[10] Pengganti Mantan Tak Mempan

[10] Pengganti Mantan Tak Mempan

Kushi makin sial dari part ke part, iya ndak sih? Mau Kushi happy ending sama siapa nih?
Pantau terus, ya. 🙂

🍒🍒🍒

Komplotan Kacung Elrangga yang hatinya dipatahkan oleh anak-anaknya Pak Apan semakin menunjukkan kemajuan. Aku dan Vegas lebih dekat dibandingkan satu minggu yang lalu. Ke mana-mana selalu berdua di luar pekerjaan. Seperti mobil dan ban.

Sampai saat ini, kami belum ada proyek bareng. Padahal setahuku, dulu Elrangga ngandalin Vegas, selalu minta tolong ke Vegas. Tak masalah bekerja di tempat berbeda, pulangnya Vegas jemput aku untuk makan malam.

Zaman semakin berubah dan perusahaan milik Elrangga berkembang pesat. Vegas dipercaya memegang cabang FBelline. Mereka berkoordinasi lewat dunia maya. Sebelum disarankan Yuka, aku pun tak jarang menghubungi Vegas lewat surel bahkan telepon. Walaupun tahu dengan siapa aku bicara, sama sekali tidak ada niatku memprospek Vegas menjadi suami.

Berasaskan kesamaan visi dan misi, hubungan kami lancar-lancar saja. Tapi anehnya tidak seperti pasangan. Aku merasa hanya punya tambahan teman, meskipun tidak terhitung lagi bibir Vegas bertamu. Selain itu, semua yang aku jalani tidak ada yang berhasil bikin jantungku break dance.

”Kalian mau ke mana? Buru-buru banget sampai nggak denger gue teriak sejak di lobi?” Vegas meletakkan sikunya di jendela mobil, begitu kacanya diturunkan Elrangga.

”Ada keperluan penting, minggir lo! Nggak ada waktu terima interview,” usir Elrangga dengan kejam mentang-mentang dia bosnya. Nggak lihat itu napas Vegas belum stabil habis lari-larian ngejar kita?

Ckckck.

”Yang lo bawa itu punya gue. Dia janji sama gue, Brader.” Vegas menjawab santai. Kedua bibirnya terkembang, uh, manis banget pacar Uci.

”Absen sekali kan bisa? Tiap hari keluar berdua, gue yang lihatnya aja bosan.”

Aku menatap Elrangga tak suka. ”Hey, Pak Bos yang terhormat! Iri bilang, Bos!”

Istrinya masih di Pekanbaru. Rasain tuh, nggak ada yang nenenin. Sorry, itu tadi bukan typo. Ini fakta. Bosque sedang merana kehilangan belaian. Jadinya, melihat aku dan Vegas makin dekat, dia gerah.

”Minggir!”

Vegas berteriak waktu kaca dinaikkan Elrangga lagi. Sebagai kekasihnya, aku membantu Vegas dengan menarik tangan Elrangga.

”Kushi! Sudah nggak ada waktu.”

”Ada, Bapak, ada.” Nada ala TikTok aku alunkan.

Elrangga menatapku dengan berang.

Kasih cengiran manis, ah, buat Pak Bos. ”Tunggu dulu Vegas mau ngomong apa. Jangan asal tinggal, Bapak.  Dia benar, kami sudah ada janji. Bapak sebagai orang ketiga harus antre. Saya ini nggak bisa diginiin.”

”El. Tenang, lu nggak usah terlihat lemah tak berdaya gitu. Jawab pelan-pelan, kalian mau ke mana?”

Tak merasa lancang aku menepuk-nepuk pundak Elrangga. ”Sabar, Bang. Semua masalah bisa diatasi. Nggak usah terlalu panik.”

Elrangga mukanya memerah. ”Kalian sebaiknya siapkan uang bayar rumah sakit orang-orang yang tulangnya dipatahin Yuka! Semakin lama kita sampai di sana, biaya pengobatan pasien korbannya Yuka semakin tinggi. Gue silakan kalian berdua meneruskan obrolan nggak berfaedah ini.”

”Yuka udah pulang?” Baru bisa aku cerna kalimat panjang Bang El. ”Terus korban apa? Kita mau ke mana, Bang? Ngapain Yuka pulang-pulang langsung ngehajar orang?”

”Intinya ini code blue, Kus. Harus cepat. Gue nggak mau ketinggalan pertunjukan.” Vegas membuka pintu mobil di belakang dan duduk mantap. ”Kus, pindah ke samping gue aja.”

”Kalian pikir gue supir!!!” Oh, my boss membentak.

Sungkem, Bapak,” ucapku kepada Bang El selembut suaranya Buk Siyah. ”Gas!!!”

”Apa?!” kaget Vegas, mencondongkan kepala ke dekatku. ”Apaan?”

”Maksudnya, ayo gas mobilnya, Pak El.”

Elrangga berdecak. Vegas tertawa keras-keras.

Mobil melaju mulus walau kadang tersendat di lampu merah. Ada juga titik kemacetan yang sudah jadi hal lumrah di jam makan siang. Dengan selamat tanpa cedera atau gores sedikit pun aku dan duo om Yuka tiba di sekolah Hangga. Rupanya apa yang Yuka deklarasikan sebelum ini, dia laksanakan dengan sungguh-sungguh. Sepertinya ibunya Devanda Bocah langsung menuju ke sini begitu mengantongi nama tukang rundung putranya.

Bos El bergegas lari ke ruangan kantor dengan kaki panjang yang berderap sepanjang koridor. Tanganku ditarik saat ingin mengikuti kecepatan bos kami. Vegas menggeleng, lantas tersenyum. Kami pun jalan santai sambil menikmati pegangan tangan. Vegas bertanya kasus apa yang dikhawatirkan Elrangga. Mengalirlah ceritaku sejak mendapat telepon Hangga sampai diserang Yuka pakai mainan. Minus mengajak Hangga bersih-bersih apartemen Kaza subuh-subuh.

”Jadi begitu ceritanya.” Ceritaku berakhir.

”Kayaknya Yuka udah matahin tulang si tukang pukul. Menurut lo, korban Yuka sekaligus tersangka kasus Hangga, masih bisa berdiri atau enggak?”

”Ah, kata-kata lo seram amat! Jangan sampai seperti itu. Kejahatan dibalas kejahatan itu nggak akan nyelesein masalah.”

”Bukan gue.”

”Masih pantas disebut guru kalian semua? Udah jelas salah satu gurunya berbuat salah masih saja ada yang belain. Lepas!”

Suara Yuka yang amat keras sudah kedengaran dari ujung koridor gedung panjang ini. Aku dan Vegas memacu langkah, ingin melihat separah apa kekacauan yang dibuat Yuka sebelum Elrangga datang.

”Saya nggak terima!”

Vegas menarik tanganku yang hendak masuk mendekat ke areal peperangan. Kami berdua berdiri di muka pintu dengan napas tidak beraturan. Sempat-sempatnya Vegas mengusap pelipisku yang basah sebelum merogoh saku dan memberikan sapu tangannya. Dengan kain itu aku lap keringat. Masker kubuka dan selipkan ke kantung celana panjang.

Ruangan kantor pendidik tampak kacau. Buku cetak, buku tulis, alat tulis, dan benda kecil-kecil yang tidak kelihatan jelas oleh mataku berserakan di lantai. Tiga orang berdiri di depan Yuka. Elrangga memegang Yuka. Dan mataku terpana kepada sosok yang berada di belakang Yuka. Kazasaki sepertinya sudah datang lebih dulu dibanding kami bertiga. Atau mungkin dia bersama Yuka. Beberapa guru seperti tidak peduli dengan drama yang terjadi. Mereka duduk di bangku masing-masing tanpa melihat pertunjukan di tengah-tengah ruangan. Pengaturan meja guru memang berbentuk o yang menyisakan tempat luang di tengah.

”Kasus ini akan saya bawa ke meja hukum! El, lepas!!! Kalau belum bonyok, saya belum puas. Anak saya sampai tubuhnya ijo-ijo semua, para guru di sini lepas tangan! Sekolah apaan ini? Saya titip anak saya untuk dididik jadi baik. Kalau dia nakal, seperti alasan si kupret tadi tolong, dong, dinasihati baik-baik. Ini malah anak saya mau dibunuh.”

”Bukan--” Pria berseragam olahraga di depan Yuka tidak diperkenankan menyela.

”Iya! Itu kalau tantenya nggak menemukan keberadaan anak saya, bisa-bisa dia kelaparan dan luka-lukanya infeksi. Kalian sadar nggak, sih, pembelaan kalian terhadap si guru kampret itu tidak benar?! Hah?!”

”Kita bicarakan dengan kepala dingin, Ibu.” Pria berbatik biru khas ASN itu mengusulkan dengan bijak.

Tapi sesuai dugaanku, Yuka takkan mau dinegosiasi. Sebelum tersangka babak belur, Yuka tak akan pulang. ”Sudah terlambat. Kepala saya asapnya sudah mengepul.”

Elrangga mengusap punggung Yuka.
”Yang dikatakan istri saya benar. Kami tidak bisa memaafkan begitu saja. Masalah ini terlalu merugikan kami. Sebelumnya, saya memohon maaf atas perbuatan anak kami. Dan yang terjadi hari ini.”

”Sekolah apaan ini? Nggak becus didik anak,” sungut Yuka.

”Mereka berkilah, El. Katanya Hangga nggak diapa-apain. Eerrg kalau aja halal, sudah aku makan orang itu!” Tampaknya Yuka sangat marah kepada guru olahraga, tersangka.

”Urus pindahannya Hangga sekarang juga, El. Yuka pulangnya sama Kaza. Yuka capek. Yuk, Upil. Datang dan pergi sama-sama.”

”Belum bisa sekarang, Bu. Kita belum dapat sekolah baru.” Elrangga kayak nggak hafal Yuka. Mau lihat Yuka ngamuk lagi kehendaknya tidak dituruti?

”Sudah. Itu surat keterangan dari sekolah tujuan sudah Yuka email. Cek aja. Semua berkas Hangga juga sudah Yuka jadiin PDF. Print out untuk mereka. Sampai jumpa di rumah, Elang.”

Waktu berbalik, barulah si mantan Jakuka menyadari keberadaanku.

”Ka.” Menegur Yuka, tapi mataku terpaku ke adiknya.

Kazasaki mengenakan out fit kantoran. Celana panjang hitam semata kaki. Kemeja berdasi tanpa jas mencetak tubuh 23 tahunnya. Lengan bajunya dikancingkan rapi. Rambut disisir terlihat berkilat, tidak acak-acakan seperti biasanya. Pria yang dulunya sudah tinggi di usia remaja itu semakin terlihat matang yang rupawan. Dan dia juga melihat ke arahku sebelum memutus kontak saat Yuka memanggil namaku.

”Kebetulan ada lo. Ikut kita, yuk, Kus. Om Pegas juga.”

Dalam mobilnya Kaza, Yuka duduk di depan. Aku dan Vegas di bangku penumpang belakang. Kayaknya cuma aku yang merasa canggung di sini. Posisi tepat di belakang Yuka, pas sekali bisa melihat Kaza dengan jelas. Pandangannya tertuju ke jalan raya. Sejak tadi aku belum mendengar suaranya. Jauh sebelum itu, aku bertemu Kaza terakhir kali di apartemenku waktu aku usir dia pakai bantal.

Kehangatan melingkupi jemariku. Aku lirik ke pangkuan. Vegas mengenggem tanganku.

”Ingat, pacar lo, gue. Dia nggak senang kekasihnya ngeliatin mantan,” bisik Vegas yang membuat aku tersentak.

Aku pun menunduk. Ya Allah ya Tuhan. Kenapa susah banget bagiku ngelupain Kazasaki Ardhana adik kandung Yuka Sierra? Dia cuma duduk aja, aku sudah deg-degan. Dia baik, aku baperan. Padahal, di sebelah sekarang sudah ada pria berstatus pacar. Tangan kami bergenggaman, mana efek listriknya?

”Udah jadian?” Yuka memutar badannya sedikit.

Aku enggan menjawab. Jadian nggak jadian, sama aja. Perasaanku masih nyangkut di Kaza. Kayaknya Vegas juga nggak mau mendeklarasikan secara umum.

”Mau ke mana sih, Ka. Jam kerja loh sekarang, nanti gaji gue dipotong!”

”Gue juga.” Vegas ikutan nyahut.

”Ya udah ngomong di sini aja.” Yuka sedikit lama memandangi Kazasaki di sampingnya.

Napa aku jadi berdebar, debaran yang nggak menyenangkan, tapi apa?

”Ibuk Siyah cerita yang waktu lo ke Pekanbaru nyusulin Kaza.”

Aku mengamati Kaza dan tidak ada perubahan apa-apa. Mungkin dia sudah tahu. Waktu itu, aku ke rumah orang tua Yuka. Ibuk Siyah bilang Kaza sedang di kampus. Menceritakan keseruan tinggal bersama Kaza lagi setelah pisah selama kurang lebih empat setengah tahun. Jiwa emak-emak rata-rata suka membahas anaknya. Buk Siyah ngasihtau aku kalau Kaza sudah punya pacar. Pacarnya cantik, sesama mahasiswa baru. Benar, aku melihat Kaza pulang motoran bersama perempuan waktu aku sudah naik taksi. Pelukan di motor dan tertawa setelah membuka helm full face-nya. Sejak itu, aku udah nggak mau dengar kabar dari Kaza.

”Ibuk Siyah bilang Kaza punya pacar kan? Karena yang datang itu elo. Buk Siyah sudah dari lama tahu lo pacaran sama si Upil. Makanya tuh ibuk-ibuk maksa banget biar Kaza kuliahnya nggak di Jakarta. Biar nggak dekat sama lo. Nah, pas elo dateng, emaknya si Kaza itu nulis skenario pakek bibir. Natural banget kalo emak gue lagi bohong demi tujuannya. Lah, lo kemakan omongannya Ibuk. Lo mah pasti nggak nyangka, Ibuk Siyah yang superrr lembut hatinya itu juga bisa ngibul. Wajar, loh, Kus, namanya juga ibu ke anaknya.”

”Oh.” Aku nggak tahu mau bilang apa lagi. Telat banget aku sadar kalau hubungan kami sejak awal enggak dapat restu.

”Waktu cerita sama gue, Ibuk Siyah bahagia banget Kaza nggak nikah sama elu. Nikahnya sama Ayesha. Mukanya lega banget tau, Kus.”

Aku tertawa rendah. Duh, untungnya sudah berakhir. Masalah cuma ada pada hati, kapan dia mau ngelepas Kaza?

”Lo ama Om Pegas kayaknya sudah klik. Nggak lepas itu tangan dari tadi. Kenapa, Om, takut Kushi lari? Iket pakek rantai sekalian. Za turunin orang berdua itu di halte bus aja. Biar mereka lanjutin deh tuh perjalanan berdua.”

Penjelasan Yuka menjadi alasan kuat untuk berhenti ngarepin anaknya Buk Siyah dan Pak Apan. Kalau pun Kaza cinta sama aku, yang persentasenya nol persen kemungkinan, keluarga Kaza nggak bakalan kasih restu anaknya nikah sama janda tua. Itu juga dalam keadaan Kaza nggak kenal sama Ayesha.

Teriakan Yuka sebelum mobil Kaza pergi, bikin tubuhku runtuh. ”Nikahannya dua minggu lagi!!!”

Kaki terlipat dalam posisi jongkok di tanah. Yuka balas dendamnya sama aku. Marahnya ke guru olahraga kenapa aku yang dijatuhi hukuman? Mending ditabok, dicubit, ditampar, atau dijambak kayak biasa. Enggak berasa sakitnya seperti saat ini.

***

Besambung ...

Muba, 5 Maret 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top