mengirimnya ke sini?

Ha! Apa orang itu tidak salah mengincar Pangeran Mahkota?

Damian dan pembunuh itu saling bertahan, pedang mereka beradu di udara. Mata mereka sama - sama saling menatap tajam. Keduanya penuh dengan tekad. Satu tekad untuk membunuh, sementara yang lain tekad untuk bertahan hidup.

"Siapa yang mengirimmu?" tanya Damian dengan suara dingin.

Pembunuh itu hanya diam dan melanjutkan serangannya. Dia mengeluarkan belati dan hampir menusuk tepat di jantung Damian. Beruntung, gerakan Damian lebih cepat. Tepat beberapa detik sebelum belati itu tertancap di dadanya, dia mengelak. Lagi, tercipta lubang sayatan di tempat tidurnya.

"Bukankah Anda tidak boleh menanyakan hal itu?" Pembunuh bayaran itu menyipit, "Anda akan mati malam ini, Tuan, jadi untuk apa repot - rapot mengetahui siapa yang mengirim saya untuk menghabisi nyawa Anda?"

"Berisik!" Damian merasa semakin kesal dan berusaha untuk menangkap pembunuh itu.

Damian mengerahkan tenaganya, dia berguling dan menohok dada kiri pria itu dengan ujung pedangnya yang terbuat dari baja terkuat di Forence. Pembunuh itu tersentak, dia mundur ke belakang, lalu terbatuk beberapa kali. Damian mengambil kesempatan itu untuk bangkit berdiri, dia kemudian mengayunkan pedangnya untuk menebas kepala si pembunuh bayaran itu.

"Jangan berharap banyak, Tuan. Saya tidak semudah itu mati." Terlihat mata pembunuh bayaran itu tersenyum di balik topengnya.

Tanpa di duga sebelumnya, pembunuh bayaran itu bisa menahan serangan pedang Damian. Mereka saling mengunci satu sama lain selama beberapa saat. Damian mulai bernegosiasi.

"Kau tidak akan bisa kelar hidup - hidup dari sini." Damian menghela napas panjang, "katakan saja siapa yang memerintahkan ini padamu, dan aku akan menjamin nyawamu."

Pembunuh bayaran itu terkekeh, "apakah ucapan bangsawan manja seperti Anda bisa dipercaya?"

"Manja?" Damian mengangkat sebelah alisnya, "jangan bercanda, aku bisa membunuhmu saat ini juga."

"Kalau Anda bisa, bunuh saja saya. Kegagalan tugas ini berarti kematian juga bagi saya." Pembunuh bayaran itu tertawa kecil.

"Kau yang meminta kematian!"

Pertarungan itu semakin sengit, keduanya saling bertukar serangan yang cepat dan mematikan. Damian merasa peluhnya mengalir deras di tubuhnya, dan detak jantungnya semakin cepat. Namun dia tetap berusaha bertahan, tidak ingin kalah dan mati di tangan pembunuh itu.

"Tidak ada yang bisa menghentikan saya, Anda pasti mati hari ini, Tuan." Pembunuh bayaran itu terus menyerang dengan ganas.

Serangan pedang yang lincah itu membuat Damian kewalahan. Kemampuan pedang pembunuh itu tidak sebanding, tapi dari segi kecepatan, Damian kalah. Dia tidak bisa mengikuti tempo si pembunuh yang bergerak secepat kilat, seolah tubuhnya seringan kapas.

Aku tidak bisa mengikuti serangannya, kalau begini aku akan kalah dan mati di tangannya.

Tidak bisa, aku harus segera mencari celah.

Damian unggul di teknik, jadi dia memutuskan untuk menjegal laju pedang si pembunuh yang lincah. Saat gerakannya terhenti untuk sepersekian detik, Damian pun menghentakkan kakinya, dia memanjangkan tungkai, kemudian menyapu kaki lawannya yang sibuk bertahan dari serangan teknik Damian.

Bruk!

Tak butuh waktu lama, Damian berhasil mengalahkannya dengan gerakan dan kekuatan yang membuat pembunuh itu jatuh tersungkur. Pedang lawannya terlepas dan terlempar jauh dari tangannya. Dalam sekejap, Damian memegang kendali. Ia pun mengayunkan dan menodongkan pedang ke arah leher pembunuh bayaran itu.

"Siapa yang mengirimmu?" Damian menekan pedang semakin dekat ke leher pembunuh bayaran yang sudah berlutut di hadapannya. "Kau tidak punya kesempatan lain. Jawab, atau kau akan keluar dari sini sebagai mayat."

"Seorang bangsawan. Saya hanya menerima pesanan untuk membunuh Anda. Jangan bertanya lebih jauh, saya tidak bisa memberikan jawaban lebih dari itu. Beliau mengirim saya setelah melakukan kontrak darah. Bagaimanapun saya akan mati, terserah Anda saja mau melakukan apa."

Jawaban itu membuat Damian merasa semakin waspada, dan dia memutuskan untuk berhati-hati dari saat itu.

"Apa kau tahu siapa dia?" Damian menekan pedang semakin dekat, anehnya pembunuh bayaran itu sama sekali tidak ketakutan.

"Dia seseorang yang berkuasa."

Damian menghela napas, "siapa namamu, dan bagaimana caraku menghubungimu lagi?"

"Saya tidak memberikan informasi pribadi. Kontrak darah ini akan membunuh saya, percuma saya mengatakan itu pada Anda." pembunuh itu masih terlihat tenang.

Damian mencengkeram kerah pembunuh itu, kemudian melihat tanda teratai hitam di tengkuk lehernya.

"Ini...." Damian menahan napas, "bagaimana bisa kontrak darah teratai hitam masih ada sampai sekarang?"

Pembunuh bayaran itu terdiam.

"Sherka!" Damian berteriak memanggil asisten sekaligus pengawal pribadinya yang berjada di depan kamar.

Sherka masuk sambil membungkuk hormat, "Apa Anda sudah selesai, Yang Mulia?"

"Bawa pembunuh ini ke penjara khusus, dan cepat cari tahu tentang kontrak darah teratai hitam." Damian menatap Sherka tajam.

Sherka terbelalak, "Yang Mulia, kontrak darah teratai hitam adalah sihir hitam yang sudah lenyap sejak ratusan tahun lalu!"

Damian mendorong pembunuh bayaran itu pada Sherka. "Lihat tandanya."

Sherka ragu sejenak, tapi begitu dia melihat tanda teratai hitam yang ada di tengkuk si pembunuh, matanya terbelalak penuh. "Ini... ini... ti- tidak mungkin!"

"Ya, tentu mungkin. Sekarang cari tahu petunjuk tentang kontrak darah teratai hitam itu." Damian mengibaskan tangan dan meminta Sherka keluar.

Tidak ada petunjuk sama sekali. Pembunuh bayaran itu bungkam dan tidak bisa menyebutkan nama tuannya. Kontrak darah teratai hitam akan langsung membunuhnya jika itu terjadi.

"Jaga dia agar tetap hidup."

Pembunuh bayaran itu tertawa kecil. "Orang itu pasti tahu kalau saya masih hidup. Dia akan segera mencari saya, dan membunuh saya."

Sherka menatap tajam orang yang baru saja berbicara kurang ajar pada Damian. "Jaga mulutmu, sialan!"

"Saya akan segera mati, apa sopan santun masih begitu penting untuk saya? Tidak peduli apakah Anda putra mahkota atau raja sekalipun, saya akan mati. Entah di tangan Anda, atau di tangan orang itu."

Damian semakin kesal saat mendengar kata - kata itu. Artinya dia tidak bisa mengorek informasi.

"Kau tidak bisa membocorkan informasi apapun?" Sherka bertanya dengan tidak sabar. "Kami akan menyelamatkanmu kalau kau memberikan informasi yang berguna."

"Siapa Anda, sehingga bisa menolong saya dari sihir hitam yang Anda bilang sudah lenyap ratusan tahun lalu?" Pembunuh itu tertawa lagi. "Apa jaminannya Anda bisa menyelamatkan saya? Kalau saya hidup, apa jaminannya saya bisa hidup dengan tenang?"

Sherka terdiam.

Pembunuh bayaran itu tertawa lagi, "lihatlah... Anda tidak bisa menjawab sama sekali, ckck..."

Sreeett!

Damian menarik penutup wajah dari pembunuh bayaran itu, dan ternyata ada sosok pria muda dengan rambut merah menyala. Mata merahnya yang senada warna rambutnya itu menunjukkan keberanian tanpa rasa takut sama sekali.

"Dia salah satu anak dari suku Tores, yang memberontak di perbatasan utara, kan?" Sherka terkejut begitu melihatnya. "Rambut dan mata merah penuh tekad, kulit kecoklatan yang eksotis, tingkah laku yang tidak sopan!"

"Ha! Kenapa juga bocah dari suku pemberontak Tores mau menjadi budak suruhan bangsawan Forence?" Damian berdecih dan mendengus sekaligus. "Hei, bocah... kau bodoh atau apa?"

"Kalau saya tahu tugas ini adalah untuk membunuh putra mahkota Forence, saya pasti kabur duluan." Bocah berambut merah itu mencibir, "memangnya Anda pikir saya mau terkena sihir langka ini? Sudahlah, sekarang sebaiknya Anda lepaskan saya. Saya akan segera mati biar bagaimanapun!"

"Keputusannya bukan di tanganmu, bocah nakal!" Sherka hampir kehilangan kesabaran.

Damian menangkup wajah anak itu dengan satu tangan. Dia kemudian menatap mata merahnya yang menyala. Damian kemudian tersenyum miring.

"Siapa namamu?"

Bocah pemberontak dari suku Tores itu diam.

"Kau tidak punya nama? Mau kuberi nama Helly?"

"Saya bukan anak anjing, tahu!" Laki - laki yang mungkin baru berusia dua belas atau tiga belas tahun itu bersungut - sungut. "Roisane!" ketusnya tiba - tiba, "nama saya Roisane Marka!"

Damian membelalakkan matanya, "Roisane Marka?"

Bocah itu mengangguk.

Damian mendengus keras, "Ha! Marka... rupanya kau salah satu keluarga yang memimpin suku Tores."

Rosaine diam saja, dia tidak bisa mengelak. Suku Tores memiliki tubuh yang lebih besar dan kuat dari pada suku atau etnis lainnya, dan dia diculik saat melihat lelang di perbatasan Forence. Roisane juga tidak menyangka kalau dia akan terikat dengan kontrak darah teratai hitam dan dijadikan pembunuh bayaran.

"Saya tidak sengaja bekerja untuk orang Forence! Ada sekelompok orang yang menculik suku kami di pelelangan perbatasan Forence. Anda harus menyelidikinya kalau mau tahu siapa yang memerintahkan saya membunuh Anda!" Roisane memberengut kesal.

"Ini menarik." Damian langsung menatap Sherka, "bawa dia ke penjara khusus, beri dia makan, dan rawat dia. Jangan sampai mati. Besok kita akan selidiki lebih lanjut."

Sherka tidak banyak bicara, dia membawa bocah itu dan segera berlalu dari kamar Damian. Sepeninggal Sherka, Damian berpikir sejenak, lalu melepas pedangnya dan berbaring di ranjangnya. Dia tahu bahwa dia harus mencari tahu siapa bangsawan yang ingin membunuhnya itu, sebelum terlambat.

"Pemberontakan di perbatasan utara oleh suku Tores adalah karena perebutan lahan pertanian yang tidak seberapa. Tapi karena utara adalah wilayah yang dingin dan tandus, tanah subur yang tidak seberapa itu menjadi barang mewah. Tapi, Duke Haris bilang ada indikasi provokasi yang dilakukan oknum tertentu."

Damian menatap langit - langit kamarnya. "Apakah kasus pemberontakan itu juga sudah diatur sebelumnya?"

Tapi... siapa?

Siapa orang yang sudah berani bermain - main dengan suku Tores?

Orang gila mana yang menciptakan kerusuhan seperti ini?

>>><<<

A/N: Baca lebih cepat bisa ke KaryaKarsa atau Bestory ya guys... Gratis 10 Bab pertama, dan untuk bab selanjutnya hanya 2000 rupiah!

Akun KaryaKarsa dan Bestory: bluebellsberry

Judul Cerita: Really, I'm Not Antagonist!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top