9. True Stalker

Tessa Violet — Crush
________

PERISTIWA yang terjadi kemarin terus membuat Insan kepikiran hingga dua hari berturut-turut. Bagaimana bisa ia lupa mengajak Rere bertukar kontak? Ah lagipula mana mungkin? Nanti kalau Insan meminta nomor ponsel Rere malah perempuan itu merasa risih!

Tatapan Insan tertuju pada tembok navy kamarnya. Ia masih duduk di atas kasur, mencopot kancing kemeja sage-nya sambil berpikir. Ia tidak mengerti kenapa belakangan ini pikirannya dihantui oleh bayangan Rere. Ya, memang Insan akui ia tertarik pada gadis itu. Tapi, sekarang ia buntu harus melakukan pengejaran bagaimana.

Insan masih ingat nama panjang Rere, Realita Kusuma. Nama yang jarang. Pernah sekali, ia mencoba cari di Instagram, tetapi nihil. Ia tidak menemukan akun perempuan itu di sana. Sempat pula Insan mencoba cari di list following Diana, lagi-lagi tidak ada.

Kini tubuh Insan hanya menyisakan kaos putih polos, ia merebahkan diri sejenak sambil mengingat-ingat perempuan itu. Haruskah Insan meminta bantuan Diana?

Enggan terlalu banyak berpikir, Insan langsung membuka kolom chat dengan Diana. Laki-laki itu terlalu malas untuk berjalan ke luar kamar dan mengobrol dengan adiknya secara langsung.

Insan Bakti: Di
Insan Bakti: Di
Insan Bakti: P
Insan Bakti: P
Insan Bakti: P
Insan Bakti: P
Insan Bakti: P
Insan Bakti: P
Insan Bakti: woy bales
Insan Bakti: P
Insan Bakti: P
Insan Bakti: P
Insan Bakti: P
Insan Bakti: P
Insan Bakti: P

Mendapati foto profil kontak Diana menghilang dan pesannya tak terkirim, Insan kontan melotot. Sadar adiknya telah memblokir kontaknya.

"Adek sialan, malah nge-block!"

Insan langsung beranjak keluar kamarnya, dan berlari ke kamar adiknya di lantai tiga. Tanpa mengetuk atau memanggil nama si pemilik kamar, ia langsung membuka pintu lebar-lebar.

"Di!"

Diana yang sedang duduk di kursi komputer, menoleh dengan raut datar, seolah terbiasa dengan perilaku abangnya. "Nggak usah kebiasaan spam P,P kalo nggak mau gue block."

"Salah sendiri orang nge-chat gak dibales-bales!"

"Gue tuh sibuk. Lo mah enak balik ngantor gak ada tugas. Lah gue?"

Gak ada tugas balik ngantor, ndasmu!

Insan mendengus. "Oke skip," katanya, malas. "Gue ke sini karna ada yang mau gue tanyain sama lo."

"Ape?"

Insan diam sebentar, memandang raut penasaran wajah adiknya. Tangan laki-laki itu berkacak pinggang. Tiga detik kemudian, ia menanyakan sesuatu yang ia harap tidak akan disesali nanti.

"Kenal sama yang namanya Rere nggak?"

"Rere?" Diana melirik sekilas ke abangnya yang sudah rebahan di kasurnya.

"Yang waktu itu di TU."

"Oh, Kak Rere— Realita?"

"Iya, Realita!"

Diana mengernyit, berpikir sejenak. "Nggak kenal yang pernah ngobrol gitu sih, cuma tau nama doang. Kenapa emang?"

Lagi-lagi Insan mendengus. "Nggak."

Diana mengubah posisi duduknya jadi menghadap Insan sepenuhnya. Tatapannya berubah penuh curiga. "Lo suka?"

"Nggak!" Sahutnya, cepat.

"Boong!" Seru Diana. "Terus kenapa tiba-tiba nanya kayak gitu?"

"Ya udah sih tinggal jawab aja!"

Diana mengernyit dan terkekeh. Fix. Dia naksir.
"Dia tuh kakak kelas gue. Pas gue kelas 1, dia udah kelas 3," ujarnya. "Anak IPA dia."

"Oh, gue kira dia anak IPS."

"Yang terkenal si Tita sama Aca tuh anak geng dia." Diana menjeda sejenak, mengingat-ingat sesuatu. "Kalo gak salah Kak Aca sekampus sama Kak Rere deh," tambahnya.

"Kuliah mana dia?" Insan mengubah posisi tidurannya jadi miring, memberi perhatian sepenuhnya pada adiknya.

"Gak tau."

Insan tiba-tiba diam sejenak. Laki-laki itu menghela napas, ia menggosok batang hidungnya dengan jari tengah. Ia tidak suka dibuat penasaran seperti ini.

"Masih Jakarta kan tapi?"

Diana memicingkan matanya, raut wajahnya kembali curiga. "Now you're being weird."

Insan kembali diam. Laki-laki itu mengubah posisi tidurannya jadi terlentang. Ia meraih boneka kecil di atas kepalanya dan menjadikannya bantal.

"Si Rere cowoknya kakak kelas lo juga bukan?"

"Kan! Fix lo suka dia!" Seru Diana, melotot.

"Emang salah?" Insan menyahut sok kalem. Ia kini mengeluarkan ponselnya. "IG-nya dia apa sih?"

"Gue nggak mutualan sama dia."

"Yaudah buruan deh lo follow."

"Lah kok jadi gue?" ujar Diana tak terima. "Lo yang naksir masa gue yang usaha?"

"Yaelah, cuma follow doang sih. Aneh lah anjir kalo tiba-tiba gue yang follow dia."

Perempuan berkaos kuning itu memundurkan leher. "Lah?"

"Kan kalo lo udah mutual-an sama dia gue bisa modus bilang nemu IG-nya dari suggest," jelas Insan.

"Idih dasar buaya!"

"Udah si cepetan follow!" Insan jadi gregetan sendiri.

"Kebab Donner dulu janji?"

"Iye. Large malah."

"Asik!" Diana langsung menyambar ponselnya dan membuka Instagram. "Coba ya gue cari—Re—"

Insan memutar matanya, dan mengubah posisinya jadi miring lagi menghadap Diana. Adek laknat emang nih anak apa-apa kudu sogok dulu!

"Ah nih!" Seru Diana begitu menemukan satu akun yang diikuti oleh beberapa orang terdekatnya. "Re dot ka-es-em." (Baca: re.ksm)

"Udah?" Insan langsung duduk.

"Gampang banget nama dia dicarinya. Mutualannya banyak yang samaan sih sama gue."

"Coba sini HP lo."

"Percuma di-private."

"Lah, introvert banget?" Insan mengerutkan dahi, merasa bingung. "Padahal kelakuannya kemaren sama sekali nggak mencerminkan orang introvert njir."

"Hah?" Diana melongo. "Dia emang ngapain kemaren?"

"Kepo lo."

"Dih! Dasar!"

Insan beranjak dari kasur. Ia mendekati Diana, mengambil ponsel perempuan itu. Alisnya tertaut melihat profile picture akun itu hanya warna peach solid. Diluar kesadarannya, ia mendecak. Lagi-lagi ia dibuat penasaran oleh perempuan itu.

"Cash atau top up gopay gue aja nih?" Tanya Diana melihat abangnya melangkah keluar dari kamarnya.

"I'll pay you when she accepted," sahut Insan sebelum pintu tertutup.

Saat hendak menuruni anak tangga, Insan berhenti sejenak. Ia membuka ponselnya, mengetikkan username Rere, namun ia tak mengeklik opsi follow. Ia menghela napas, haruskah ia mulai mengikuti akun perempuan itu besok?

"BANG! GUE UDAH DI ACCEPT!" Jeritan menggelegar Diana otomatis membuat Insan sprint ke kamar perempuan itu.

/r e a l  t a l k/

JARUM pendek jam menunjukkan pukul delapan malam saat Rere menghabiskan smoothie bowl buatan bunda. Pisang beku yang dihaluskan, dengan siraman jus buah naga, potongan kiwi dan remahan almond sebagai topping.

Sedangkan Aca, satu-satunya orang yang duduk di hadapan Rere terus memperhatikan sahabatnya makan dengan tatapan ngeri— atau lebih tepatnya prihatin.

Padahal, pemandangan ini bukanlah hal baru baginya. Namun, entah mengapa, melihat Rere dengan anteng menikmati makanannya membuat Aca yakin jika memang temannya berasal dari planet lain.

Bagaimana bisa Rere hidup tanpa makan malam selain konsumsi buah atau daging? Aca ingat bagaimana Rere menjelaskan jika dirinya skip konsumsi karbohidrat berbau tepung dan beras di malam hari.

Rere membersihkan mulutnya dengan tissue, ia mengubah posisi duduknya menjadi lebih rileks, enggan beranjak.

"Apa sih enaknya?" Mungkin ini sudah kali ke-tujuh juta Aca bertanya demikian.

Dan seperti biasa, Rere juga selalu menyahut, "Ambil sendok, cobain."

Perempuan berkaos pink is the new black itu mencomot satu buah jeruk baby dari atas keranjang di meja. Ia mengupas buah itu sambil memandang Rere yang kini meneguk mineral yang baru saja ia tuang sambil memainkan ponsel.

"Eh, lo kenal Diana Permatasari nggak sih?" Perempuan berkaos Shaun The Sheep itu membuka aktivitas akun Instagramnya yang baru saja bertukar follow dengan akun seseorang.

"Adek kelas kita deh kalo nggak salah," sahut Aca. "Kenapa emang?"

"Enggak, dia follow gue, tapi mutualan sama lo, terus sama Syifa juga."

"Emang di feeds dia nggak ada foto dia pake seragam?"

"Feedsnya nol. Gak ada foto sama sekali."

Tanpa membalas ucapan Rere, Aca meraih ponselnya yang tergeletak di dekat holder sendok. Ia membuka kolom pesan dengan pacarnya, Abi.

"Eh, menurut lo Abi tuh setia nggak sih?"

Aktivitas Rere yang sedang scrolling random langsung terjeda, ia menatap Aca dengan sorot aneh. "Emang dia kenapa?"

"Nggak tau ih belakangan susah diajak telfonan."

Rere memutar matanya. "Ya mungkin sibuk? Jangan over clingy gitu ah."

"Ih lo nggak ngerti sih, dia kan tadinya bener-bener ngabarin mulu kalo ada apa-apa! Sekarang mah boro-boro!"

"Mungkin Abi pengen me-time dulu?" Rere mencoba menenangkan sahabatnya.

"Masa nggak ada bilangnya banget sih, Re?"

Iya juga ya? Rere menghela napas, otaknya mulai memikirkan hal-hal negatif. Namun, ia bukan teman yang jahat. Perempuan itu meletakkan ponselnya di atas meja.

"Emang kapan terakhir kalian deep talk?"

"Pas menjelang kelulusan kemarin."

"Pantes." Sebelum Aca menyahut atau bertanya, Rere langsung menjelaskan maksudnya, "Dia kan punya dunia yang baru, jadi ya masih di fase transisi mungkin?"

Aca terdiam. Omongan Rere ada benarnya juga. Lagipula kan ia dan Abi baru berpacaran tiga minggu, wajar bila ia baru menemukan sisi lain yang sebelumnya tak pernah muncul di diri laki-laki itu.

"Sumpah gue nggak siap Abi berubah si. Tau gitu dulu gue ikut dia aja ke Surabaya."

"Lah, lebay."

Aca mendecak pelan. "Gue gak mau Abi berubah!"

Rere membalas omongan sahabatnya dengan acungan jari tengah, dan raut datar. Ia mengambil ponselnya lagi. Saat ia tengah asyik menggulir feeds, tiba-tiba ada notifikasi muncul di pop up.

Dianaprmtsr likes your picture.

Penasaran penasaran akan fotonya yang disukai oleh Diana, Rere membuka Namun, dalam hitungan detik, notifikasi itu hilang. Bahkan di riwayat aktivitas akunnya pun tidak ada.

"Lah kok notifnya ilang?" gumam Rere pelan.

"Kenapa, Re?"

"Kayaknya si Diana lagi stalking gue deh terus ke-like, soalnya tadi mucul di pop up, tapi di notif udah nggak ada."

______

Hehe gmn deh cerita ini menurut kalian so far? Kwkw

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top