34. Too Much
Tertangkapnya Angga malam kemarin, mengungkap segala yang selalu berakhir dalam tanda tanya.
Siapa pelakunya, Angga tahu. Apa motifnya, Angga tahu. Bagaimana caranya, Angga juga tahu. Bahkan selama ini Angga tahu apa yang kulakukan dengan Bayan, Musa, dan Farrel. Ia menentang apa yang terjadi, tetapi ia juga terlibat secara langsung atas apa yang telah terjadi.
"Padahal gue kagum sama lo. Bukan cuma gue, semua anak HMK anggap lo senior yang teladan, yang rendah hati. Apa, sih, yang bikin lo ngancurin diri lo sendiri begini?" ucapku padanya kemarin.
Kukira, takkan ada lagi kejutan yang akan kuterima usai Angga menjelaskan semuanya. Ternyata jawaban Angga nyaris membuatku mati berdiri.
"Uang," katanya. "Semuanya karna uang. Gue gak harus jelasin detailnya, kan?"
Aku ingin membencinya dengan segenap jiwa. Namun, Musa memberitahu bahwa Angga memang berasal dari keluarga yang seadanya. Ia hanya ingin keluar dari rantai kemiskinan, sehingga rela menggadaikan kemanusiaan dan nuraninya. Kata Musa, lebih baik untuk tidak menghakiminya lebih jauh, sebab kita tak tahu bagaimana rasanya kelaparan.
Menurutku, apa pun alasannya, kejahatan adalah kejahatan.
"Lo tau, lo salah?" tanyaku lagi.
"Tau. Akhirnya bakal kayak gimana juga gue tau."
Musa merangkulku. Ia mengusap bahuku dengan halus, lalu membawaku untuk kembali ke indekos bersama Zafi.
***
Hari ini, aku bersama para penyintas kekerasan seksual mendatangi kantor polisi untuk memberikan keterangan. Dokter Nanda juga hadir, beliau mendampingi kami semua. Belakangan aku mengetahui bahwa suami Dokter Nanda menjabat sebagai kepala di kantor kepolisian ini, dan bersedia membantu kami. Ayahnya Winda yang juga seorang pengacara pun turut hadir, beliau rela datang jauh ke sini untuk menyumbangkan jasanya bagi kami.
"Anya!" Seruan itu datang dari Zafi, ia bersama yang lainnya mendatangiku. Beruntung, pemeriksaan terhadapku sudah selesai, dan aku tengah menunggu yang lainnya di sekitar kantor.
"Gimana hasilnya?" tanya Rahma.
Aku tersenyum tipis. "Doain aja."
"Yaa, biarpun kita beda Tuhan, gue mah selalu doain lo yang baek-baek, Nya." Lena menimpali, membuat kami semua tertawa kecil.
"Eh, Bayan dimana, Nya? Gue kangen, deh," ujar Winda yang menyelesaikan tawa kami. Akibatnya, ia mendapat tatapan sinis dari Zafrina.
"Gak usah macem-macem lo, Win. Kalo si Japi ngamuk, ntar ngerepotin polisi," ujar Lena yang membuat Zafi justru memutar bola matanya. "Abis ini ngapain, Nya?"
"Yang lain, sih, pada balik. Tapi gue, Bayan, Musa bakal ke Pak Yanto dulu."
"Si Farrel ke mana?" tanya Rahma. "Gue belum pernah ngobrol sama dia, deh."
"Sama gue juga, Ra," sahut Winda.
Mendengarnya, Zafi mencebik. "Lo pada emang mau ngobrol apaan sama si Farrel? Bener-bener ngaco!"
"Tapi Farrel emang gak tau ke mana," ujarku. "Padahal tadi ada."
"Ya udahlah, lagi jajan kali," sahut Zafi lagi. "Gue mau nanya, Angga jelasin gak tentang situs porno itu dikelola sama siapa?"
"Enggak. Emang kenapa?"
"Gak apa-apa, sih. Tapi lo pribadi, pengen tau gak itu dikelola siapa?"
Pertanyaan Zafi membuat kami semua heran. Jujur, aku tidak berpikir sampai ke sana, mengetahui diriku menjadi korban pornografi saja rasanya hidupku sudah berakhir.
"Lo kenapa tiba-tiba bahas itu, Jap?" cetus Lena tiba-tiba. "Tapi jujurly, ya. Gue, sih, emang pengen tau siapa bajingan sange itu. Pengen gue bolongin palanya."
Zafi menghela napas. "Bukan gitu. Si Farrel punya informasinya, tapi kalau Anya gak mau tau, dia gak bakal ngasih tau juga."
"Lo tau infonya apaan, Za?"
Zafi menggeleng, sedangkan yang lain membungkam dan bingung. Aku tidak ingin tahu sebetulnya, tetapi caranya Farrel menyatakan bahwa ia tahu sesuatu, malah membuatku penasaran dengan hal tersebut.
"Gue mau ke toilet dulu, ya," pamitku. Hanya alasan, yang sebenarnya aku ingin mencari Farrel.
Akan lebih cepat jika meneleponnya. Begitu tiba di toilet, segera kuhubungi cowok itu.
"Iya, Nya. Kenapa?" katanya. Tak perlu menunggu lama ternyata, mungkin Farrel sedang senggang.
"Lo dimana?"
"Di kampus."
"Oh. Gue ganggu, gak?"
"Enggak, kok. Ada apa?"
Bagaimana menanyakannya, ya? Padahal aku tinggal bertanya, tetapi rasanya menggelisahkan sekali.
"Kenapa, Nya?" tanyanya lagi.
Aku berdehem untuk meyakinkan diri. "Lo tau siapa admin situs porno itu, Rel?"
"Tau."
"Gue pengen tau."
Farrel diam sejenak. Jeda yang diciptakannya membuat darahku berdesir, jantungku sedikit berdebar. Intuisiku berkata ada sesuatu yang buruk.
"Tapi, lo jangan bertindak gegabah, ya. Adminnya itu Jovanka, anak seni rupa di kampus sebelah. Cowoknya Tari. Gue kenal orangnya karna dia sering ada di pameran lukis."
Kan. Sudah kuduga ada yang tidak beres.
Samasekali tidak menyangka jika saudara tiriku berkaitan dengan kasus ini. Situasinya akan semakin rumit. Masih basah lukaku saat Bang Randy menyalahkan atas apa yang menimpaku tempo hari. Sekarang, ditambah keterlibatan Tari.
Kalau begini ceritanya, kapan keluargaku jadi tempat pulang seperti yang seharusnya?
"Gue gak yakin, sih, Tari tau hal ini atau enggak. Cuma, pasti Tari bakal ikut diperiksa kalau Jovanka kena," imbuh Farrel.
"Gitu, ya." Aku menggigit bibir bagian dalam, meskipun hubunganku dengan Tari tidak baik, tetapi membayangkan jika Tari benar-benar terlibat rasanya semakin pahit. "Menurut lo, ada lagi yang seharusnya gue tau?"
Dalam hitungan detik, tak ada sahutan apa pun, yang terdengar hanyalah suara bising keramaian di tengah kampus.
"Bilang aja semua yang lo tau, Rel. Bisa jadi bakal helpful buat di persidangan nanti," ujarku.
"Gue lagi sama Tari, dia curhat katanya selama ini jadi korban kekerasan dan love bombing dari pacarnya."
"Kekerasan? Kenapa jauh banget, ya, curhatnya ke lo?"
"Kekerasan fisik katanya, dia punya bukti video. Gue udah saranin buat visum, sih, tapi gak mau. Emang rada sus situasinya."
"Coba lo saranin dia buat omongin masalahnya ke Papa, Rel. Kalau enggak mau juga, berarti dia cuma gak pengen keseret masalah cowoknya."
"Oke. Udah dulu, ya, Nya. Kabarin kalau lo mau ketemu Pak Yanto. Good luck."
Telepon dimatikan. Napasku berembus panjang. Di cermin toilet, wajahku begitu pucat. Aku tegang, khawatir, dan juga takut.
Sejauh ini, aku sudah melakukan yang benar, kan?
Jika masalah baru nanti muncul, aku akan lebih kuat menghadapinya, kan?
Iya, kan?
🌻🌻🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top