Jaga Selalu Jones-mu

*****

"Elsa, kamu jangan main-main dengan pernikahan!" bentak Ayah. Suaranya menggelegar memenuhi seluruh ruangan. Tatapan Ayah menggelap, aku tahu Ayah sedang menahan emosinya lebih dari ini. Terlebih lagi beliau malu kepada semua keluarga besar atas keputusanku yang mendadak ketika pernikahan akan digelar satu bulan lagi.

Hening, kemarahan Ayah membuatku terdiam, aku menunduk dalam dan meremas jemariku sendiri. Detak jarum jam terasa berdengung di telingaku, rasanya waktu berjalan dengan lama. Aku hanya mampu pasrah menerima bagaimana reaksi keluarga besarku selanjutnya. Namun ada yang lebih parah dari itu, hatiku benar-benar hancur, di sini akulah yang dikhianati.

Reza.... Ah.

Reza hanya diam saja di depan semua keluargaku, seperti orang tak berdosa padahal nyatanya dialah penyebab semua kekacauan ini.

Aku bingung harus mulai menjelaskan dari mana, akankah semua keluargaku memercayai ucapanku? Terlebih mereka sangat menyukai Reza.Bagi mereka Reza bak malaikat. Mereka lupa bahwa nobody's perfect, semua manusia pasti memiliki kekurangan, termasuk Reza.

"Biar saya saja yang menjelaskan, Om"

Oh, rupanya punya nyali juga dia untuk menjelaskan kesalahannya pada ayahku, kukira dia benar-benar sudah tak punya hati.

"Silahkan, Nak Reza."

"Semua ini kesalahan saya Om, Elsa sama sekali tidak bersalah, dia hanya korban dari keegoisan saya." Reza melihat ke arahku lalu mulai menjelaskan semuanya, aku membuang muka, muak sekali rasanya melihat wajah orang yang dahulu selalu ku sebut dalam doaku. Matanya berkaca-kaca, entah ini salah satu bagian dari aktingnya atau bagaimana, aku tak tahu.

"Maksud Nak Reza apa? Om tidak mengerti."

"Dua bulan lalu, ketika saya pergi untuk urusan bisnis ke luar negeri, saya tergoda dengan wanita lain di sana. Bukan maksud saya untuk sengaja menduakan Elsa, tidak. Semua ini sungguh di luar kendali saya, Om. Saya tahu, saya ada di tempat yang salah, saya tidak bisa menuntut Elsa untuk tetap bersama saya, dan saya juga tidak bisa menyalahkan Elsa jika dia meminta untuk membatalkan pernikahan kami. Namun, bolehkan saya meminta untuk diberi kesempatan sekali lagi, agar pernikahan ini tetap berjalan? Karena saya sangat mencintai Elsa, saya berjanji sebisa mungkin tidak akan mengulang kembali kesalahan itu"

Kecewa, itulah ekspresi pertama yang ku lihat dari wajah Ayah dan Ibu setelah mendengar penjelasan 'mantan calon suamiku'.

Shit! 

Dengan semua ucapan penyesalan Reza. Yang jelas hatiku telah luka, kepercayaanku telah remuk ketika mengetahui perselingkuhan Reza yang bahkan bukan dari mulutnya sendiri, melainkan dari temannya.

"Dan yang lebih parah lagi, aku tahu baru dua hari lalu, Yah. Tahu dari Zain teman dekat Reza," Aku menyela sebelum ayah sempat menjawab ucapan Reza, "pernikahan ini harus tetap di batalkan," sambungku.

Ibu mengelus pundak Ayah untuk menenangkannya. Di dunia ini mana ada orang tua yang rela anaknya di sakiti hatinya, apalagi kejadian itu menjelang hari bahagianya.

"Jujur, Om kecewa, sangat ... bagaimana bisa Nak Reza yang Om kenal sangat baik bisa melakukan hal seperti itu, tetapi mendengar penjelasan dan ketulusan Nak Reza, Om hanya bisa kembalikan semuanya kepada Elsa. Om masih mengharap kalau pernikahan ini bisa dilanjutkan, dengan syarat jangan pernah sakiti Elsa lagi."

***

Aku bahagia mendengar keputusan bijak dari Om Pras, karena akhirnya aku mendapat kesempatan kedua yang sangat kuharapkan. Baru saja aku memandang Elsa tetapi Elsa malah berlari pergi dengan mengusap airmata yang jatuh di pipinya.

Seketika kebahagiaan itu hilang melihat orang yang sangat kucintai menangis, bergelut dalam pedih dan itu karena aku penyebabnya.

Aku berlari menyusul Elsa ke arah taman, berusaha menghiburnya meski aku tahu itu sia-sia. Aku mendekat menunggu respon Elsa. Namun, dia tetap diam dengan air mata yang terus mengalir dipipinya, aku semakin mendekat dan duduk di sampingnya. Takut-takut, aku mulai berbicara padanya.

"Maafkan aku, El!" Aku memohon dengan penuh penyesalan.

"Tidak," lirih Elsa, tak ku sangka elsa secepat kilat menjawab ucapanku.

"Bukan kamu, Za ... yang salah tapi aku. Aku yang terlalu mudah percaya pada laki-laki. Aku yang terlalu menganggap bahwa kamu itu sempura. Aku lupa kamu juga sama manusia yang bisa salah dan yang lainnya."

"Aku tahu, sepanjang apapun penjelasanku, kamu pasti akan tetap menilaiku sama." Aku menatap wajahnya dari samping, wajah gadis yang akan menjadi permaisuri hatiku. "Dan aku, percayalah.... Seperti apapun sikapku, aku sangat mencintaimu Elsa Pramesti Dewi. Aku khilaf, saat itu aku ingin memberitahumu. Namun, aku takut kamu marah dan--"

"Dan apa? Buktinya sekarang terjadi kan, kita gagal menikah karena kelakuanmu. Puas? Aku lebih rela kamu dengan orang lain jika itu membuatmu bahagia. Tapi kata-kata itu terlalu munafik bagiku, sekarang pergilah, kejarlah bahagiamu itu." Suara Elsa meninggi, dia menatapku dengan penuh kebencian.

Meskipun dia berusaha tegar dan menyakitiku dengan ucapannya, tetap saja wajahnya tidak bisa menyembunyikan kerapuhan dirinya. Rasa bersalah semakin menusuk hatiku, laki-laki macam apa aku ini. Tega menghancurkan wanita yang paling ku cintai setelah ibuku. Mata indah yang dulunya milikku, selalu memberiku keceriaan. Kini berganti merah sembab penuh kebencian. Saat ini aku ingin sekali memutar waktu untuk memperbaiki kesalahanku, tetapi itu mustahil.

Andai Elsa tahu bahwa hatiku sampai sekarang masih miliknya, bahkan segala jerih payah kerjaku juga hanya untuknya, tetapi itu malah menjadi boomerang untukku sendiri. Tanpa sadar, kepercayaan Elsa telah ku rusak.

Aku berdiri, perlahan-lahan menjauh dari Elsa. Aku berusaha mencari udara segar dari kepengapan pikiranku saat ini karena menatap wajah sendunya semakin membuat dadaku nyeri, sesak.

"Tidak begitu, El. Bahagiaku hanya bila bersamamu. Kumohon beri aku kesempatan lagi." Aku berlutut di hadapan Elsa.

Drrtt... drrtt...

Bunyi telepon mengalihkan perbincangan kami, aku menoleh, ternyata ponselku ada di kursi sebelah Elsa tempat aku duduk tadi. Elsa pun turut melihat ponselku yang bergetar.

"Angela," seru Elsa pelan mengeja nama si penelpon.

"Dia kah gadis itu?"

"Iya." Aku mengalihkan pandanganku, mengabaikan panggilan itu.

"Angkatlah! Aku tidak keberatan."

"Untuk apa? Saat ini dan selamanya kamu lebih penting darinya. Toh, aku dengan dia sudah putus dari satu minggu yang lalu. Aku masih sangat mencintaimu, El."

"Tapi, aku sudah tidak bisa. Meski jujur aku juga masih sangat mencintaimu. Za, kalau memang berjodoh, kelak takdir pasti akan mempertemukan kita lagi dalam keadaan yang lebih baik."

Hanya itu, perkataan yang akhirnya menjadi penutup dari perbincangan kami, karena setelahnya Elsa langsung pergi meninggalkanku. Aku mengacak-acak rambutku, kesal kepada diriku sendiri, lalu mengambil ponselku dan mengetikkan sesuatu.

From : Reza saputra
To : Angela Jeslyn

Sebelumnya aku mohon maaf jika pesan ini menyakiti hatimu, tapi demi kebaikan semuanya aku mohon, tolong jangan hubungi aku lagi. Kita cukup sampai di sini dan jangan balas pesan ini karena kita sudah tidak ada hubungan apa-apa.

Send.

***

Sengaja aku datang ke kotamu
Lama kita tidak bertemu
Ingin diriku mengulang kembali
Berjalan-jalan bagai tahun lalu
Sepanjang jalan kenangan
Kita selalu bergandeng tangan
Sepanjang jalan kenangan
Kau peluk diriku mesra
Hujan yang rintik-rintik
Di awal bulan itu
Menambah nikmatnya malam syahdu

Nyanyian dari radio serta rintikan gerimis di kota Semarang menemani kesendirianku saat ini. Muka bantal dan rambut panjang yang biasanya selalu rapi aku kuncir, kini hanya aku biarkan tergerai. Novel dan kopi lah yang senantiasa menemaniku, entahlah rasanya membaca novel bisa 'sedikit' mengurangi kepedihanku atas penghianatan yang dilakukan Reza, di tambah kopi hangat semakin membuatku nyaman selalu berada di dalam kamar.

Musik radio seakan tak mau memberiku kesempatan untuk move on dari Reza. Kenangan bersama Reza semakin bermunculan di kepalaku. Tak terasa, lagi-lagi air mata jatuh dari kelopak mataku. Aku mengusapnya pelan sembari tersenyum, berusaha menutupi kenyataanku, menangis sekaligus tersenyum pada takdirku. Aku harus bagaimana pada cintaku.

Sudah tiga bulan sejak kejadian itu aku selalu mengurung diri dari dunia luar, lebih sering menghabiskan waktu di kamar dan mengobrol dengan temanku melalui ponsel, seperti saat ini.

"Kamu gak pingin jalan gitu, El?" Terdengar suara di seberang sana.

"Gak deh, Nov. Lagi hujan gerimis gini males mau kemana-mana."

"Males apa takut gagal move on kalau ke tempat-tempat tertentu, haha ...."

Rasanya pingin mukul pakai sandal tuh si Novi, ngejekin mulu. Eh tapi emang iya sih, bahkan kegalauanku masih terasa hingga sekarang.

"Hoiiiii ... kok diem sih! Udah deh jangan ngelamun." Aku menjauhkan ponsel dari telingaku, teriakan Novi benar-benar membuat telingaku sakit.

"Apa-an deh kamu, main teriak-teriak?  Gak sadar amat suara udah kayak toa gitu. Lagian kamu tau sendiri kan kalau aku emang masih ga bisa move on dari Reza"

"Ya udah sana balikan ama Reza, kasian tuh dia juga sama galaunya kayak kamu."

"Gak deh, aku udah males mau pacaran, mending jones deh daripada sakit ati."

"Sebenarnya aku bahagia ngeliat kamu sama Reza, tapi jika emang kamu maunya gitu, aku cuman bisa dukung aja, El."

"Kamu emang sahabat yang baik deh, Nov. Aku akan mempertahankan jonesku ini sampai ada pangeran yang meminangku."

"Bahasamu El, bikin hatiku gakukuh aja. Hahahaha."

Itulah Novi, teman yang selalu mau menjadi tempat curhatku, menampung tangisanku, dan mendukungku. Bersama novi, kegalauanku selalu lenyap dengan kekonyolannya, dia selalu bisa membuatku tertawa.

Aku membuka diary-ku. Menorehkan pena dari secuil cerita untuk orang yang sama.

Reza, kamu apa kabarnya?

Maafkan aku Za, tidak bisa memberimu kesempatan. Ini pilihanku untuk hidup sendiri. Sampai benar-benar ada seseorang yang dipilihkan Tuhan untukku, aku akan mempertahankan jones ini walaupun kenangan dan perasaan untukmu masih selalu sama.

Ketika gerimis, Elsa.

Hati yang Luka

"Kamu tak akan pernah tau seberapa berartinya seseorang itu sebelum kamu di tinggalkannya. Jagalah apa yang telah kamu punya, karena penyesalan akan selalu berada di akhir"- Reza Saputra.

"Apa kau masih menjunjung tinggi janji yang pernah kau berikan untukku? Janji bahwa kau takkan pernah meninggalkanku. Ketika hati wanita tersakiti.

Tak banyak yang dapat ia lakukan.

Yang ia tahu hanyalah setetes air mata membasahi pipinya.

Yang ia tahu hanyalah dadanya terasa sesak.

Yang ia tahu hanyalah Sebuah tanda Cinta-Nya"-Elsa Pramesti Dewi.

~END

Nyesek cuyy!

AndiAR22 whiteghostwriter glbyvyn NisaAtfiatmico irmaharyuni c2_anin deanakhmad Nona_Vannie megaoktaviasd umaya_afs meoowii Icha_cutex rachmahwahyu WindaZizty 0nly_Reader summerlove_12 bettaderogers Vielnade28

iamtrhnf spoudyoo TriyaRin Reia_ariadne TiaraWales beingacid nurul_cahaya somenaa realAmeilyaM FairyGodmother3 destiianaa opicepaka RaihanaKSnowflake umenosekai aizawa_yuki666

veaaprilia MethaSaja sicuteaabis brynamahestri EnggarMawarni NyayuSilviaArnaz xxgyuu SerAyue Bae-nih Nurr_Salma Intanrsvln YuiKoyuri HeraUzuchii holladollam JuliaRosyad9 fffttmh AnjaniAjha Tyaswuri 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top