64. Ara
Ara membulatkan matanya, tak menyangka akan mendapat sebuah serangan dari Angka malam ini.
“Gue suka semua dari lo,” katanya setelah melepas ciuman tersebut. “Dan gue cinta sama lo.”
Kata-kata itu seketika membuat Ara terbang. Ia tersipu mendengar kalimat itu. Bisa dirasakannya jika pipinya memanas sekarang.
Ara menatap Angka canggung sama hal nya dengan Angka yang sama sekali tidak menduga kalau dirinya akan melakukan itu. Ia terbawa suasana.
Setelah beberapa menit tidak ada yang membuka pembicaraan, Ara berinisiatif untuk memulai pembicaraan. “Lo laper gak?” Ara menaikkan pandangannya, menatap Angka yang lebih tinggi darinya.
“Lo mau masak?” Angka balik bertanya yang dibalasi anggukan oleh Ara. “Kalau gitu gue laper,” lanjutnya disertai senyuman khas miliknya.
“Kalo tahu lo bakal jawab gitu, gue tadi gak bakal ngangguk deh,” canda Ara.
“Jadi lo gak mau masak buat gue nih?”
“Nggak!” Sarkas Ara. Namun kemudian ia justru berdiri, mengambil bungkus cemilan yang isinya sudah habis dan membuangnya ke tempat sampah. Setelah itu, ia membawa kakinya ke dapur, membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa sayuran dan dua butir telur. “Nasi goreng aja mau?” teriaknya dari dapur yang hanya berjarak beberapa meter dari ruang televisi tadi. Bahkan ia dapat melihat Angka mengangguk dari sana.
Ara mengambil pisau mulai memotong sayur. Setelah semua siap, ia mengambil wajan, menuangkan minyak ke sana dan menumpahkan nasi bersama sayur dan telur disana.
Setelah nasi gorennya siap, mereka makan bersama di ruang televisi di temani oleh suara musik yang tadi Ara putar untuk mengisi keheningan.
“Gue gak tahu lo bisa masak.” Kalimat yang Angka katakan barusan, lebih mirip dengan sebuah pernyataan daripada sebuah pertanyaan/
“Baru belajar sih, enak gak?” tanya Ara sebelum menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
Angka mengangguk, “enak. Kapan-kapan buatin lagi buat gue.”
Ara tidak membalas. Tidak mengangguk ataupun menggeleng.
“Oh, ya. Besok udah mulai UAS kan?” Ara mengalihkan topik pembicaraan. “Lo udah belajar?”
Angka menatap Ara horor. “Menurut lo?”
Ara menggendikan bahu nya. “Ya mana gue tahu,” sahutnya sedikit ketus.
Melihat wajah Ara yang menatapnya kesal, Angka justru tersenyum lalu berkata, “iya gue udah belajar. Ngapain sih ngeributin belajar padahal setahu gue lo itu di rangking terakhir kelas biasa aja. Terus sekarang kenapa?”
Angka benar, dia sudah menduduki peringkat terakhir di kelasnya selama dua semester yang lalu. Lantas kenapa semester ini ia meributkan untuk belajar?
Ohhh, mungkin pengaruh dari Aluna yang setiap hari selama enam hari ini selalu telaten mengajarinya berbagai macam pelajaran sehingga ia bisa menikmati belajar dan tidak merasa bosan saat belajar.
“Cuma nanya aja,” balasnya. Tentu saja ia tak ingin mengatakan kalau Aluna lah yang membuatnya termotivasi belajar sekarang ini.
“Oh ya, lo habis ini pulang ya, gue mau belajar biar gak peringkat terakhir lagi.” Ara berkata datar.
“Eh, gue di usir nih?” Angka yang baru saja menghabiskan makanannya menatap Ara bingung.
“Iya, gue mau belajar.” Ara menekankan kata belajar.
“Jadi gue ini tamu yang di undang kemudian di usir, ya?” Ara tertawa mendengar kalimat Angka.
“Jadi lo mau nginep?” tawar Ara main-main.
“Hehehe, enggak kok. Gue mau nemenin lo belajar, boleh?”
“Gue peringkat terakhir di kelas loh, kalau lo mau ngajarin gue lo harus ekstra sabar.”
Angka menaikkan sebelah alisnya, “siapa yang mau ngajarin lo?” katanya membuat Ara menoleh menatap Angka lekat, “gue tadi bilang mau nemenin lo.”
Malu dengan dirinya sendiri yang salah mendengar kalimat Angka tadi membuat Ara berseru, “pulang, Angka!”
Tapi Angka tertawa. “Gak mau, gue mau nemenin lo belajar biar gak peringkat terakhir lagi.”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top