AXELARIANDO!!
Kali ini aku benar-benar tidak ingin kehilangan dirinya, kemarin malam adalah hari yang paling indah.
"Selamat pagi dunia." Aku yang baru saja terbangun dari tidur nyenyakku, seraya merapikan selimut yang membelit di tubuhku.
Jam yang sudah menunjukkan pukul 06.00, segera aku menguncir rambut dengan menggelungnya dan seraya berdiri bergegas ke kamar mandi untuk melakukan ritual mandiku.
Kali ini aku mengenakan hoodie berwarnakan cokelat, tak lupa kuikat rambut dengan bentuk ponytail, sedikit polesan pada wajah menggunakan bedak dan segera kupakai sneakers abu-abuku.
"Bibi, aku berangkat dulu ya!" Sembari meraih tasku.
"Tidak sarapan dulu?" tanya bibi.
"Tidak bi, makasih ya susunya!" Segera kuhabiskan segelas susu yang sudah disiapkan bibi.
"Ya sudah, hati-hati!" balas bibi menghampiriku.
"Iya." Mencium kening bibi dan segera beranjak keluar meninggalkan bibi.
Kubuka pintu rumah dan mendapati Mike yang sudah terduduk di kursi teras, menyapaku dengan senyuman manisnya hingga kedua lesung pipitnya itu terlihat.
"Hi..." sapaku.
"Hi.. honey," balas Mike seraya berdiri dari kursi.
"Udah lama yaa?" tanyaku.
"Enggak, yaudah ayo berangkat!" Ajaknya seraya menggandeng tanganku.
Setengah jam perjalanan, akhirnya sampai juga di kampus. Ya tepat jam yang melingkar di pergelangan tanganku menunjukkan pukul 07.00, kali ini memang sengaja kami berangkat agak pagi, biasanya pukul 07.45 kami yang baru saja sampai di kampus.
Kulihat Ressa pun sudah berada di taman sebelah parkiran, dia terlihat sangat khawatir tepat pada raut wajahnya. Kami pun sesegera mungkin menghampirinya.
"Hei, ada apa?" tnyaku mengajaknya duduk di kursi kayu yang berada di dekat taman itu.
"Gawat Mike," ucap Ressa menatap ke arah Mike.
"Ada apa?" balas Mike sembari duduk di sampingku.
"Kamu tahu kan, teman kita yang bernama Axel?"
"Iya kenapa dia?"
"Dia baru saja meninggal!"
"Apa? Axel anak yang memakai kaca mata itu meninggal?" sahutku mengernyitkan dahi.
"Iya Loui, dia ditemukan di perpustakaan dengan keadaan yang sudah tidak bernapas lagi."
"Apa dia sakit?" tanya Mike.
"Tidak, tidak Mike ini bukan mati karena soal penyakit. Tapi sepertinya dia mati karena dibunuh!" jelas Ressa.
Seketika kupingku yang mendengar itu seraya tangan pun mulai terasa gemetar.
"Dibunuh?" sahutku.
"Iya dan pelakunya bukan manusia tapi Monster seperti kita Mike!" ucap Ressa seraya menolehkan pandangannya ke arah bawah.
"Apa, yang benar saja?" tanya Mike dengan sedikit tidak percaya.
"Claria?" sahutku menatap Ressa.
"Bisa jadi dia pelakunya!" Ressa menoleh ke arahku.
"Berani-beraninya dia melakukan ini di kampus kita," kata Mike dengan nada sedikit marah.
"Aku tak mengerti Mike, yang kutahu Axel ditemukan dosen kita yang hendak mengambil buku pelajarannya di perpustakaan. Katanya sih, waktu Pak Aledjandrow menemukan mayat Axel tubuhnya yang masih belum sepenuhnya dingin, itu membuktikan bahwa Axel yang baru saja meninggal dan tepat pada leher kirinya yang masih mengeluarkan cairan kental merah. Dan sekarang mayatnya sudah dibawa ke rumah sakit untuk segera diurus proses pemakamannya," jelas Ressa.
Axel dia merupakan teman sekelas kami, dia memang orangnya terlihat culun dengan memakai kacamata dan biasanya berpenampilan layaknya anak yang tidak tahun jaman modern sekarang, dengan menggunakan atasan yang disebut kemeja dan cara memakainya pun dengan memasukkan sebagian kemejanya ke dalam celana jeansnya, tak lupa juga dengan dasi yang berbentuk kupu-kupunya itu.
Aku yang pernah melihatnya di kelas dengan tidak memakai dasinya, dia terlihat sangat kebingungan dengan meraba-raba bagian kerah yang biasanya dikenakan dasi itu dengan sangat teliti dia merogoh-rogoh isi tasnya, setelah dia mendapati dasinya itu seraya langsung dipakainya dan kembali dengan terlihat sangat lega tepat pada raut wajahnya seketika itu langsung mengerjakan tugasnya kembali.
Memang dia terlihat sangat bodoh dalam urusan berpenampilan tapi dalam hal pelajaran dia sangat pintar, sampai-sampai nilainya yang paling teratas mengungguli nilaiku. Terkadang aku juga merasa sedikit iri padanya karena selalu saja mendapat nilai terbaik di kelasku.
"Sekarang kita harus berhati-hati, Claria yang mungkin saja masih berkeliaran di sekitar sini!" tegas Mike.
"Iya Mike," balas Ressa.
"Dia mungkin bisa keluar ketika pagi dan sore ketika matahari mulai tenggelam juga malam hari. Kemungkinan besar dia tidak akan bisa keluar ketika siang, karena teriknya sinar matahari."
"Kenapa? Apa dia takut sinar matahari?" tanyaku melirik ke arah Mike.
"Claria sekarang sudah tidak akan kebal lagi terhadap sinar matahari, karena kekasihnya yang bernama Jacob sudah aku bunuh. Dia sudah kehilangan sebagian kelebihan vampirnya!" jelasnya menatapku.
Jam yang akhirnya sudah menunjukkan pukul 07.50, segera kami pun bergegas untuk masuk ke kelas. Ressa yang sudah berlalu di depan, aku dan Mike yang masih berada di belakang.
"Mike, apa maksud dari perkataanmu tadi?" tanyaku memegang tangannya.
Seraya Mike pun menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku.
"Iya, jadi kami para vampir akan kehilangan sebagian kekuatan, karena seseorang yang telah menjadi jodoh hidupnya sudah tiada maksudku jika jodoh kami mati. Itu merupakan mimpi terburuk bagi para vampir, memang sudah sejak dulu sejak nenek moyang kami, memberitahukan awal mula bagaimana dan itu merupakan kutukan bagi seorang vampir. Walaupun kami mempunyai kelebihan tapi kami juga mempunyai kelemahan!" jelas Mike.
"Oh, jadi begitu."
"Ya sudah masuk kelas dulu yuk! Nanti kuceritakan lagi." Sembari melangkahkan kakinya.
Hari ini merupakan pelajaran Pak Aledjandrow, yang sudah sangat lama menjadi dosen kimia di kampus kami. Menurutku dari beberapa dosen lain, beliaulah orang yang sangat sabar dan baik pada mahasiswanya. Memang beliau sudah terlihat tua dengan rambut yang sudah mulai memutih dan juga memakai kacamata tepat yang bertengger di atas hidungnya.
"Sekadar memberitahukan kepada kalian semua, hari ini telah ada kabar duka dari Axelariando yang ditemukan tewas di perpustakaan, belum tahu pasti penyebab terjadinya insiden itu. Diharapkan bagi semua mahasiswa maupun mahasiswi berhati-hati saat berada di area kampus," tegas beliau yang membawa beberapa tumpuk pelajaran di tangannya.
"Iya Pak." Serentak kami.
"Sekian pelajaran dari saya hari ini," lanjut beliau, seraya meninggalkan kelas.
"Apa Pak Aled mengetahui siapa yang melakukan ini?" tanyaku dengan menatap Mike.
"Iya dia tahu. Di pikirannya sudah terbayang tentang monster sepertiku!"
"Tapi, bagaimana dia bisa tahu Mike?"
"Sebagian orang mungkin sudah tahu karena kami yang memang sudah sedari awal berdamai dengan manusia, jadi bagi sebagian orang yang mengikuti rapat tahunan dengan bangsa vampir mereka sudah pasti tahu. Dan kemungkinan Pak Aled pernah mengikuti rapat itu, dari awal sudah terlihat di raut wajahnya yang tidak heran sama sekali dan hanya menghimbau semua mahasiswa untuk berhati-hati," jelasnya.
"Iya dilihat dari raut wajahnya sih, beliau memang sudah tak asing lagi melihat kejadian seperti ini," tambahku.
"Mike dari awal aku ingin bertanya padamu!"
"Tanya apa?"
"Bagaimana bisa kamu pergi disaat terik matahari tepat berada di atas kepala?" balasku menatap tajam ke arah matanya.
"Sama seperti Claria, Loui. Sekarang usiaku yang sudah beranjak ke 20 tahun dan pada saat ini aku sudah menemukan jodohku, sebenarnya masih ada waktu 5 tahun lagi untuk mencari jodoh bagi seorang vampir sepertiku, tapi semua sudah diramalkan oleh Ressa. Kamulah seseorang yang akan menemaniku hingga akhir hidupku. Dan maka dari itu, aku yang kini semakin merasa keabadian yang sungguh luar biasa. Kelebihan vampirku semakin terus bertambah."
"Dan sebaliknya jika kamu kehilanganku?" sahutku.
"Jangan, jangan bilang begitu. Kamu pun tentu tidak akan meninggalkanku bukan? Lebih baik aku mati saja dari pada harus kehilangan sesosok yang sangat berharga!" tegas Mike menggenggam tanganku.
"Ssssttt..." sahutku sembari kutempelkan jari telunjukku ke bibir merahnya.
"Tolong jangan tinggalkan aku!" pintanya.
"Tidak, tidak akan pernah Mike." Sembari memeluknya.
Kami pun berpelukan di dalam kelas, tanpa diketahui oleh semua teman mahasiswa kami karena memang sudah sedari tadi pelajaran Pak Aledjandrow selesai, mereka semua juga sudah beranjak pergi. Sekarang tinggal aku dan Mike yang belum juga beranjak pergi meninggalkan kelas.
Kulihat jam yang melingkar di pergelangan tanganku yang sudah menunjukkan pukul 14.40, dan kami pun mensudahi kegiatan yang barusan dilakukan. Beranjak keluar kelas, kelas kami letaknya memang paling ujung yang jaraknya mungkin cukup terasa berjalan menuju parkiran. Berjalan melewati koridor-koridor kampus dan tak melihat batang hidung seseorang pun yang berada di kelas ataupun di mana-mana hanya ada satu seseorang yaitu Pak Orland dia seorang tukang kebun lebih tepatnya penjaga kampus ini.
"Sore pak," sapaku sembari berlalu lalang di hadapannya.
"Iya sore," balasnya.
"Oh iya nak, kalian berdua hati-hati ya," lanjut Pak Orland, sehingga menghentikan langkah kami.
"Iya pak, saya sudah tahu," jawabku menoleh ke arahnya.
"Akhir-akhir ini marak sekali pembunuhan dengan bekas luka seperti gigitan di leher," ujar Pak Orland.
Aku yang hanya menatapnya dengan sedikit rasa curiga, bagaimana Pak Orland bisa tahu kalau di sekitar sini banyak orang mati akibat sebuah gigitan itu?
Tak lama setelah itu Mike mengajakku untuk segera pergi.
"Ya sudah pak, kami mau pulang dulu!" ucapku seraya meninggalkan pak Orland.
"Mike apa kamu bisa membaca pikiran Pak Orland?" tanyaku yang sudah berada di luar kampus tepatnya di parkiran.
"Tidak Loui, kali ini sulit untuk membaca pikirannya. Kemungkinan dia juga seseorang sepertiku!" balasnya sembari menggelengkan kepalanya.
"Apa? Jadi dia juga seorang vampir?" Sedikit kaget
"Iya, buktinya aku tidak bisa membaca pikirannya," balas Mike.
"Aku sama seperti Ressa yang tidak bisa meramal seorang vampir, tetapi Ressa bisa melihat masa depan seorang vampir hanya saja berlaku harian bukan bulanan ataupun tahunan. Seperti yang dilakukannya pada saat Claria mencoba ke rumahmu dan dia bisa melihat bahwa Claria mengubah arahnya. Tidak denganmu dia bisa meramal seorang manusia hingga jarak yang begitu sangat jauh tepatnya tahunan. Aku pun sama hanya bisa merasakan vampir yang sedang mendekat atau berada di sekitarku," jelasnya seraya menyalakan mesin motornya.
"Apa kamu tadi merasakan bahwa pak Orland seorang vampir?" Sembari menaiki motornya.
"Tidak. Ini begitu sangat aneh menurutku!"
Aku yang hanya terdiam, dan Mike memulai bergegas meninggalkan area kampus.
"Makan dulu ya!" ucapnya sembari menyetir.
"Hem makan?"
"Iya aku tahu tadi kamu belum makan kan?" jawab Mike.
"Iya deh."
Tak lama setelah kami berhenti di rumah makan, aku yang sedari tadi memang sudah terasa lapar. Mike yang sangat perhatian padaku walapun seumur hidupnya dia tidak pernah makan makanan yang aku makan tapi dia sangat mengerti tentang keadaanku.
Setelah selesai kami pun bergegas untuk pulang.
"Loui ingat ya, kamu harus lebih hati-hati di rumah!" Sembari menyetir.
"Iya, aku mengerti kok Mike."
"Nanti malam aku akan ke rumahmu!" ucapnya.
"Oke sayang." Seraya memeluknya.
Akhirnya pun sampai juga di rumah tepat pada jam lima sore, matahari yang sudah mulai enggan untuk menampakkan dirinya. Aku yang segera langsung masuk ke rumah sedangkan Mike seraya bergegas untuk pulang ke rumahnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top