ENAM
Sama seperti ketika Adelia kuliah di Indonesia dulu, selama kuliah di Jepang, dia juga bekerja part time. Uang yang diterimanya tak cukup untuk semua biaya hidupnya yang serba mahal di Tokyo.
Di pagi hari dia kuliah dan di bekerja di sore hari. Upahnya sebagai pelayan restoran cukup banyak sehingga dia bisa membelikan barang-barang untuk ibu dan kakaknya.
Malam itu dia berjalan pulang dari tempat kerjanya yang tak jauh dari asramanya. Musim gugur sudah berakhir dan udara Tokyo menjadi dingin. Adelia berjalan semakin cepat sambil merapatkan mantelnya.
Jantungnya berdegup kencang. Hatinya sedingin udara malam itu.
"Ya Alloh tak lama lagi aku lulus dari Universitas Tsukuba, satu lagi mimpiku tercapai."
Akhirnya dia sampai di kamarnya. Dia baru saja melepas mantelnya tiba-tiba ada yang mengetuk kamarnya.
"Masuk," kata Adel.
Matsuzaka Rena, mahasiswa dari Kyoto masuk.
"Adelia san, ada telepon dari Indonesia."
Siapa gerangan yang menelponnya. Ibu dan kakaknya biasanya langsung menelpon ke ponselnya. Adelia dan Rena langsung menuju ke lobi untuk menerima telepon.
"Halo"
"Ini benar Adelia Febrianti, putri dari Ibu Maryati," kata suara di seberang.
"Iya, betul."
"Maaf, Ibu dan Kakak Anda mengalami kecelakaan lalu lintas ...."
Adelia tak mendengar lanjutannya karena badannya langsung lemas dan air matanya tumpah. Hari itu dia memutuskan pulang ke Indonesia dengan proses perizinan yang rumit karena seharusnya dia hanya boleh pulang ketika studinya sudah selesai.
*
Di rumah sakit, Adelia menunggui kakaknya yang masih kritis. Ibunya sudah meninggal sebelum dia sampai ke Indonesia. Ibu dan kakaknya mengalami kecelakaan di Tol Banyumanik ketika ingin berziarah ke makam kakeknya.
Dia duduk di sebelah ranjang kakaknya. Dulu ketika dia sakit, kakaknya yang menjaganya. Sekarang ganti dia yang menjaga kakaknya.
Dia bisa pulang cepat ke Indonesia berkat bantuan Rena. Tanpa bantuan Rena mungkin dia tak bisa pulang ke Indonesia.
"Mas, jangan tinggalin aku ...."
Adel ingin menangis tapi air matanya sudah kering tadi siang saat pemakaman ibunya. Ibunya dimakamkan di sebelah makam kakeknya.
Tiba-tiba tubuh kakaknya kejang.
"Mas ... Mas Yan!" pekik Adel Panik.
Para dokter dan perawat masuk untuk menolong kakaknya. Adel menunggu di luar dengan was-was. Dia berdoa semoga kakaknya baik-baik saja.
Di saat dia hampir mencapai langitnya, mengapa ada saja rintangan. Kedua orang tuanya telah tiada. Dan kakaknya sedang terbaring lemah tak berdaya.
"Ya Alloh, kuatkanlah aku ...."
Dia tak ingin jatuh untuk kedua kalinya seperti saat bapaknya memperkosanya dulu. Dia harus sabar seperti yang sering diucapkan ibunya.
"Sing sabar ya, Nduk."
Akhirnya sang dokter keluar dan Adel segera menghampirinya dengan harap-harap cemas.
"Dokter, bagaimana keadaan kakak saya?"
Dokter itu menggeleng. Adel tahu apa artinya itu.
"Yang sabar, ya. Kakakmu gak bisa ditolong lagi," kata dokter itu.
Sore itu juga dia langsung mengurus pemakaman kakaknya dan hari itu juga dia langsung kembali ke Jepang untuk meneruskan studinya.
*
Bintang-bintang di langit Tokyo memancarkan sinarnya. Bulan pun tak mau ketinggalan untuk memancarkan sinarnya juga. Di puncak menara Tokyo, Adelia menikmati indahnya pemandangan kota Tokyo bersama suami dan putrinya yang baru berusia 1 tahun.
Dia telah berhasil melewati masa-masa sulit dalam menggapai mimpinya. Dia telah berhasil menggapai langitnya dan membangun istana kecilnya dengan Hendra. Dia juga telah berhasil berjuang melawan penyakit kankernya.
Dulu dia merasa Alex-lah yang akan menjadi pendamping hidupnya, namun kini dia menganggap Alex sebagai kakak kedua baginya. Hendralah yang menjadi pendamping hidupnya. Hendra menyusul Adel ke Jepang dan melamarnya.
Setelah lulus dari Universitas Tsukuba, Adel mendapat tawaran untuk bekerja di salah satu perusahaan di Tokyo. Dia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya di Indonesia dan menerima tawaran itu.
Ibu, aku telah berhasil menggapai langitku, kata Adel dalam hati.
Dia melihat wajah putri dan suaminya. Dia berharap putri kecilnya kelak bisa mencapai mimpinya. Tapi selama ini Adel percaya, selama dia bersabar dan terus berusaha, mimpinya pasti akan tercapai.
"Semua pasti akan indah pada waktunya."
TAMAT
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top