Epilogue: should to recalled

"Kamu tidak sendiri."

"Oke. Cut!" Sutradara memerintahkan semua untuk selesai bekerja. Seisi studio riuh oleh sorak semua orang yang telah bekerja keras. Beberapa di antaranya saling memeluk, berterima kasih satu sama lain. Detik selanjutnya, mereka menggaungkan, "It's a wrap!"

Sebagai penanggung jawab, aku segera menghampiri para "artis". Caca, Diva, Rida, dan yang lainnya. Tentu yang pertama kali kulakukan adalah berterima kasih, lalu mengapresiasi setinggi-tingginya.

"Kalian hebat. Gak gampang, lho, buat inget-inget memori buruk. Makasih udah berdamai sama keadaan, ya." Aku salut, sangat salut. Sebagai penyintas kekerasan seksual, aku bahkan tidak punya keberanian untuk tampil di depan publik, selain menjalankan tanggung jawab yang sudah kuemban sebelumnya.

Mereka berbeda denganku, mereka mau membuat video kampanye anti-KS. Sebuah dokumenter singkat tentang bagaimana kesialan itu membentuk mereka yang sekarang, jatuh bangunnya, sakit dan khawatirnya, sampai bisa berada di puncak kepercayaan diri untuk kembali berperan di masyarakat.

Proyek ini merupakan kolaborasi antara divisi sospol HMK, dengan tim satgas anti-KS tingkat kampus.

"Makasih, Kak Anya." Mereka memelukku satu per satu.

"Siap-siap, gih. Tapi jangan dulu pulang, kita makan bareng dulu di sini, sama crew juga."

"Oke, Kak!"

Gegas mereka mengikuti titahku, sedangkan aku melakukan hal lain: koordinasi dengan tim konsumsi. Perlu dipastikan agar semua penyintas—mahasiswi HMK—mendapatkan konsumsi yang layak, dan tempat yang nyaman.

"Anya!"

Fokusku pada ponsel teralihkan. Bayan dan Musa yang baru kembali dari tugas mereka, menghampiri. Wajah mereka nampak kontras, Bayan terlihat ceria, sedangkan Musa sebaliknya, cowok itu agak lesu.

"Gimana? Aman?" tanya Bayan.

Aku mengangguk mengiyakan, semua berjalan seperti yang kami pikirkan. "Skenario yang dibuat Made lebih pas diksinya, barusan anak UKM studi sastra pada muji itu."

"Ciwi-ciwi juga aman, kan? Gak ke-trigger atau gimana?" tambah Musa.

"Aman, sih. Lagian gak semua ikut, yang memang mau dan siap aja."

Musa mengangguk, manut. Setelahnya, ia lalu berkata, "Gue puyeng, kasian ke anak danus sama sponsor. Dana buat Dies Natalis HMK cuma dapet setengah dari yang diajuin. Mana tinggal dua minggu, kan?"

"Tiga minggu, Bro," sahut Bayan. "Si Kevin di danus, kan?"

"Di danus doi. Kenapa?"

"Baguslah, seenggaknya ada koko yang pinter dagang."

Perkataan Bayan membuatku terkekeh, memang benar Kevin adalah keturunan Tionghoa, dan pandai mempromosikan produk. "Ada Rahma juga, kan? Aman pasti, dibantu promosi sama Arab," imbuhku.

Musa masih menekuk wajahnya. "Iya, sih. Pinter dagang emang mereka. Tapi tetep aja, kasian Rahma."

"Mus, Mus!" ujar Bayan seraya menepuk-nepuk punggung Musa. "BTW, si Algi sama Daniel udah gak bertingkah lagi sekarang. Bapaknya sendiri yang bakal mindahin dia ke Nusakambangan kalau dia bikin kacau lapas lagi."

Bayan masih memastikan perilaku geng cabul itu di penjara. Ia benar-benar tak ingin kekuasaan yang dimiliki mereka meringankan hukumannya. Saat ini, Algi; Daniel; Ricky; dan Angga, sudah mendapatkan hukuman penjara selama tujuh belas tahun atas tuduhan pelecehan seksual, ancaman dan teror, penyebaran pornografi, fitnah, juga bully.

Yaa ... walaupun sebetulnya, aku ingin mereka mendapat hukuman untuk memilah sampah di tempat pembuangan akhir, atau menyeterika baju seratus kodi sehari selama dua puluh tahun tanpa pelicin, atau mengaduk semen selama dua belas jam sehari non-stop pun sepertinya masih pantas.

Ah, setidaknya mereka sudah dihukum. Pun dengan Jovanka, pacarnya Tari, pendiri situs porno, diberikan hukuman yang sama. Sedangkan Tari sendiri ... ia pergi dari rumah, dan tidak dicari. Tidak ada juga yang mau membahasnya denganku. Tapi, kata Papa, Tari adalah anaknya dan urusannya.

"Begitu, ya, kalau anak mami dipenjara. Segala ngamuk perkara bantalnya lepek. Mana bawa-bawa jabatan bokap lagi, padahal bapaknya aja udah ngelepeh mereka." Musa berkomentar, kentara sekali ia begitu benci mendengar nama anggota geng cabul.

"Hukuman segitu mah masih gampil padahal, ya." Baik aku maupun Musa, sama-sama mengiyakan kata Bayan.

Kami mengobrol ringan sebentar, lalu diinterupsi oleh ponselku yang bergetar. Sebuah pesan dari Caca, bahwa para penyintas sudah mendapatkan makanannya dengan nyaman, tetapi air minum untuk mereka kurang dua.

"Gue harus ke sana dulu, Yan, Mus. Ini tim konsumsi belum ngasih minum buat ciwi-ciwi. Bentar, ya," pamitku, yang kemudian bergegas ke luar gedung.

Lebih baik, aku membeli air lebih dulu untuk dua orang tersebut, menunggu tim konsumsi--yang memang urusannya banyak--hanya berakhir dengan ketidakpastian. Toh, lebih baik lebih daripada kurang, kan?

"Eh, Nya, mau ke mana?" Tiba-tiba, Farrel muncul. Entah dari mana datangnya sampai menghalangi langkahku.

"Lo gak makan?" jawabku tak mengindahkan pertanyaannya.

"Gue nyariin lo." Ia menjawab santai. "Mau ke mana? Gak enak sama yang lain kalau lo ilang."

"Gue cuma mau beli air minum, kurang dua katanya."

"Ya, kan, ada tim konsumsi. Ada galon juga di belakang."

"Buat jaga-jaga aja, sih."

Ia diam. Agaknya tahu aku sedikit dusta. Terlihat caranya mengubah gestur, memiringkan kepala, dan mengembuskan napas.

"Oh. Buat jaga-jaga," katanya sedikit meremehkan. "Ya udah gue ikut, sekalian mau jajan."

Aku tak bisa menolak. Kami akhirnya berjalan ke luar gedung—tempat syuting—untuk menuju minimarket di seberang jalan.

Tidak jauh sebetulnya, hanya saja memang perlu waktu sepuluh menit berjalan kaki. Beruntung, antrean kasir hanya sedikit, sehingga mungkin kami hanya menghabiskan waktu sekitar dua puluh lima menit dalam perjalanan membeli air minum ini.

"Sebenernya, ya, Nya," kata Farrel tiba-tiba, saat kami sudah keluar dari minimarket. "Selama lo gak berbuat curang, ending-nya adalah hasil terbaik."

"Maksud lo?"

"Gue tahu, di HMK banyak yang bilang lo jadi kadiv sospol karna Angga yang pilih, karna lo cantik lah, dan sebagainya. Bukan karna kemampuan lo."

Aku terdiam. Itu gosip lama, dan tak ada lagi yang membicarakan. Setidaknya itu yang kutahu.

"Proyek ini gak akan jalan tanpa kontribusi lo, Nya. Memang, Made berperan lebih besar, tapi kehadiran lo juga gak kalah penting."

Kami terus berjalan sampai memasuki gedung, bersama hening, didukung dengan jalanan yang lengang.

"Yang mau gue bilang, lo hari ini adalah ketua sospol HMK. Lo udah ikut kaderisasi, dan tahap rekrutmen dengan sebagaimana mestinya. Lo juga udah bekerja dengan baik, enggak lalai dari tupoksi," katanya lagi, lalu tersenyum. "Jadi, bertahan sampe demis, ya? Bayan, Musa, bahkan Made masih butuh lo, Nya."

Aku terkekeh pelan, agak tak acuh.

"Mereka butuh lo buat jadi pendengar yang baik, Adriana," tukasnya.

Cowok itu seolah-olah sedang membaca pikiranku. Tentang aku yang merasa tak berguna, sebab di proyek ini, Made yang banyak berperan. Made banyak dibutuhkan, melebihi aku—si ketua itu sendiri. Aku juga merasa ... peranku tidak penting di HMK ini. Semuanya terjadi karena aku beruntung, karena mereka bilang aku cantik.

Tidak ada yang tahu soal ini. Bahkan, aku sering berbohong pada diri sendiri, aku menolak perasaan tak nyaman selama menjalani peran sebagai ketua sospol HMK.

Langkah kami terhenti di depan ruangan tempat semua orang menikmati makanan. Seketika merasa ragu untuk ikut masuk ke dalam, padahal hanya sekadar ingin memberi minuman.

"Beneran gak mau makan?" tanya Farrel lagi.

"Enggak, lagi puasa."

Farrel tertawa pelan. "Iya, deh. Puasa." Kemudian cowok itu mengeluarkan sesuatu dari ranselnya, memberikanku kopi kalengan dan cokelat kacang almond. "Nih."

Terdapat sticky notes bertuliskan: Semangat! dan gambar kepala kura-kura ninja.

Senyumku merekah begitu saja.

"Gak ada yang mau lo bilang ke gue apa, Nya?"

Sejenak aku terdiam, memikirkan kalimat mana yang pas untuk diucapkan kepadanya. "Makasih, ya."

"Makasih doang?"

"Makasih banyak, Lio. Makasih. Now ... I have recalled you in a better way."

🌻tamat🌻

It's finally over after revised many many many times, and being ignored some times. So grateful if this story gives you (lovely readers) much entertain, or maybe inspiring xixi🙆‍♀️ thaaaaaaanks a lot karna udah baca sampai sini🤍🕊❤️🌱🌻✨️💅💫🦋 maaf kalau ada bagian yg tidak mengenakkan, atau kata-kata yang menyinggung🤧 terbuka untuk kritik saran, terbuka juga untuk random talks or something to spilling tea!🐲

Oh iya, if you are  a victim, have bad experience especially sexual harassment (amit-amit jabang bayi), first i wanna say i'm so sorry for what happened, i know you've protected yourself safely with all of your soul. BUT, please, tell someone IF YOU'RE NOT OKAY. We're here, with you🕊 or if you know ppl whose need someone else, PLEASE BE THERE FOR THEM🥺 it's not easy, i know right, but your present is means a lot💫 (((you can call me anyway)))

Sekali lagi, MAKASIH BANYAK🥰💫❤️


With much love and gratefulness,
Gigi Sadrira🦋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top