That Night

21:35

"Kemana sih Mike, katanya mau ke sini?" gumamku.

Aku yang masih berhadapan dengan beberapa tumpukan buku tugas, sembari ditemani segelas susu hangat tepat di sebelah laptopku.

"Hem enaknya." Seteguk susu hangat menemani kesendirianku, sepoi angin yang berhembus melewati jendela kamar yang sengaja kubuka kan untuk Mike agar sewaktu dia bisa masuk tanpa harus mengganguku untuk membukakannya.

Duk Duk Duk

Terdengar suara decitan langkah kaki tepat di belakangku dengan sepatu botsnya membuat langkahnya seakan menggema di seluruh ruang kamar ini, kutolehkan pandanganku membelakangi posisi awal.

"Tidak ada apa-apa." Yang terlihat pun masih sama seperti sebelumnya, kuhiraukan hal itu dan kembali menoleh ke arah tumpukan buku tugas. Tapi sebelum hal itu terjadi seketika dengan tiba-tiba seseorang telah mengagetkanku.

Kudapati Mike yang sudah berada tepat di atas meja belajar dengan terduduk sila sembari menopang kepala menggunakan dua tanganya.

"Ya ampun Mike," sontakku.

"Hi sayang." Masih dengan posisi awalnya sembari tersenyum padaku.

"Ih, kamu tuh ya bikin kaget aja!" balasku seraya memukul tangannya.

"Ayo turun gak dari situ?!" lanjutku.

"Iya iya." Dengan cepat dia pun terlonjak dari meja belajarku.

"Maaf ya baru datang," lanjutnya.

"Iya gak apa kok, lagian aku juga masih ngerjain tugas!" sahutku.

"Sayang ke luar yuk?!" Ajak Mike.

Aku yang masih terduduk di kursi fokus dengan beberapa tumpuk tugas di depan sampai-sampai tidak menggubris pembicaraannya.

"Sayang," bisik Mike terdengar sangat dekat di telinga kiriku.

"Hem," balasku.

"Bebek sayang." Sembari mendekatkan pipinya ke pipiku juga merangkul pundak kananku.

"Mike tolong," ucapku dengan posisi yang masih sama seperti semula dengan tangan kanan yang masih memegang pulpen.

"Hem, aku udah datang. Kamu malah tidak mempedulikanku," katanya dengan kesal seraya menjauhkan pipinya dari pipiku.

"Tunggu Mike," sahutku.

"Kamu terus saja pedulikan tugas itu," balasnya.

"Iya bentar Mike, bentar."

"Nah sudah selesai," lanjutku menutup buku dan menaruh kembali pulpen itu. Seraya menoleh ke arahnya yang terlihat sangat kesal.

"Gitu aja ngambek," ucapku.

Seraya aku berdiri menghadapnya, tapi usahaku untuk membujuknya pun sia-sia. Dia terus saja memalingkan pandangannya dan berbalik membelakangiku. Segera juga aku melangkah memutari Mike dan menghadapnya tepat sekarang dia yang sudah di depanku, lagi-lagi dia melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan sebelumnya. Hampir tiga kali dia melakukan itu padaku. Aku yang tidak ingin terus berlalu seperti ini, langsung memeluk tubuhnya dari belakang.

"Mike jangan seperti kekanak-kanakan!" Dia masih saja membungkam mulutnya untuk berbicara denganku.

"Mike tolong mengerti," ucapku sembari mengeratkan pelukan.

"Aku sayang kamu," lanjutku.
Dan seketika itu pun Mike langsung berbalik badan dengan tanganku yang dipegang olehnya.

"Baru kali ini aku mendengar kata-kata itu langsung dari bibir manismu," sahutnya dan tersenyum menatapku.

"Jadi kamu tidak marah?"

"Siapa yang bilang kalau aku marah?" sahutnya sembari tertawa jail padaku.

"Kamu nyebelin!" ucapku.

"Siapa suruh tadi tidak mempedulikanku."

"Iya aku ngaku salah deh, maaf ya?!"

"Loui ayo ke luar?!" Ajaknya.

"Ngapain malam-malam ke luar?"

"Ya cari angin malam aja," balasnya.

Seraya tanganku pun menunjuk ke arah jam yang berada di atas nakas tepat di samping tempat tidur.

"Hem jam sebelas kurang dua puluh menit. Tapi gak apa, ayolah Loui bentar aja?" Rayunya dengan memperlihatkan wajah memelasnya.

"Tapi---"

Belum sempat aku selesai berbicara, seketika tangannya pun menarik tanganku dan keluar dari jendela.
"Mike tunggu." Dia yang sudah keluar melewati jendela, sedangkan aku yang masih di dalam untuk mengambil sepatu botsku.

"Mike, tolong bantu aku!" pintaku yang kesulitan untuk keluar melewati jendela karena memang tanganku yang masih membawa sepatu.

Mike pun seraya membungkuk kan tubuhnya, menyuruhku untuk naik ke punggungnya dan sekarang posisiku yang sudah digendongnya. Segera bergegas menuju ke halaman depan yang memang motor Mike diparkir di halaman depan.

"Sudah, pakai dulu sepatumu!" ucapnya seraya menurunkanku dari punggungnya.

Aku pun memakai sepatu botsku dengan tergesa-gesa, aku takut kalau sewaktu-waktu bibi Lena mengetahui ini karena memang jelas hari yang sudah sangat larut malam, mana boleh anak perempuan pergi selarut ini.

"Oke, sudah siap." Bergegas untuk menaiki motornya.

                             *****
Aku tidak tahu apa yang difikirkan Mike saat ini, terlebih dia sekarang seorang yang sangat aku sayangi. Kali ini dia tidak mengajakku pergi ke suatu tempat seperti gedung pencakar langit ataupun tempat indah lainnya.

Jalanan ini terlihat sangat sepi sekali tak ada seorang pun yang menampakkan batang hidungnya, ditambah lagi angin malam yang berhembus sangat terasa dingin sekali hingga menembus baju yang melekat pada tubuhku, dan itupun berhasil membuat bulu leherku seakan berdiri.

Tiba-tiba Mike menghentikan laju kendaraannya tepat di seberang perempatan, tidak terlalu terang hanya ada satu lampu penerang jalanan yang berada tepat di atas kami. Apa yang dilakukan Mike di tempat seperti ini? Tidak ada yang menarik menurutku yang ada hanya rasa sedikit takut!

"Mike kenapa berhenti?" tanyaku yang masih berada di belakang Mike.

"Bentar Loui, ada sesuatu yang mencurigakan di sini!" balasnya dengan suara yang hampir tak terdengar.

Seketika itu mesin motornya dimatikan dan beranjak turun, sementara aku juga mengikuti apa yang dilakukannya.

"Loui tunggu di sini ya!" pinta Mike.

"Kamu mau ke mana?" tanyaku memegang tangannya.

"Aku mau memastikan bahwa di desa seberang baik-baik saja!"

"Aku ikut ya?! Aku takut di sini sendiri," ucapku.

"Ya sudah, ayo. Tapi kamu tetap di belakangku ya!" balasnya.

Aku hanya menganggukkan kepala dan kami pun seraya melangkahkan kaki menuju perempatan itu, tanganku yang masih menggenggam tangannya dan mengikuti langkahnya dari belakang.

Di depan yang terlihat seperti sebuah desa tetapi hanya ada beberapa rumah yang berjejer di sana. Penerangannya pun masih sangat sederhana dengan menggunakan lampu minyak yang di gantungkan tepat di atas teras masing-masing rumah, suasananya pun masih sama ketika kami berada di seberang perempatan. Tidak ada seorang pun di sini, mungkin mereka semua yang sudah terlarut di dalam bunga tidur masing-masing.

Tak terasa kami yang sudah berada tepat di depan rumah salah seorang, hening yang kurasakan di sini seperti tidak ada orang yang menempati bagaikan desa mati!

"Tolong!!" Terdengar sangat nyaring di telingaku.
Itu benar-benar suara seseorang yang berteriak meminta tolong, berasal dari rumah paling ujung. Mike dengan cepat menarik tanganku dan berlari menuju suara itu berasal.

"Tolong tolong!!" Untuk kedua kalinya suara itu kembali terdengar.

Kami yang sudah berada di depan rumah itu, dan Mike seraya mendobrak pintu rumah tersebut. Satu kali tidak terbuka, dan untuk yang kedua kalinya pun berhasil dibuka. Kami mendapati seorang wanita yang menangis tepat di atas tubuh yang terbaring di lantai itu, aku seraya ingin masuk ke dalam menolong wanita itu tetapi usahaku untuk masuk terhalang oleh Mike.

"Tunggu!" kata Mike.

"Kenapa? Aku ingin menolongnya," sahutku menatapnya.

Tiba-tiba Mike segera membawaku menjauh dari rumah itu, dan kami mendapati beberapa orang yang keluar dari masing-masing rumah itu sekitar tujuh orang yakni tiga wanita, empat laki-laki.
Aku menghampiri salah seorang laki-laki itu dengan badannya yang cukup terlihat kekar.

"Pak, tolong ada seseorang yang tergeletak di rumah itu!" pintaku dengan nada yang keras sembari menunjuk ke arah rumah tadi.

Tetapi seseorang itu hanya terdiam dan terus saja berjalan ke arahku, aneh sekali bukan. Tak lama kemudian dia mengeluarkan sesuatu dari mulutnya, sesuatu yang sangat tajam seperti ujung pisau belati yang tertancap didua ruas giginya.

Aku tersentak setelah melihat semua orang yang keluar dari rumah itu, mereka semua bukanlah manusia melainkan vampir. Dan seorang laki-laki bertubuh kekar itu dengan tiba-tiba berlari menuju ke arahku, dengan sigap Mike menggenggam tanganku dan menarikku menjauh dari tujuh vampir itu, tapi usahanya untuk membawaku pergi terhalang oleh seseorang yang tak asing lagi.

Ya, seseorang itu adalah wanita yang meminta tolong di dalam rumah tadi, kukira dia manusia sepertiku tapi dugaanku itu sangatlah salah. Dia juga salah satu dari mereka, menggeram tepat di hadapan kami dengan sangat keras dan mengeluarkan sepasang taringnya.

Kali ini aku benar sangat ketakutan, peluh dingin yang mulai keluar dari seluruh tubuh. Di depan ada seorang vampir wanita itu dan di belakang disusul tujuh vampir. Mike yang masih menggenggam tanganku, terlihat tepat di mata wanita itu penuh dengan ketakutan tetapi di sisi lain ada kekuatan yang mungkin saja bisa mengalahkan ketakutannya.

Seketika itu juga wanita itu menatapku dengan kedua bola matanya yang begitu sangat tajam, dia juga melakukan hal sama persis apa yang dilakukan Claria padaku. Dia menghirup udara sekitar sembari menutup matanya, setelahnya langsung membuka mata seraya berlari ke arahku.

Mike yang sudah tahu apa yang ingin vampir itu lakukan, dia menarikku dengan sangat keras hingga terasa sakit di pergelangan tangan kanan. Tetapi wanita itu berhasil meraih tanganku dengan mencakar tepat pada di pergelangan kiri, kukunya yang sangat tajam menggores pergelanganku itu cukup membuatku merasa kesakitan, perih rasanya dan mungkin juga mengeluarkan cairan segar berwarna merah.

Tetapi mungkin Mike tidak menyadari hal ini dan terus menarikku. Alhasil vampir itupun berhasil melepaskanku, akhirnya kami berhasil menjauh dari mereka semua dan menuju ke seberang perempatan di mana terdapat motor Mike. Seraya bergegas meninggalkan tempat itu, itupun hanya untuk mengulur waktu saja!

Aku mencoba menoleh ke belakang dan mendapati mereka yang mengejar menyusul kami disusul juga wanita itu berlari dengan sangat cepat tepat hanya beberapa meter saja dari kami.
"Mike mereka mengejar kita!" ucapku.

Akhirnya Mike menambah laju kecepatan motornya, dan akupun mengeratkan peganganku pada Mike dengan memeluknya. Tetapi tetap juga mereka yang belum menyerah sama sekali, apa mungkin karena darahku yang terus saja keluar dari pergelangan kiriku ini?

Kali ini jaraknya sudah cukup jauh, Mike menghentikan motornya dan langsung turun. Akupun mengikuti apa yang dilakukannya, dengan tangan kananku yang memegang pergelangan kiriku!

"Loui, balutkan kain ini di pergelanganmu!" pinta Mike sembari memberiku sebuah kain yang baru saja dirobekkan dari kemejanya.

Dia benar-benar sangat mengkhawatirkanku dengan caranya yang sungguh membuatku tambah sayang padanya, hanya gara-gara luka sekecil ini dia rela melakukan apapun! Akupun segera membalut lukaku menggunakan kain kemeja milik Mike.

"Mereka akan terus mengikuti kita, jika tidak aku hentikan!" ujar Mike maju ke depan dan terlihat mereka yang sudah berada mungkin pada jarak seratus meter.

"Mike jangan!" pintaku.

"Tidak apa Loui, mereka yang masih belum terlalu mahir dalam urusan bertarung. Mereka bukanlah vampir sepertiku, mereka masih dalam proses untuk keabadiannya!" jelas Mike.

"Tapi Mike---"

Usahaku untuk melarangnyapun gagal, Mike yang sudah berlalu menuju ke arah mereka, menghajar satu per satu dari mereka. Memang benar terlihat dari mereka yang belun terlalu mahir dalam bertarung, kini tiga sudah terhuyung jatuh ke jalanan. Tinggal lima lagi yang tersisa termasuk wanita yang mencakarku tadi, empat dari vampir itupun menyerang Mike secara bersamaan dan kini Mike dihajar tepat pada dagunya seketika itu diapun terhuyung jatuh ke jalanan.

"Mike!" teriakku.

Waktu kupanggil, dia menatapku dengan rasa bersalahnya dan kembali berteriak.

"Lari Loui!!"

Akupun mencoba berbalik dan seraya berlari menjauh dari mereka, dan itupun tidak seperti yang aku inginkan. Aku terhalang oleh wanita tadi dengan sangat erat dia sudah menggenggam kedua tanganku!

"Mike tolong!!" Terlihat sungguh jelas di mata Mike, kali ini dia mungkin tidak bisa menolongku. Dia terus-terusan dihajar oleh empat vampir itu dan aku tidak tahu lagi harus berbuat apa, yang aku lakukan sekarang hanya pasrah!

Bersambung!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top