Partyyy
11.30
"Loui, besok temenin aku ke pesta ya!" Ajak Mike yang terduduk tepat di sampingku.
"Pesta?"
"Iya. Besok teman Ayah ada yang mau married, terus Ayah diundang. Masa aku ke sana sendirian kan malu," jelasnya.
"Maaf aku gak bisa Mike, kamu ajak yang lain aja." Bohongku.
Memang aku yang begitu tidak terlalu menyukai sebuah pesta, bukan karena keramaiannya tapi karena aku yang tidak bisa berdansa. Pasti kan nanti ada saatnya pesta dansa dimulai!
"Kenapa?"
"Ya gak bisa, aku mau menemani bibi di rumah."
"Bibi kamu sakit?"
"Enggak sih, tapi---"
"Tapi apa? Ayolah Loui jangan bohong. Temani aku yaa?" rayu Mike sembari memegang tanganku.
Aku yang memang tidak bisa melihat raut wajahnya yang memelas, dengan berat hati menerima ajakannya.
"Baiklah."
"Jadi kamu mau?" tanya Mike, seraya tersenyum lebar.
"Iya aku mau!"
"Makasih ya bebek."
Aku hanya membalasnya dengan melebarkan senyumanku. Jam yang sudah menunjukkan pukul 13.50 kegiatan belajar mengajar pun akhirnya telah usai, dan kami bergegas untuk pulang.
*****
Tak terasa hari esok telah datang. Aku yang baru saja terbangun dari mimpi indahku, jam yang sudah menunjukkan pukul 06.05.
Seraya aku keluar kamar untuk memulai aktivitas mandi dan makan.
Mike yang sedari tadi sudah menunggu di depan. Melihatku yang baru saja keluar dari rumah dan menyambutku dengan senyuman manisnya. Kukira Mike sama Cristan itu lebih tampan Cristan tetapi sebaliknya Mike jauh lebih tampan darinya.
Dengan warna kulit yang tidak terlalu putih juga hitam, tapi itu pas menurutku dan merupakan kriteriaku yang biasa kusebut warna kulit kuning sawo dengan memakai sweater berwarna abu-abu cocok sekali dengannya.
Matanya mempunyai bulu mata yang lentik serta manik mata hitam dengan sedikit kecoklatan. Tidak kalah juga dengan Cristan yang mempunyai lesung pipi di sebelah kanan. Mike juga memiliki lesung pipit yang terdapat pada pipi kanan dan kirinya.
"Kenapa aku tidak melihatnya sejak dulu. Sudah hampir satu tahun berteman, baru kali ini aku menyadarinya!" gumamku dalam hati.
"Melihat apa Loui?" tanya Mike.
"Haa.. apa?" Aku yang sedari tadi ternyata hanya memandangi raut wajah Mike. "Tidak kok," lanjutku.
"Kamu pasti lagi mikirin aku kan. Sedari tadi kulihat kamu menatap diriku terus," katanya sembari tertawa. "Kagum ya akan ketampananku?" lanjutnya.
"Ihh siapa juga yang kagum."
"Gak berani ngaku, ya sudah terserah deh."
"Ya sudah, ayo berangkat!" kataku sembari menaiki motornya.
******
Sepulang kuliah Mike tidak langsung mengantarku pulang, tetapi dia malah membawaku ke sebuah toko yang menjual beberapa banyak gaun yang terpampang di sana. Dan dia pun menyuruhku untuk menunggunya di luar, sedangkan dia berlalu dan masuk ke toko itu.
________________
Mike Pov
Ting Tong
Suara bel yang terpasang pada bingkai pintu itu berbunyi ketika aku mendorong pintu toko tersebut. Diikuti dengan suara seorang perempuan yang ramah menyambut kedatanganku.
"Selamat sore, ada yang bisa saya bantu? Atau anda perlu sesuatu?" ucap seorang perempuan itu yang berdiri di belakang etalase.
"Iya. Tolong bisa carikan saya gaun untuk seseorang yang berada di luar?" Menunjuk ke arah Loui.
"Oh iya bisa. Tunggu sebentar ya."
Tak lama setelah perempuan itu ke belakang menuju ruang yang terdapat berbagai macam dan warna gaun. Dia kembali dengan membawa tiga macam dan warna gaun yang berbeda satu sama lain.
"Ini ada tiga gaun yang saya rasa pas untuk kekasih anda, bisa dipilih kira-kira mana yang cocok," katanya.
Aku yang sebenarnya kurang pandai dalam hal memilih pakain, apalagi ini sebuah gaun. Ada tiga warna yaitu silver, biru muda dan merah. Kira-kira Loui suka yang mana ya? Tiga gaun itu sama-sama bagus dan tidak terlalu terbuka. Tapi aku lebih suka gaun yang berwarnakan biru muda itu dengan panjang yang kira-kira selutut.
"Yang biru muda saja," balasku.
Perempuan itu dengan cepat merapihkan gaun berwarna biru itu dan memasukkannya ke kantong kertas berwarna cokelat.
"Ini tuan, terima kasih atas kunjungan anda." Sembari tersenyum.
Aku seraya bergegas keluar melewati pintu yang terdapat bel itu lagi.
"Lama ya?" tanyaku sembari memberinya kantong yang berisi gaun.
"Tidak kok, apa ini?"
"Itu buat mu!" balasku sembari menaiki motor.
"Nanti dipakai ya," lanjutku.
Louis tidak meresponku, dia hanya terdiam mematung di tempat hingga kami tiba di rumahnya. Dan aku langsung bergegas untuk pulang.
_______________
Louis Pov
Jam yang sudah menunjukkan pukul 19.00. Aku seraya bersiap-siap untuk memakai gaun yang Mike berikan, kubuka kantong kertas berwarna cokelat itu terlihat gaun yang sangat bagus berwana biru muda.
Biru yang merupakan warna kesukaanku, aku pun seraya memakainya dan berdiri mengahadap cermin. Terlihat sangat pas untukku dengan panjang selutut dan bagian dada yang tidak terlalu terbuka. Aku suka itu.
"Mike memang tidak salah memilihnya," gumamku.
Tidak lupa juga aku memoles wajahku dengan menggunakan bedak dan juga sedikit pewarna untuk bibir mungilku, walau aku tidak terlalu suka dengan kedua hal itu. Tapi setidaknya aku menghormati acara ini. Dan tak lupa memakai sepatu, kali ini bukan sepatu yang biasa aku pakai ke kampus, melainkan sepatu dengan bagian bawah tumit yang sedikit tinggi.
"Hal-hal yang tidak paling aku sukai ya gini nih saat ke pesta," gumamku dalam hati.
Sekali lagi aku bercermin, kulihat tepat dari bawah sampai atas terasa sudah sempurna. Dengan kugerai rambut panjangku tak lupa sedikit jepit hiasan kupu-kupu di atas kepala.
Aku seraya bergegas keluar kamar.
"Bibi aku pergi dulu ya." Pamitku sembari duduk di sampingnya.
"Pergi kemana?" tanya bibi yang asyik menonton televisi.
"Ke pesta teman bi," balasku.
"Iya, jangan malam-malam pulangnya!" Sembari menoleh ke arahku.
"Kamu pergi sama siapa?" lanjutnya.
"Semoga saja bibi tidak marah," gumamku.
"Sama Mike!"
"Iya, tapi hati-hati ya."
"Siap," ucapku sembari tersenyum dan memeluk bibi.
"Syukurlah bibi tidak marah," gumamku dalam hati sembari menghela napas.
"Ya sudah bi aku berangkat dulu." Melepas pelukanku.
Bergegas meninggalkan bibi.
"Ingat hati-hati Loui!" ujar bibi dengan keras.
"Iya!" teriakku yang sudah berada di depan pintu rumah.
Tak lama setelah menunggu 5 menit, datanglah mobil berwarnakan abu-abu itu dan keluarlah seseorang dari mobil dengan mengenakan kemeja berwarna putih juga terdapat jas yang menutupi sebagian kemejanya, tak lupa dasi yang berwarna hitam juga mengalung di lehernya. Seraya kuhampirinya.
"Pakai mobil ya?" tanyaku.
"Iya, kalau pakai motor jelas gak bisa. Kan kamu pakai gaun Loui."
"Oh iya ya." Tersenyum.
"Ya sudah ayo masuk." Seraya membukakan pintu mobil untukku.
*****
Perjalanan yang hanya setengah jam, akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan. Seraya keluar dari mobil.
"Mike, orangtua mu di mana?" tanyaku.
"Tadi orangtuaku berangkat duluan, mungkin sekarang sudah ada di dalam," jawab Mike seraya menggandeng tanganku.
"Mike. Tunggu, aku takut!"
"Kenapa?"
"Pasti tamu undangannya vampir semua?"
"Tidaklah Loui, ada kok manusia sepertimu. Tenang aja ini kan acara gak cuma buat vampir saja," jelas Mike.
"Apa Claria juga diundang?" tanyaku.
"Hem.. Claria, semoga saja tidak," balas Mike.
Kami pun beranjak meninggalkan mobil dan bergegas masuk ke dalam.
Menuju ke dalam, di mana acaranya berlangsung. Di sana aku mendapati dua laki-laki dan wanita.
"Hi Ibu Ayah. Ini Loui," sapa Mike tersenyum ke dua orang yang disebut Ayah dan Ibunya itu.
"Oh, ini ya teman yang selalu kamu bicarakan dengan Ibu," sahut wanita itu.
"Ah Ibu kenapa diomngin di sini sih, jadi malu kan aku," ucap Mike.
"Oh ya. Loui perkenalkan ini Ibuku Fellice Carol."
"Hy Loui," sahut Fellice sembari mengulurkan tangannya.
"Hy.." Menerima uluran tanganya.
"Abraham Carol," ucap seorang laki-laki itu sembari mengulurkan tanganya.
"Louis Tera." Menerima uluran tangannya seraya tersenyum.
"Iya. Ini perkenalkan Loui, teman anakku," ucap Fellice menatap wanita dan laki-laki yang tepat berada di sampingnya.
"Hi Loui..." sapa dua orang yang tidak lain adalah pengantinnya..
Aku hanya membalas dengan anggukan dan sembari tersenyum manis.
"Ow iya Mike, ajak Loui jalan-jalan agar lebih mengenal tempat ini," pinta salah seorang wanita pengantin itu.
"Siap," balas Mike dengan posisi hormat tangan.
Aku yang hanya tersenyum melihat tingkah laku Mike yang terkadang seperti anak yang baru saja berusia 5 tahun.
Akhirnya kami berdua berkeliling ke sekitar dan mendapati Ressa dan Cristan yang sedang berbincang-bincang.
"Hi Ress, Cris," sapa Mike.
"Eh kalian." Berbalik ke arah kami.
"Udah lama ya?" tanya Mike.
"Nggak kok, ini baru saja datang," sahut Cristan.
"Loui, kamu cantik banget pakai gaun ini," ucap Ressa yang melihatku dari bawah kaki hingga atas kepala.
"Makasih ya Ress. Kamu juga cantik malam ini," balasku sembari tersenyum.
Ressa yang hanya memakai gaun berwarnakan merah dengan panjang di atas lutut juga bagian dada yang sangat terbuka hingga memperlihatkan separuh model dadanya. Dan itu sangat tidak aku sukai. Tetapi setiap orang berbeda mempunyai kesukaan tersendiri.
"Ini pada ngomongin apa sih, cewe-cewe cantik," sahut Mike.
"Bukan kalian saja yang tampil cantik. Kami juga gak kalah keren," ucap Mike sembari memperlihatkan lesung pipinya.
"Ya betul, kami juga tampan," sahut Cristan.
"Iya iya para lelaki tampan." Ressa menggoda.
Dan akhirnya kami berempat melepas tawa bersamaan. Seiring beberapa waktu terlewati akhirnya inilah momen yang paling ditunggu-tunggu bagi kebanyakan orang di pesta.
"Dansa yuk, sayang." Ajak Cristan sembari meraih tangan Ressa.
Ressa yang hanya tersenyum manis di hadapan Cristan pun berlalu menuju sebuah taman yang terdapat banyak hiasan kerlap-kerlip lampu.
Memang acara ini yang berada di luar ruangan atau outdoor, bukan di dalam gedung seperti kebanyakan acara-acara pesta.
Bukan hanya Ressa dan Cristan, tetapi Ayah dan Ibu Mike pun juga ikut berdansa, dan masih banyak orang lain juga.
"Kalian gak ikut?" teriak Ressa.
Aku yang hanya terdiam di tempat. Seketika Mike langsung meraih tanganku dan membawaku menuju lokasi dansa. Tetapi terlambat bagiku untuk menolak ajakan Mike, kami yang sudah sampai di tengah-tengah sekumpulan orang berdansa.
Aku dengan rasa yang sedikit gugup, hanya memandang wajah Mike. Tiba-tiba dia langsung memegang kedua tanganku, menyuruhku untuk mengalungkannya di pergelangan lehernya aku pun menuruti perkatannya. Dia seraya memegang kedua pergelangan pinggangku. Kami pun seraya berdansa dengan aku yang dibantu Mike, mengikuti arah langkahnya. Kami berdua bertatap muka satu sama lain, kulihat wajah tampannya yang sangat dekat denganku. Membuat jantungku yang rasanya memompa dengan dangat cepat.
"Loui," kataMike.
"Iya."
"Aku tampan kan!" Sembari tersenyum.
"Enggak biasa aja tuh," balasku.
Seketika itu Mike langsung menghentikan gerakannya dan seraya mendekatkan wajahnya lebih dekat dengan wajahku yang jaraknya hanya beberapa centi saja. Hingga batang hidungku pun menyentuh hidungnya, aku yang sedikit gugup akan hal itu seraya menutup mata. Dengan sangat bodohnya aku kira dia ingin menciumku dan ternyata dia hanya berbisik, "bebek, kenapa kamu nutup mata?"
Aku seraya membuka mata dan melihatnya dengan sedikit malu.
"Kamu kira aku mau nyium ya?" lanjut Mike sembari tertawa.
"Enggak," ucapku singkat.
"Eh bebek liat itu apa?" Mike menunjuk ke arah kiriku.
Akupun dengan rasa penasaranku seraya melihat apa yang ditunjuk Mike. Setelah apa yang ditunjuk Mike hanyalah sekumpulan orang-orang berdansa. Seketika aku langsung menengok ke arah Mike, tapi dengan cepat dia mencium pipi bagian kananku. Reaksiku yang hanya bengong di hadapannya, seraya Mike langsung mengarahkan tangannya ke pandanganku. Beberapa menit aku yang masih bengong di hadapannya. Tangannya seraya memegang kedua pundakku.
"Loui, tidak apa-apa kan?"
"Haa.. tidak, tidak kok," balasku dengan sedikit kaget.
"Apa yang kamu lakukan baru saja," lanjutku.
"Nyium kamu!"
"Gila ya kamu," kesalku.
"Hem maaf ya Loui, aku sudah tidak tahan lagi," balasnya dengan sedikit rasa menyesal.
"Seharusnya kamu tidak boleh melakukan hal itu," tegasku.
"Iyaa tidak lagi. Tapi maaf ya." Sembari memegang tanganku.
Tak lama setelah kejadian itu, aku memutuskan untuk pulang saja. Meski pestanya yang belum usai. Hari ini ingin rasanya marah, kesal campur jadi satu.
"Maafin aku ya?" Sembari menyetir.
"Iya tapi janji gak akan ngulangin lagi," ucapku sembari meliriknya.
"Iyaa Loui." Tersenyum dan memegang tanganku.
Terkadang sesekali aku sempat kesal pada Mike, karena tingkah lakunya yang kadang memebuatku jengkel. Tetapi dibalik itu semua aku tau dia benar-benar sangat menyayangiku melebihi dirinya sendiri. Semenjak dia hadir di kehidupanku, sekarang hidupku menjadi lebih berwarna. Diibaratkan saja seperti secarik kertas yang ada hanya warna putih polos tidak ada sedikit tinta yang menggoresnya, dan sekarang secarik kertas itu penuh dengan warna-warni goresan tinta.
Thankyou Mike, maybe this time I've been in love with you
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top