Ressa's House
Kulihat tepat di jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 14.00, kami segera meninggalkan kelas.
Tidak langsung untuk pulang, melainkan pergi ke suatu tempat.
Yang kutahu ini bukan arah jalan pulang ke rumahku, tetapi jalanan ini mengarah ke rumah Mike. Aku kira dia mengajakku ke rumahnya, tetapi dia tidak menghentikan sepeda motornya ketika sudah melewati depan rumahnya.
Seketika Mike menghentikan motornya tepan di depan rumah seseorang yang aku belum pernah ketahui, rumahnya yang memang tidak begitu jauh dengan rumah Mike. Hanya saja berseberangan dan mungkin sekitar 20 meter jaraknya.
Bentuk rumahnya tidak terlalu berbeda dengannya, tetapi kulihat rumah ini memang sedikit lebih kecil dan bernuansa polos tepat hanya terdapatkan cat berwarna putih yang melumuri dinding-dinding besertakan pintu rumahnya.
Dari kejauhan aku melihat seseorang menghampiri kami. Mike pun seraya mematikan mesin motornya dan menyuruhku untuk turun.
"Hey Mike." Ucap seorang laki-laki itu, dan ternyata dia Cristan.
Jadi ternyata ini rumahnya Ressa.
"Hey Cris." Ucap Mike, menghampirinya.
"Ayo masuk." Ajak Cristan.
"Iya, Ressa kemana?" Sahutku.
"Ressa ada di dalam." Ucap Cristan sembari membukakan pintu.
"Tumben, sepi rumahmu?" Ucap Mike.
"Iya, tadi orangtua kami sedang keluar. Mungkin sebentar lagi pulang." Ucap Cristan.
"Bentar aku panggil Ressa dulu, silahkan kalian duduk." Lanjutnya.
"Sayang!" Teriak Cristan sembari berjalan menuju belakang.
"Iya, sebentar." Sahut Ressa dengan suara lantangnya.
"Ada apa?" Ucapnya menghampiri Cristan.
Belum sempat Cristan berbicara, Ressa sudah melihat kedatanganku yang memang tak sengaja aku mengikuti Cristan dari belakangnya.
"Eh Loui." Ucap Ressa.
"Iya. Maaf ya, aku diam-diam mengikutimu Cristan?"
"Iya, tidak apa-apa kok Loui! Ada yang bisa kubantu?" Sahut Ressa.
"Kamar kecilnya di mana ya?" Ucapku yang memang sedari tadi ingin pergi ke kamar kecil.
"Oh, ini Loui. Kamu lurus aja sampai mentok terus belok kanan, kamar yg paling ujung sendiri ya." Jelas Ressa.
"Iya, makasih Ress."
Akupun seraya meninggalkan Ressa dan Cristan dan segera menuju kamar kecil.
"Loui ke sini sama Mike ya?" Ucap Ressa memandang Cristan.
"Iya."
"Sekarang di mana?"
"Di ruang tamu!"
"Ya sudah cepat temui Mike. Nanti aku nyusul." Ucap Ressa sembari mendorong Cristan.
Aku yang sedari tadi ingin ke kamar kecil, tetapi masih juga belum menemukannya. Kulewati setiap kamar yang terdapat di rumah ini.
Kata Ressa lurus terus belok kanan paling ujung.
Kulihat sebuah kamar yang jaraknya tidak terlalu jauh dariku, seraya aku menujunya.
Kukira rumah Ressa kecil, iya memang terlihat kecil dari luar tetapi di dalamnya cukup luas juga dan ada banyak beberapa kamar.
"Akhirnya lega juga." Ucapku keluar dari kamar kecil.
Akupun seraya bergegas menuju ke ruang tamu, di mana Mike yang sedang menungguku. Tetapi ada sesuatu yang menghalangi keinginanku untuk segera bergegas, terlihat ada sebuah lorong tepat di samping kamar kecil itu. Membuatku terhenti sejenak, dan terdapat beberapa lampu di setiap dinding kiri dan kanannya.
Aku sengaja melangkahkan kakiku mendekat, untuk melihatnya dengan rasa penasaranku. Tetapi belum sempat aku sampai di dasar lorong, hanya beberapa anak tangga yang aku turuni. Seseorang mengagetkanku.
"Loui, apa yang kamu lakukan?" Ucap Mike yang tidak jauh dariku. Seraya aku menoleh ke belakang.
"Mike! Kenapa kamu di sini?" Ucapku yang sedikit kaget.
"Aku cuma memastikan, kamu baik-baik saja!" Ucap Mike sembari memegang tanganku.
"Aku baik-baik saja."
"Sudah, ayo kembali." Ucap Mike menarik tanganku.
"Mike tunggu, ada sesuatu di bawah sana." Ucapku melepas genggamannya.
"Apa! Sudah ayo kembali saja. Aku tidak mau kalau Cristan dan Ressa mengetahui, kamu sedang ada di sini."
"Tapi Mike----"
"Kembali saja." Tegasnya, sembari menarik tanganku.
Akupun menuruti perkataannya. Berjalan beriringan menuju ruang tamu.
"Maaf ya lama." Ucapku.
"Iya tidak apa-apa kok, anggap saja seperti rumah sendiri." Sahut Ressa yang sudah terduduk di kursi.
Kami pun kembali duduk di kursi tamu.
"Makasih ya kemarin." Ucap Mike sembari tersenyum.
"Soal Claria ya?" Sahut Cristan.
"Iya, aku berhutang pada kalian!" Ucap Mike.
"Tidak kok Mike, sepantasnya saja Claria juga musuh kita." Jelas Ressa.
"Iya. Betul kata kekasihku." Lanjut Cristan.
"Untung saja kalian tepat waktu datang ke sana."
"Iya aku sudah melihatnya Mike. Jadi kami pun seraya begegas ke tempat itu." Ucap Ressa.
"Tapi sekali lagi terima kasih ya," Sahutku.
"Iya sama-sama Loui." Ucap Ressa dan Cristan bersamaan.
Aku dan Mike hanya tersenyum melihat kebersamaan mereka.
"Oh ya Ress, tadi kamu pulang duluan ya?" Ucapku.
"Iya Loui, tadi kan orangtua kami keluar. Terus Cristan nyuruh aku cepat pulang."
"Eh, tunggu bentar ya." Lanjut Ressa.
"Mau kemana dia?" Ucap Mike.
"Mungkin mau ambil sesuatu." Sahut Cristan.
Lima menit pun telah berlalu, kulihat Ressa berjalan arah kami dengan tangan kanannya yang membawa segelas air berwarna merah.
Hah, merah?? Aku ingat perkataan Ressa waktu di rumahku Segelas darah, tapi apa mungkin itu darah??
"Ini Loui, aku buatkan sirup. Diminum ya!" Ucap Ressa dengan menaruh gelas yang katanya berisi sirup ke meja tepat di depanku.
"Apa benar itu sirup?" Gumamku dalam hati.
"Tenang saja Loui itu sirup asli. Bukan darah!" Ucap Mike, melirikku dengan suara yang hampir tak terdengar.
"Iya Ress, makasih ya." Ucapku.
"Minum dulu lah." Sahut Cristan.
Seraya tangan kananku mengambil gelas yang berisikan sirup itu. Satu cegukan pun telah kuminum dan itu pun rasanya benar-benar sirup bukan darah.
"Gimana enak kan?" Ucap Ressa tersenyum padaku.
"Iya enak. Sirup apa ya ini?" Ucapku yang masih memegang gelas itu.
"Itu sirup rasa buah naga dan sedikit dicampur dengan setetes darah kelinci."
Yang tadinya aku tidak merasakan apa-apa, dan sekarang kurasakan perutku beraduk campur menjadi satu sesekali ingin rasaku untuk muntah di depan mereka.
"Yang benar saja?" Mengernyit dan langsung membungkam mulutku.
"Tenang, tenang Loui. Jangan percaya sama omongan Ressa!" Ucap Cristan.
"Iya kamu ini takut sekali ya bebek." Sahut Mike menatap ke arahku sembari tertawa jail.
"Hahaha.. Loui kamu itu lucu juga ya." Ucap Ressa.
Aku yang masih membungkam mulut hanya terdiam dan masih menahan keinginanku untuk muntah.
"Jadi enggak ada darah di minuman itu?"
"Ya enggak mungkin lah Loui. Habisnya kamu itu penakut sih, jadi aku memang sengaja membohongimu kalau di minuman itu ada campuran darah." Jelas Ressa.
"Bukannya aku takut, tapi coba kalian bayangin. Gimana jadinya aku yang seorang manusia meminum darah?"
"Iya iya. Maaf ya Loui, lain kali aku gak akan jail lagi deh." Ucap Ressa yang masih sedikit tertawa.
"Hem iya gak apa-apa kok," ucapku memasang wajah yang sedikit cemberut.
"Bebek, kamu kok cemberut gitu sih." Ucap Mike mencolek daguku.
"Senyum gitu lah. Nanti manisnya hilang lo." Godanya.
"Loui, namaku Loui bukan Bebek. Satu lagi, biarin manisnya hilang!" Ucapku seraya melirik ke arahnya.
"Iyaa maaf ya Bebek, eh.. maksudku Loui." Ucapnya sembari menggengam tangan kananku.
Aku tidak membalas perkataannya dan seraya memalingkan pandanganku.
"Maaf Loui, tadi kan cuma bercanda!" Memegang daguku, mengarahkan ke arahnya sulit bagiku untuk tidak menatapnya.
"Maaf ya." Lanjutnya.
"Iya iya." Ucapku dengan datar.
"Senyum dulu dong," sahut Mike.
Aku pun tersenyum malu di hadapan Mike.
"Ehem.. Ehem.. adegannya udah selesai belum?" Ucap Ressa.
Aku yang lupa kalau sedari tadi Ressa dan Cristan melihat tingkahku dan Mike, seraya melepas tangannya dari daguku dan mengarahkan pandanganku ke arah Ressa dan Cristan.
"Ressa, apaan sih mengganggu saja." Ucap Mike.
"Gini nih Mike, kalau sudah jatuh cinta." Sahut Cristan dengan sedikit tertawa.
"Tadi kalau kalian tidak mengganggu mungkin Loui sudah menciumku."
"Hei.. apaan cium-cium." Sahutku sembari melirik tajam ke arah Mike.
"Sudah, sudah. Ciumnya ditunda dulu, kalau tidak ada kami." Ucap Ressa.
"Enggak kok Ress." Ucapku sembari menatap kearahnya.
"Jadi kapan nih, kalian tunangan?" Sahut Cristan.
"Jadian aja belum apalagi tunangan." Ucap Mike melirik ke arahku.
"Udah, cepat jadian lah. Kalian itu cocok banget." Sahut Ressa.
"Tau nih," melirikku.
Aku yang hanya terdiam mematung di tempat, tidak merespon perkataan mereka.
"Mungkin ada saatnya nanti, aku dukung kok Mike!" Ucap Cristan.
"Doain aja ya!" Ucap Mike sembari tersenyum.
"Pastii.. kami pasti mendoakan yang terbaik untuk kalian." Ucap Ressa melirik ke arah Cristan, Cristan pun seraya merangkul tunangannya itu.
Aku yang sedari tadi hanya terdiam di tempat tidak melakukan aktivitas apapun. Tiba-tiba Mike berpamitan untuk pulang.
"Udah dulu ya. Kami mau pulang dulu." Mike seraya berdiri.
Kukira dia marah padaku karena soal tadi, tak kusadari dia mengulurkan tangannya ke arahku.
"Ayo pulang."
Akupun seraya meraih uluran tangan Mike,
"Ayo." Ucapku sembari tersenyum.
"Mau pulang ya?" Ucap Ressa sembari berdiri.
"Iya maaf ya. Lain kali kami ke sini lagi kok." Ucapku
Kami pun seraya keluar dari rumah Ressa bergegas untuk pulang ke rumah.
"Hati-hati ya." Ucap mereka dengan melambaikan tangannya.
"Iya!" Teriakku dengan melambaikan tangan.
Tak biasanya Mike jadi dingin begini, suasana terasa sangat canggung seketika. Setidaknya dia tidak pernah diam seperti ini kalau lagi naik motor, aku yang merasa bersalah dengan kejadian di rumah Ressa.
Apa gara-gara itu Mike jadi beku kaya gini?? Seketika itu aku memberanikan diri untuk berbicara duluan.
"Mike?" "Loui?"
Tak kusangka kami pun berkata secara bersamaan. Dan itu membuatku sedikit melamun.
"Kok bisa barengan? Apa mungkin---" gumamku dalam hati.
"Loui, kamu mikiran apa barusan?" Tanya Mike.
Dan saat itu pula membuatku tersentak.
"Eh, enggak. Enggak kok." Ucapku.
"Beneran?" Ucap Mike menoleh ke belakang sembari tersenyum.
"Iya beneran." Ucapku yang masih berbohong sembari mengerutkan dahi.
"Aku sudah tahu Loui. Semoga aja yang kamu fikirkan itu benar!" Ucapnya.
Dan seketika itu, dia seraya mempercepat kecepatan motornya. Aku yang tadinya dibonceng dengan tidak berpegangan pada dirinya, sontak aku langsung memeluk tubuh Mike dengan mengalungkan tanganku ke pergelangan pinggangnya.
Kulihat ekspresi wajah Mike waktu aku memeluknya, dia menoleh ke samping sembari melebarkan senyumannya.
"Apa sih maksudnya ini, kurang ajar sekali Mike." Gumamku dalam hati, dengan posisiku yang masih memeluk erat Mike.
Dia tidak mengurangi kecepatannya malah menambahnya, hingga membuatku takut akan terjatuh kalau tidak berpegangan. Akupun seketika mengeratkan pelukanku.
"Mike pelankan sedikit!" Teriakku.
"Apa?"
"Pelankan sedikit!"
"Apa?"
"Aku tahu dia ingin mengerjaiku, sebenarnya dia itu dengar tapi pura-pura gak dengar." Gumamku.
Seraya akupun langsung mencubit bagian perut Mike dengan cubitan yang kecil tapi itu sangat terasa, sontak Mike langsung memelankan kendaraannya.
"Aw, sakit tau Loui." Ucap Mike.
"Biarin! Kamu disuruh ngurangi kecepatan motormu aja pura-pura gak dengar. Itulah akibatnya!" Ucapku dengan sedikit tertawa jail.
"Memang aku gak dengar."
"Kamu itu memang bodoh dalam hal berbohong. Jelas-jelas kamu pun bisa membaca pikiranku apalagi dengan suaraku." Jelasku.
"Iya maaf Loui. Aku ngaku salah." Ucap Mike.
Aku tidak meresponnya sama sekali, terdiam mematung di tempat dan tak lama kemudian kami pun sampai di rumahku.
"Tidak mampir dulu?" Ucapku yang masih sedikit kesal.
"Tidak Loui, aku mau langsung pulang saja."
"Baiklah."
"Ya sudah cepat masuk sana!"
"Hati-hati di jalan ya!" Ucapku sembari melambaikan tangan pada Mike.
Mike hanya membalasku dengan anggukan dan sembari melebarkan senyumannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top