Four
"Oppaaaaa...."
Aku langsung menolehkan kepalaku, ke arah pintu kamarku. Kulihat anak kecil berlari. Lalu memelukku.
"Oppa? Aku bukan oppamu." ucapku.
"Ih kakak kudet. Oppa itu bahasa Korea artinya kakak," ucapnya menjelaskan.
"Oh, pasti Verli tau dari kak Eva ya?"
"Iya, soalnya kak Eva sering mangil orang yang ada di foto, oppa. Kata kak Eva oppa itu artinya kakak, gitu."
"Ih Verli jangan panggil di oppa! Nggak cocok tau," ucap Eva yang tiba-tiba datang.
"Kok kakak boleh? Aku enggak?"
"Kan beda orang."
"Tapi aku mau."
"Enggak boleh!"
"Pokoknya aku mau, weee.." ucap Verli, sambil menjulurkan lidahnya.
Aku langsung menutup mulutnya.
"Nggak boleh gitu, sama kakak sendiri!" Verli hanya tersenyum.
"Kenapa kamu ke sini? Pasti ada maunyakan?" tanyaku ke Eva.
"Gue mau titip Verli. Soalnya, gue mau jalan sama pacar gue."
"Oh..."
"Kalo lagi gomong, liat muka gue!"
"Hem.."
"Ko lo cuek amat sih?"
"Hem.."
"Dasar udi..." belum selesai diberbicara. Omongannya, dipotong oleh Verli.
"Sana pergi!" ucap Verli.
"Iya, gue juga males lama-lama di sini," ucapnya, sambil berjalan pergi.
"Kak mancing yuk!" ucap Verli setelah Eva pergi.
"Di mana?"
"Di belakang rumah kakak, kan ada kolam. Di situ aja."
"Oke, kakak ganti baju dulu ya, Verli tunggu di depan dulu!"
"Oke."
Diapun berlari keluar kamarku. Setelah aku menganti bajuku. aku ke depan menghampiri Verli.
"Ayo kak!" ucap Verli tidak sabar.
"Iya."
***
Setelah aku mengambil pancing di gudang. Aku lalu mencari umpan, setelah dapat aku menghampiri Verli. Lalu aku dan Verli berjalan ke kolam ikan yang ada di belakan rumahku.
"Wah ikanya banyak." ucapnya sambil tersenyum.
"Ini pancingnya!" ucapku sambil memberikan pancing ke Verli.
"Makasih kak."
Kamipun mulai memancing. Tak butuh waktu lama, aku mendapatkan ikan lumayan banyak, sedangkan Verli, bukannya memancing. Dia malah memainkan alat pancingnya.
"Yeee..udah banyak ikannya kak." ucap Verli kegirangan.
"Iya."
Aku mengambil kantong plastik. Lalu memasukan ikannya, kedalam plastik. Lalu aku berikan ke Verli.
"Untuk aku semua ikannya kak? Kakak nggak mau?"
"Untuk Verli aja. Sana bawa pulang! taroh di kulkas ya!"
"Makasih kak."
Lalu Verli berlari-lari kegirangan, menuju rumahnya. Yang ada di sebelah rumahku. Karena kami tetangga. Saat aku ingin menaruh pancing, di gudang belakang rumah. Aku mendengar seseorang menangis.
Hiks.. hiks... hiks..
"Siapa yang nangis?"ucapku dalam hati.
Aku lalu mencari sumber suara itu. Sumber suaranya ada di sekitar pohon. Saat kucari, kulihat ada cewek lagi nangis di atas pohon rambutan.Yang tak teralu tinggi kira-kira tingginya, satu setengah meter. Rambutannya panjang sepunggung, Kok kaya kunti sih?
Aku lalu mendekatinya.
"Mba lagi apa?" tidak direspon.
"Mba lagi apa?" ucapku, mengulangi pertanyaan yang tadi.
Dia behenti menangis. Lalu menoleh kebelakang. Sambil menghapus air matanya.
"Lo ngapain ke sini?" ucapnya.
Oh ternyata Eva. ucapku dalam hati
"Oh kamu, aku kira kunti. Hehehe..." ucapku sambil menahan tawa.
"Kunti?"
"Iya kunti, soalnya kamu duduk di pohon sambil nangis. Mirip kunti jadinya."
Dia hanya diam, lalu menengokan kepalanya menghadap kedepan lagi. Aku ikut duduk di sebelanya.
"Cepet banget lo naik pohonnya?" ucapnya heran.
"Yaelah. Pohon pendek kaya gini juga."
"Ini pohonnya tinggi."
"Bukan pohonya kali yang tinggi. Tapi kamu aja yang pendek hehehe...."
"Enggak lucu tau." ucapnya sambil manyun.
"Kamu lucu loh, kalo lagi marah."
"Ga usah gombal deh!"
"Siapa yang gombal, emang iya kok. Lagian aku bukan cowok yang suka gombal."
"Serah lo deh. Oh ya gue mau tanya sama lo?"
"Apa?"
"Kok sikap lo berubah-ubah?"
"Masa sih?"
"Iya."
"Contoh nya?!"
"Tadi pas lo pulang sekolah, gue liat lo, lo buang muka. Tadi pas di kamar lo, lo cuek. Kalo di sekolah lo juga cuek. Apa gue ada salah sama lo?"
"Oh... itu, aku kesel aja sama kamu. Kalo dibilangin susah. Tapi pas liat kamu nangis kesel aku, langsung hilang."
"Kesel? Lo kesel apa sama gue? Perasaan gue nggak pernah buat salah sama lo?"
"Bukan karena kamu buat salah. Tapi aku kesel sama kamu, karena kamu kalo di bilangin susah. Disuruh jauhin Roy juga, nggak nurut. Sudah dibilang dia cowok nggak baik juga. Sekarang, pasti kamu habis disakitin Roy kan? Makanya kamu nangis di sini. Biar nggak ketahuan orang. Tapi percuma, aku bisa dengar suara tangisan kamu yang cempreng itu hahaha.."
"Sok tau lo."
Hahahaha.... aku masih tertawa. Lalu aku menghentikan tawaku. Dia masih diam.
"Tapi gue sayang banget sama dia Val." tiba-tiba dia berucap.
"Va lo harus move on!"
"Nggak. Lo irikan? Makanya lo kaya gini." ucapnya sambil mendorongku.
Aku kehilangan keseimbangan dan jatuh ke tanah. Yang membuat bokongku, berciuman dengan tanah.
Aduh... rintihku.
"Novaaal!" teriaknya sambil turun dari pohon, lalu membantuku berdiri.
"Lo nggak papa kan?"
"Nggak papa apanya? Sakit nih." ucapku sambil mengelus bokongku.
"Ya maaf habisnya lo nyebelin."
"Oppa lagi ngapain? Terus kenapa kakak sama oppa?" ucap Verli yang tiba-tiba datang.
Aku mengerutkan dahiku. "Oh ternyata Verli memangilku oppa, saat ada Eva aja to." ucapku dalam hati.
"Verli sudah ku bilang, jangan panggil dia oppa!"
"Suka-suka aku lah." ucap Verli.
"Verli kenapa kesini?" ucapku memotong pembicaraan kakak beradik, yang nggak tau, kapan akan berakhir.
"Cari oppa lah. Di cari kemana-mana. Tapi oppanya nggak ada, terus aku cari ke kolam ikan nggak ada juga, terus aku dengar, sesuatu jatuh dari atas pohon, aku kesini deh untuk liat apa yang jatuh, eh ternyata oppa yang jatuh."
"Oh..."
Tanpaku sadari, Eva sudah berjalan pergi meningalkan aku dan Verli.
"Heh kunti mau kenana?" teriaku.
"Gue bukan kunti!" ucapnya berteriak. Sambil terus berjalan ke rumahnya.
"Kak Eva kenapa?"
"Nggak tau." ucapku sambil mengangkat bahu.
***
"Jangan menghina kekurangan orang kawan! Karena itu akan menyakitinya"
Makasih udah mau baca^^. Sori typo nya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top