That Night 2
Dia masih terus berusaha untuk menyerang empat vampir itu, dengan tangan kosongnya pun mereka belum bisa dikalahkan olehnya. Berulang kali dia terhuyung jatuh ke jalanan. Aku yang terdiam mematung di sini, tepat tangan wanita terkutuk itu masih menggenggam erat kedua pergelanganku dengan sedikit bantuan kukunya yang menancap di kulit, itu sungguh sangat sakit!
Dengan hanya melihatnya yang terus-menerus tersungkur ke jalanan, hingga tak kuasa untuk membendung air mata ini. Yang kulakukan sekarang hanya melihatnya dengan keadaan yang seperti itu, seketika air mata pun menetes membasahi pipi hingga jatuh membanjiri raut wajah.
Apa yang dia lakukan saat ini benar-benar membuatku tidak tega untuk melihatnya, aku yakin Mike tidak semudah itu berputus asa! Mencoba berdiri dan menghajar kembali mereka, hal itu terus dia lakukan. Aku tidak ingin terus terdiam di sini, aku tidak akan menyerahkan nyawaku pada wanita terkutuk ini.
Dan kembali memberontak seraya ingin melepaskan gengamannya! Beberapa kali terus dan terus kucoba. Aku ingat kata-kata Mike Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, selagi kita terus berusaha pasti usaha kita tidak akan sia-sia!
Hingga akhirnya datanglah seorang lelaki yang secara tak kusadari langsung menghantam tubuh wanita terkutuk itu dan dia berhasil melepas genggamannya!
"Loui kamu tidak apa?" tanya lelaki itu tepat di depanku tanpa menoleh ke belakang.
"Tidak, aku tidak apa. Tolong, tolong bantu Mike!" pintaku menunjuk ke arah depan.
"Ressa bawa Loui pergi dari sini!" pinta lelaki itu, dan dia benar-benar seorang yang sangat aku kenal.
"Baik," balas Ressa tepat di sampingku dan langsung memegang pergelangan kananku.
Terlihat wanita terkutuk itu yang masih tergeletak di jalanan, seketika itu pun dia berdiri dan berlari ke arahku. Tapi usahanya berhasil dihadang oleh Cristan, spontan Cristan langsung menghajarnya dari samping dan wanita itu kembali tersungkur di jalan pada saat itu juga Cristan seraya menghampirinya dengan keadaan yang terbaring di atas aspal, dipegangnya kepala wanita terkutuk itu dan langsung saja dipenggal oleh Cristan.
Itu sungguh sangat tidak wajar bukan, bagaimana mungkin tidak wajar? Cristan dengan rasa tidak bersalahnya langsung memenggal kepala itu, tanpa rasa kasihan sedikit pun. Karena memang itulah cara agar mereka bisa dimusnahkan, tidak berbeda jauh dengan apa yang Mike lakukan waktu pertama kali dia membunuh Jacob!
Sebelum Cristan melakukan hal itu padanya dia beberapa kali menggeram dengan sangat keras hingga kedua telingaku dapat menangkap geraman itu dengan jelas.
Setelah dia sudah benar-benar mati, Cristan seraya berlari menuju ke arah Mike yang masih dihajar oleh empat vampir itu dan langsung dihantamkannya tubuh dari vampir satu ke satunya lalu kini mereka berdua saling hajar-menghajar empat vampir itu!
"Loui, kubawa kau menjauh dari sini!" ucap Ressa sembari menyalakan mesin mobilnya.
"Tapi Mike?" tanyaku menoleh ke arah Ressa.
"Sudah. Ada Cristan yang membantunya!" balasnya, dan segera kami meninggalkan jalanan itu.
Sejak saat itulah aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, dan kini Ressa membawaku pulang ke rumah. Tak lama kami pun sudah sampai di depan rumahku.
"Loui, tunggu di dalam ya?!" Seraya membuka pintu mobil dan keluar.
"Iya," singkatku.
"Bagaimana keadaannya? Dia baik-baik saja kan?!" Terdengar nyaring di telingaku, kutolehkan pandangan ke arah asal suara itu.
Kudapati Mike dan Cristan yang sudah ada di belakang.
"Iya, Loui baik-baik saja kok. Dia ada di dalam!" Mike pun berjalan ke arahku.
"Bagaimana keadaanmu?" tanyanya sembari membukakan pintu mobil.
"Mike!" Seraya keluar dan langsung memeluknya.
"Aku tak apa, tapi bagaimana denganmu?" lanjutku melepas pelukkan, menatap ke arahnya.
"Tidak, aku tidak apa kok!"
"Hei, kalian terima kasih ya?!" teriak Mike menoleh ke arah Cristan juga Ressa.
"Iya Mike, sebenarnya ini berkat Ressa," sahut Cristan menghampiri kami.
"Ah tidak, yang terpenting sekarang Loui baik-baik saja!" balas Ressa.
"Makasih ya semua," sahutku.
"Iya, sama-sama Loui. Ya sudah kami pulang dulu ya?!" ucap Ressa.
"Ya sudah sekali lagi terima kasih Ress, Cris," sahut Mike.
"Hati-hati di jalan," teriakku.
"Baik." Mereka akhirnya tak terlihat oleh pandanganku.
"Loui ayo masuk dulu?!" Ajak Mike.
"Iya." Berjalan menuju ke sebelah rumah tepatnya di depan kamarku, dengan beriringan sembari tangannya merangkul pundakku.
Tiba juga di depan jendela kamar, lalu dia menggendongku dan seraya melompat masuk melewati jendela. Dan menurunkanku tepat di atas kasur.
"Loui apa ada obat di kamarmu?" tanya Mike memegang pergelangan kiriku.
"Ada, coba cari di laci meja belajar."
Segera berdiri, berjalan menuju meja belajarku lalu dibukanya laci itu dan merogoh isi di dalamnya. Di sana memang terdapat satu kotak yang berisikan alkohol juga obat merah dan segulung kain kasa. Dia pun berbalik dan berjalan ke arahku dengan membawa sebuah kotak. Lalu menaruhnya tepat di atas kasur sebelahku, dan membuka lukaku yang tadinya masih terbalut oleh kain kemejanya.
"Aw sakit!" pekikku dengan merasa kesakitan sembari menggigit bibir bawahku.
"Maaf ya, kalau tidak segera diobati mungkin akan terjadi infeksi," ucapnya menatapku.
Aku yang hanya menahan rasa sakit ini sembari terus menggigit bibir bawahku, tak lama setelah itu segera dia membalutkan kain kasa ke lukaku.
"Kuharap lukamu segera sembuh dan tidak membekas!" katanya dengan rasa bersalahnya.
Kini rasa sakit yang kurasakan itu sudah sedikit terhenti.
"Mungki besok juga sudah sembuh," balasku menatap ke arahnya.
"Maafkan aku ya Loui?" Memalingkan wajahnya.
"Tidak Mike, ini semua bukan salahmu!" jawabku sembari memegang kedua pipinya, mengarahkannya tepat di depanku.
"Seharusnya tadi aku tidak mengajakmu untuk pergi ke sana," sahut Mike.
"Tidak, ini semua salahku. Coba saja aku tetap menuruti perkataanmu untuk tetap menunggu di seberang perempatan itu. Mungkin ini semua tidak akan terjadi Mike," jelasku.
"Tidak Loui, aku yang bersa---"
"Sudah cukup!" Seraya kudekatkan wajahku dengannya.
Bukan keinginanku untuk menciumnya, tetapi inginku menyandarkan kening tepat di keningnya. "Aku menyayangimu," ucapku dengan suara yang hampir tak terdengar. Terlihat di bibir merahnya dengan secara bersamaan memperlihatkan kedua lesung pipitnya. Dia pun seraya melepas sandaran keningku dan beraling memegang kedua lenganku.
"Sudah, kamu tidur ya!" pinta Mike.
"Tidur?"
"Iya, ini sudah sangat larut malam."
Memang jam yang sudah menunjukkan pukul 01.25, aku pun seraya membaringkan tubuh ini ke kasur. Mike yang ikut terduduk tepat di samping tubuhku sembari menggenggam tangan kananku dan mengelus pucuk kepalaku.
"Apa kamu tidak mau tidur?" tanyaku menatapnya.
"Tidak, aku tahan meski tidak harus tidur selama seminggu pun," balasnya seraya tersenyum padaku.
"Baiklah," singkatku.
Aku yang sedari tadi sudah merasa sangat lelah, dan lama-kelamaan pun mata ini menutup dengan sendirinya sekarang pun aku tidak dapat mendengar apa yang terjadi di sekitarku kini semua sudah menjadi hitam.
_______________
Mike Pov
Aku yang masih menggenggam erat tangannya, kulihat jam yang berada di atas nakas sudah menunjukkan pukul 04.05 pagi. Aku yang tidak ingin ada salah paham antara Bibi denganku dan memutuskan untuk segera keluar dari kamar Loui. "Aku sangat menyayangimu, Loui." Kukecup keningnya, dan lanjutku "selamat tidur ya bebek!" Sembari melangkahkan kaki menuju jendela kamar untuk keluar, dan tak lupa kututup kembali.
Setengah jam perjalanan, kini sudah sampai tepat di depan rumah dan segera kutemui Ayah di ruang kerjanya. Memang keluarga kami yang jarang tidur untuk merebahkan tubuh, itu sudah biasa bagi kami.
"Ayah." Kuketuk pintu ruang kerjanya.
"Iya masuk saja Mike!" balasnya.
Cklek!!
"Ada apa Mike, tumben jam segini mencari ayah?" tanya ayah yang masih menghadap laptopnya.
"Jadi begini yah, aku sama Loui tadi malam ke luar untuk cari angin malam." Belum selesai berbicara ayah langsung menyahut, "terus apa hubungannya dengan ayah?"
"Tunggu yah, aku belum selesai bicara. Dan kami pun mendapati sebuah desa, lebih tepatnya hanya terdapat lima rumah saja yang berjejer di sana. Setelah kami pergi untuk memastikan tak terjadi apa-apa pada desa itu, juga terdapat seorang yang berteriak meminta tolong. Sebab kejadian itulah kami terus mendekat ke salah satu rumah asal suara tersebut. Setelah aku menyadarinya dan ternyata mereka semua bukanlah manusia, terdapat delapan vampir yang keluar dari masing-masing rumah itu. Apa mungkin Claria yang melakukan ini?" jelasku.
"Claria? Mungkin bisa jadi dia!" Menoleh ke arahku.
"Tapi bagaimana keadaan Loui, dia baik-baik saja kan?" lanjut ayah menatap tajam mataku.
"Iya yah, hanya saja salah satu dari mereka berhasil menggengam dan mencakarnya," jawabku merasa bersalah.
"Syukurlah," ucap ayah sembari berdiri dari kursi duduknya lalu menghampiriku.
"Untung saja mereka tidak sampai menggigitnya," lanjutnya.
"Tidak. Itu tidak akan terjadi!" sahutku.
"Iya, aku tahu Mike kamu begitu sangat mencintainya," kata ayah seraya merangkul dan tersenyum ke arahku.
"Bagaimana kalau dia terluka hanya gara-gara aku ada di dekatnya?" tanyaku.
"Tidak Mike, kamulah satu-satunya orang yang akan bisa menjaganya!" balasnya sembari melepas rangkulannya dan beranjak menuju jendela kaca.
"Tapi aku tidak yakin akan hal itu yah," ucapku.
"Yakinlah pada dirimu sendiri Mike!" Berbalik sembari jari telunjuknya menunjuk tepat ke arah dadaku.
"Oh ya, nanti coba ayah akan pastikan apa yang sebenarnya terjadi di sana," lanjutnya.
"Iya yah." Seraya meninggalkannya dan keluar dari ruang kerja.
Kulangkahkan kaki menuju kamar dan mengambil handuk untuk segera mandi, lima belas menit pun telah berlalu aku yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang masih terbelit handuk pada setengah badanku, seraya membuka lemari pakaian memilih baju untuk kupakai hari ini.
Kali ini aku memakai kemeja berwarnakan biru serta celana jeans berwarnakan hitam, tak lupa dengan sedikit semprotan parfum pada tubuhku. Kulirik jam yang terdapat di atas nakas sudah menunjukkan pukul 05.50 dan segera aku mengambil tas, tak lupa untuk memakai sneakers hitamku. Setelah selesai aku beranjak meninggalkan kamar dan meraih kunci motorku tepat di atas meja belajar.
Bukk!!
"Hey Mike! Kalau keluar biasakan lewat pintu," teriak ibuku yang sudah berada di taman menyirami bunga.
"Iya maaf bu, aku cepat-cepat. Tidak ingin membuat Loui menunggu!" sahutku dan tetap berjalan tanpa menoleh ke arahnya.
Memang kebiasaanku yang keluar melewati jendela kamar, bukan dengan pintu kamar karena menurutku akan sangat lama daripada melewati jendela yang tidak membutuhkan cukup tenaga untuk menuju ke garasi, karena memang garasinya tepat berada di belakang kamarku. Ibuku yang sangat menyukai berbagai bunga yang dia tanam di taman dan jam yang masih sangat pagi pun sudah berada di sana.
"Memang kamu tidak punya sopan santun Mike, terus saja kata-kata itu kamu ulangi," sahut ibu.
Aku yang tidak ingin terus mendengar ocehannya yang menggelegar di telingaku, seraya berbalik dan berlari ke arahnya tepat kini sudah berada di depannya, langsung saja kukecup keningnya.
"Aku sayang Ibu, ya sudah berangkat dulu bu!" Sembari melepas kecupanku.
"Memang dasar kamu, anak yang bisa membuat hati ibu luluh," sahutnya tersenyum padaku.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman dan anggukan, lalu berbalik menuju garasi.
"Hati-hati ya Mike!" teriak ibu.
Cukup membalasnya menggunakan isyarat dengan mengangkat jempol tanganku, dan berlalu tanpa menolehnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top