Baru

Author pov

Memang ini sangat memilukan rasanya seperti ingin ikut bersama mereka walau dalam mati sekalipun, selalu ingin bersama meski hanya dalam sekejap mata bukan di dunia fana ini melainkan dunia yang mungkin hanya akan terlihat jika kita sudah mengalaminya.

Beberapa Minggu setelah kejadian itu, Louis yang masih tenggelam dalam kesedihannya dan tidak ingin dia menjalani hidup lagi hanya karena kedua orangtuanya telah mati, apa ini  sudah takdirnya kedua orangtua Louis dibunuh oleh sekumpulan Monster??

Hingga hari demi haripun terlewati, Louis yang semakin hari semakin memburuk keadaannya dia tidak tahu lagi harus berbuat apa, dan dia tidak menyadari bahwa dia masih mempunyai keluarga yaitu Bibi Lena.

Suatu ketika Louis mencoba untuk  melupakan semua yang sudah terjadi, tidak ingin terus menerus tenggelam dalam kesedihannya, apalah dayanya yang tidak bisa memutar waktu untuk mengembalikan kedua orangtuanya, itupun mustahil bagaimana bisa waktu mengembalikan apa yang sudah terjadi di masa lampau.

_________________

Louis Pov

Aku masih punya bibi yang sangat sayang padaku! Aku tidak ingin terus-menerus terpuruk dalam kesedihan ini, kenangan pahit dalam hidupku akan kukubur selamanya!

Dan saat itulah aku memutuskan untuk tinggal bersama Bibiku,
rumahnya berada cukup jauh dari perkotaan, yang masih belum terkontaminasi oleh para tak bertanggung jawab, udaranya yang masih begitu segar di kelilingi pepohonan hutan.

"Hem... Bibi Lena pasti sedang membuat Cake kacang," gumamku dalam hati sembari mencium aroma yang begitu kuat hingga membuatku terbangun dari tidur. Segera kubuka pintu berlari menuju dapur.

"Cake kacang!" teriakku, tak sabar ingin segera memakan semua.

"Eeit... Tunggu dulu."
Bibi menahan tanganku yang sudah memegang sepotong cake dan menyuruh mengembalikannya.

"Aduh, Bibi. Kenapa aku tidak boleh memakannya?!" tanyaku dengan wajah cemberut.

"Tidak, sebelum kamu mandi," ujar bibi, seraya mengeluarkan cake dari oven.

"Ah Bibi, makan dulu baru mandi ya," ucapku dengan mencoba merayu.

"Tidak pokoknya mandi dulu." Menatapku dengan serius.
Usahaku untuk merayu bibiku ternyata sia-sia, akhirnya aku menuruti perkataannya.

"Iya iya." Berbalik ke kamar, sembari mengambil handuk untuk mandi.

                          *****

Tidak terasa hari yang sudah semakin larut, padahal baru saja rasanya aku terbangun dari tidur, kutatap langit malam yang terdapat ribuan atau mungkin jutaan bintang yang berkerlap-kerlip di atas sana, seakan menari di kegelapan walau gelap cahayanya akan selalu terang.

"Kenapa mereka para monster merenggut kedua orang tuaku?!" gumamku dalam hati, sambil menatap ke arah langit.
Tidak terasa air mata jatuh di kedua pipiku.

"Apa, salah mereka?" Terisak, menghapus air mata yang melumuri wajahku.

"Loui..." Kudengar suara lembut itu.
Seseorang memegang pundak kiriku dan ternyata Bibi Lena.
Aku menghela napas dan seraya berdiri memeluk Bibi.

"Sudahlah nak, jangan dipikirkan lagi ada Bibi di sini," ujar bibi dengan mengelus kepalaku.

"Bibi, sekarang aku sudah tidak punya---"
Belum selesai aku berbicara bibi langsung memangkas pembicaraanku.

"Jangan, jangan bicara begitu. Masih ada bibi di sini, Loui." Mengeratkan pelukannya.
Aku pun kembali menghela napas dan merasa sedikit lega.

"Terima kasih Bibi," balasku.

"Memang seharusnya begini. Mulai sekarang jangan sedih apalagi menangis!" Melepas pelukkannya dan kembali memegang kedua lenganku, bibir tipisnya tersenyum.
Aku pun membalas senyuman dan kembali memeluknya.

Bayangan itu samar-samar, kulihat ada seseorang menatapku sembari tersenyum padaku dan ada seseorang lagi yang sedang menggenggam tangannya. Awalnya mereka begitu dekat denganku tetapi lama kelamaan Bayangan itu menjauh, hingga akhirnya hilang seperti ditelan Kegelapan

Tet  Tet  Tet

Alarm berdering menunjukkan waktu 05.00

Aku tersentak dan langsung terbangun.
"Ternyata hanya mimpi," gumamku, mematikan alarm.
Lalu bergegas berdiri mengambil handuk dan pergi untuk mandi.

                            *****

Ini adalah hari pertamaku untuk Kuliah dan aku tidak akan melewatinya, apalagi terlambat.
Terlihat Bibi yang sedang memasak di dapur, menyiapkan makanan untuk kami berdua. Iya di sini aku tinggal hanya dengan Bibi sedangkan Paman yang sudah 2 tahun lalu meninggal karena mengidap penyakit mematikan, juga dengan anak Bibi Lena yang berada di luar Kota untuk menimba ilmu. Bibi pun senang akan kehadiranku di sini, karena ada yang bisa menemaninya.

"Pagi Bibi," sapaku sambil berjalan ke arahnya.

"Pagi Loui," balas bibi, memegang piring.

"Boleh kubantu Bi?"

"Tidak usah, ini kan hari pertamamu Kuliah. Bibi tidak mau kamu terlambat," ucap bibi dengan lembut.

"Tidak apa-apa bi, lagian ini masih jam enam. Aku masuk jam delapan."

"Sudah sekarang kamu duduk dan makan," ujar bibi.

                         *****

Kukayuh sepeda dengan penuh semangat melewati beberapa pepohonan hutan yang sangat luas, yang kadang membuatku sedikit merasa takut yang seakan-akan kegelapan berada di sekelilingku.

BRUKKK!!!!

"Aduh," pekikku dengan sedikit kesakitan.

Aku terjatuh karena tidak sadar telah menabrak sebuah batu kecil dan tergelincir.
Tiba-tiba terlihat ada seseorang laki-laki cukup tinggi, tidak terlalu kurus menghampiriku.

"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya dengan meraih tanganku.

"Tidak, aku tidak apa-apa kok," jawabku sembari berdiri dibantunya.

"Beneran tidak apa-apa?"

"Iya, cuma sedikit lecet." Memang sedikit lecet di lengan kanan ku.

"Ya sudah aku antar kamu pulang ya?!" Memegang sepedaku, yang depan keranjangnya agak sedikit bengkok.

"Tidak, terima kasih." Sembari meraih kembali sepedaku.

"Ini hari pertamaku kuliah, jadi aku tidak mau terlambat," ucapku dengan menaiki sepeda, bergegas meninggalkan dia.

Aku pun kembali mengayuh sepeda dengan tergesa-gesa dan tak lama kemudian, sudah sampai di tempat dimana aku akan menimba ilmu.
Di sini aku mengenal banyak teman, tapi tidak semuanya akrab denganku. Masing-masing dari mereka memperkenalkan diri di hadapan dosen, sekilas aku melihat wajah yang tidak asing itu duduk tepat di sebelah kananku. Dan ternyata laki-laki itu yang menolongku tadi.

"Hei..."

"Iya," jawabnya dengan singkat seperti belum pernah melihatku, padahal tadi jelas-jelas dia yang sudah menolongku.

"Terima kasih ya tadi sudah menolongku," ucapku sembari tersenyum kepadanya.

"Oh.. iya sama-sama," balasnya dengan suara yang ringan.

"Sebelumnya aku minta maaf, tadi belum sempat berterima kasih. Malah langsung meninggalkanmu." Dengan rasa malu aku tidak berani melihatnya.

"Tidak apa-apa kok." Melirikku sambil tersenyum.

"Aku tau ini hari pertamamu kuliah kan?! Jadi kamu tidak ingin terlambat." Melanjutkan bicaranya.

"Iya, sekali lagi terima kasih." Tersenyum.

"Oh iya kita kok bisa samaan ya satu perguruan."

"Hehe... gak tahu, mungkin udah takdirnya," ucapnya

"Iya, sama-sama satu kelas lagi," tambahku.

"Oh.. iya keenakan ngobrol jadi lupa.. perkenalkan namaku Mike, Mike Carol. Panggil saja Mike kalo boleh tau namamu siapa?"

"Louis Tera," ucapku.

"Jadi aku bisa memangilmu apa?"

"Panggil saja Loui."

"Senang berkenalan denganmu Loui..."
Belum sempat aku menjawabnya, dia langsung bergegas berdiri dan keluar dari kelas.

"Mungkin sedang ada urusan mendadak," gumamku dalam hati.

                           *****

Hari demi hari berlalu, sudah 5 bulan aku dan Mike berteman ternyata Mike orangnya baik dan seru, awalnya sih aku kira dia cuek tapi lama kelamaan kami saling kenal bercengkrama tertawa lepas bersama...
Dan aku berpikir mungkin hanya Mike sahabat yang setia menemaniku disaat susah maupun senang.

Keheningan malam menemaniku kali ini, dan angin yang berembus saat ini membuat tubuh terasa dingin walau tidak begitu kencang tapi berhasil membuatku merasa kedinginan....
Terlihat jauh di pepohonan hutan yang gelap, seakan kegelapan menutupi sebuah cahaya untuk meneranginya.
Tak kusadari ada seseorang yang menghentikan lamunanku.

"Loui!" suara yang tak asing lagi bagiku.

"Hei.. Mike, mengagetkanku saja." Tersentak.

"Mikirin apa sih?" Duduk di sebelahku.

"Tidak apa-apa kok. Tumben malem-malem ke sini ada apa?!" ucapku sembari melihat wajah Mike.

"Enggak, cuma jalan-jalan aja. Terus mampir ke sini deh." Tersenyum ke arah ku.

"Motormu di mana?" ucapku dengan sedikit curiga.

"Tadi aku taruh di seberang jalan, gak jauh kok dari sini. Kenapa?" ucapnya

"Oh, gak apa-apa. Aku kira kalo tidak naik motor."

"Masa aku ke sini gak naik motor?! Kan aneh Loui, sedangkan jarak rumahku sama rumahmu aja hampir setengah jam," balasnya sambil melirikku.

"Itu kalo naik motor, apalagi jalan? Kapan sampainya coba," lanjutnya.

"Haha.. tahun depan," jawabku dengan meringis.

"Hem.. kamu ada-ada aja."

"Iya maaf bercanda kok."

"Oh iya.. ayolah tadi mikirin apa sih? Cerita ke aku!" ucapnya dengan nada penasaran.

"Kamu itu pengen tau saja," ucapku.

"Kita kan sudah berteman cukup lama Loui.."

Seperti yang Mike katakan, aku pun menceritakan semua kepada Mike karena setelah berbagi cerita dengannya rasanya seperti bebanku berkurang...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top